Ruteng, VoxNtt.com- Wacana hadirnya PT Master Long Mining Resources (MMR) yang akan melakukan penambangan mangan di Blok Nggalak dan Blok Maki, Kecamatan Reok Barat diduga karena politik transaksional pasangan Deno Kamelus dan Victor Madur (Deno-Madur), bupati dan wakil bupati Manggarai.
Kordinator Justice, Peace and Integrity of Creation (JPIC) SVD Ruteng Pastor Simon Suban Tukan menilai, pemerintah kabupaten (Pemkab) Manggarai memfasilitasi perusahan tambang ini diduga karena politik transaksional. Jenis politik ini kerap disebut sebagai adanya kompromi untuk membagi-bagi kekuasaan.
“Patut diduga bahwa Pemilukada yang lalu investor tambang sudah bantu Cabup Deno dan Cawabup Madur, sehingga saatnya untuk rezim ini membalas ‘kebaikan’ investor tambang,” ujar Pastor Simon kepada VoxNtt.com via ponselnya, Selasa (10/1/2017).
Menurut dia, politik balas jasa ini ditandai dengan Pemkab Manggarai di bawah rezim Deno-Madur berusaha untuk memfasilitasi pemaparan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) PT MMR pada 7 Januari 2016 lalu.
“Kedua, apa pun alasannya termasuk (untuk meningkatkan) PAD (pendapatan asli daerah), Manggarai tidak bisa ditambang. Banyak potensi lain yang lebih besar peluangnya untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian, Pariwisata, Kelautan, dan Perikanan,” ujar salah satu pastor kongregasi Societes Verbi Devini (SVD) Keuskupan Ruteng itu.
Menurut dia, PT MMR sudah sejak awal ditolak oleh warga di Nggalak dan Maki. Warga menilai, tutur Simon, kegiatan penambangan itu merampas lahan yang dikelola masyarakat setempat dan merusak budaya.
Selain itu, hadirnya perusahan tambang ke wilayah mereka bakal terancam identitas warga. Sebab di sana terdapat Lingko Randang, di dalamnya ada sumber air yang selama memenuhi kebutuhan warga setempat.
“Serta sebagian adalah hutan lindung yang menjadi penyanggah kehidupan, tidak hanya untuk orang Nggalak tetapi semua orang,” katanya.
Hingga berita ini diturunkan Bupati Deno belum berhasil dikonfirmasi terkait dugaan Pastor Simon tersebut.
Kendati demikian, data yang dihimpun VoxNtt.com pada 22 April 2016 lalu Bupati Deno pernah menyentil tentang tambang di Manggarai.
Kala itu, sejumlah awak media di Ruteng mewawancarainya usai menggelar seminar pesan ensiklik Paus Fransiskus terkait ‘Laudato Si’ dalam rangka hari bumi di aula Ranaka-Kantor bupati Manggarai.
Ensiklik ini merupakan seruan pertobatan ekologis untuk memelihara bumi sebagai rumah kita bersama.
“Begini, kalau soal tambang sejak 2014, sejak dikeluarkan Undang-undang 23 (tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah-red) itu menjadi kewenangan pemerintah provinsi,” jelas Deno kepada sejumlah wartawan kala itu.
Dalam kesempatan itu, dia menjelaskan moratorium izin usaha pertambangan (IUP) merupakan kebijakan pemerintah pusat dalam konteks kewenangan UU Nomor 23 Tahun 2014.
“Bagaimana posisi pemerintah daerah, saya kira semangat kita untuk menjaga bumi kita bersama ini, menjaga tempat di mana kita tinggal, lingkungan hidup di mana kita hidup, itu adalah sesuatu yang memang penting,” katanya.
Deno menegaskan, sebenarnya menjaga lingkungan hidup bukan hanya tugas pemerintah saja. Hal ini ia sampaikan menanggapi pesan Paus Fransiskus terkait lingkungan hidup tersebut.
“Jangan sampai begini berpikirnya, seolah-olah urusan lingkungan hidup ini hanya urusan tambang,” tegas mantan wakil bupati Manggarai dua periode itu.
Wilayah Manggarai, kata Deno, lebih dari 1.000 kilometer persegi. “Berapa area yang ada di tambang itu, sampai 1.000 kilometer persegi? Saya kira tidak sampai. Mungkin juga kita bisa hitung sampai 100 kilometer (persegi), tidak sampai,” katanya.
Oleh karena itu, kata dia, terdapat masalah besar dari sekedar berbicara tentang tambang yang kemudian bisa diperhatikan bersama. Misalnya, soal pengrusakan hutan.
Penjelasan terkait UU Nomor 23 Tahun 2014, yang mana IUP bukan lagi kewenangan pemerintah kabupaten membuat Pastor Simon turut menggugat konsistensi dan komitmen rezim Deno-Madur.
“Jika bupati beralibi bahwa bukan kewenangannya memberi izin, mengapa mau memeroses izin lingkungan dan Amdalnya?,” tanya Simon.
Dia mengaskan, jika Bupati Deno mau benar-benar peduli dengan warga di Nggalak dan Maki serta lingkungannya dengan dalil kewenangan izinan, maka hendaknya tidak boleh memeroses AMDAL dari PT MMR.
Sebab, warga di dua daerah ini sudah berkali-kali datang ke kantor bupati Manggarai untuk menyampaikan keberetan mereka.
“Karena itulah patut diduga Bupati Deno dan Wabup (Madur) mengunakan politik transaksional alias do ut des,” pungkas Simon.
Sebagaimana dikabarkan sebelumnya, PT MMR dan tim komisi penilaian AMDAL yang dibentuk Bupati Deno telah melakukan rapat pada Sabtu akhir pekan.
Hasil rapat tersebut memang sudah ada singal perusahan tambang tersebut akan direkomenasi Pemkab Manggarai ke pemerintah provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), meski masih menunggu hasil perbaikan-perbaikan dokumen. (Ardy Abba/VoN)
Foto: Bupati Deno dan Wabup Madur saat memeriksa mobil bantuan kepada 6 kelompok tani di Manggarai, 28 Desember 2017 (Foto: Ardy Abba/VoN)