Waingapu, VoxNtt.com- Pada tanggal 24-25 Februari 2017, telah dilakukan Musyawarah Wilayah (Muswil) Pertama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sumba (Humba), yang dihadiri oleh utusan-utusan Masyarakat Adat dari Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah.
Muswil pertama AMAN Sumba ini dibuka oleh Wakil Bupati Sumba Timur, Umbu Lili Pekuali.
Dalam press release yang diterima VoxNtt.com, Minggu (26/02/2017), Masyarakat Adat di Sumba (Humba) mengaku sedang menghadapi tantangan besar dalam berbagai bidang, baik sosial, ekonomi, budaya, politik, terutama terkait tanah dan sumber daya alam di wilayah adat serta kehidupan beragama dan berkeyakinan.
“Wilayah-wilayah adat kami diserahkan kepada pihak-pihak lain dalam bentuk izin lokasi perkebunan kelapa sawit, perkebunan jarak, perkebunan tebu, perkebunan tembakau, serta pertambangan” tulis mereka dalam siaran pers tersebut.
Menurut AMAN Sumba, wilayah adat di daerah itu telah ditaklukkan oleh sistem perizinan yang menghilangkan hak-hak dasar sehingga menyebabkan terjadinya pemiskinan dan kerawanan pangan, kerawanan air, kerusakan ekonomi, sosial dan lingkungan di wilayah adat mereka.
“Kami menemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayah adat kami merampas tanah tanah kami dengan cara memanipulasi dan menipu warga masyarakat adat pemilik lahan”
Oleh sebab itu, melalui Musyawarah Wilayah (MUSWIL) Ke-I AMAN Sumba, seluruh peserta merekomendasikan beberapa poin sebagai berikut:
- Mendesak Pemerintah dan DPR RI untuk segera mempercepat proses pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Masyarakat Adat (UUMA).
- Mendesak kepada Pemerintah Kabupaten dan DPRD di Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat, Sumba Barat Daya untuk segera membuat PERDA tentang Masyarakat Adat untuk melaksanakan Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 dan UU No. 6/2014 tentangDesa.
- Mendesak kepada seluruh Pemerintah Kabupaten di Sumba agar segera melaksanakan Permendagri No. 52/2014 tentang Tata Cara Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat HukumAdat.
- Mendesak Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten untuk menyediakan prosedur serta mekanisme bagi Masyarakat Adat untuk mendaftarkan wilayah adatnya, sebagai dasar bagi penyelesaian tumpang-tindih hak dan konflik kepemilikan yang terjadi selama ini.
- Mendesak Pemerintahdan Pemerintah Daerah untuk mencabut ijin perkebunan di Sumba yang beroperasi tanpa persetujuan dan tidak melibatkan masyarakat adat yang bersangkutan, yang pada kenyataannya justru menjadi cara efektif dari pihak perusahaan untuk mengambilalih wilayah-wilayah adat.
- Mendesak agar pemerintah segera membuat dan menyediakan mekanisme resolusi konflik. Dalam prose sresolusi konfliktersebut, kami mendesak pemerintah pusat hingga pemerintah desa untuk menghentikan upaya-upaya pemindahan hak atas wilayah adat melalui jual beli tanah adat.
- Memastikan pelayanana dministrasi kependudukan dan pencatatan sipil, khususnya bag iwarga adat yang masih menganut kepercayaan tradisi agar komunitas dapat memperoleh pelayanan sosial terutama pendidikan dan kesehatan.
- Mendesak pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan tentang konservasi yang tumpang tindih dengan wilayah adat dan memastikan akses Masyarakat Adat atas wilayah adatnya.
- Mendesak seluruh Pemerintah Kabupaten di Sumba untuk mengusut dan menindak perdagangan perempuan di Sumba.
- Mendesak pemerintah untuk segera melakukan langkah-langkah penanganan krisis pangan, krisis air dan krisis energi di seluruh wilayah di Sumba.
- Mendesak pemerintah untuk membangun kembali dan merehabilitasi rumah-rumah adat yang terbakar di seluruh wilayah adat di Sumba.
- Mendesak pemerintah untuk memprioritaskan program pemberdayaan Masyarakat Adat di Sumba, termasuk pelestarian budaya. (AD/VoN)