Maumere, VoxNtt.Com- Forum Pengguna Pasar Tingkat Maumere menyebutkan ada tindakan sewenang-wenang dan pungli yang dilakukan oleh pengelola pasar.
Ketua Forum Pengguna Pasar Tingkat Maumere, Gabriel M. Pedo mengatakan pihaknya telah mengadukan hal tersebut ke Disperindag, Koperasi dan UMKM Sikka.
“Belum ada respon yang baik atas pengaduan kami. Kita lihat saja ke depannya seperti apa,” ungkap Gabriel kepada VoxNtt.Com pada Minggu (12/3/2017).
Meskipun demikian, Gabriel mengaku dialog bersama pihak pengelola dan dinas terkait serta Komisi B DPRD Sikka pada Jumad (10/3/2017) memuaskan.
Salah satu korban kesewenangan pengelola pasar adalah Ibu Bibiana Rita yang menempati kios A32. Dia telah menggunkan kios tersebut sebagai tempat menjahit selama bertahun-tahun.
Bibiana yang ditemui VoxNtt.Com di kediamannya di Jln. Wairklau pada Kamis (9/3/2017) mengaku telah memperbaiki los tersebut setelah kebakaran pada 17/5/2015 lalu.
“Saya yang pasang tehel dan pintu,” demikian pengakuannya.
Selama masa perbaikan tersebut, Bibiana membuka tempat jahitan darurat di salah satu bagian pasar.
“Saya tetap membayar sewa senilai Rp 133.875 untuk lapak yang sedang diperbaiki tersebut,” terangnya.
Sayangnya, pada (5/12/2016) lalu, Kepala Pengelola Pasar, Benediktus Baba datang meminta kunci dengan alasan ingin memeriksa keadaan kios.
Rupanya, setelah kunci diberikan pengelola pasar malah menyerahkan kios tersebut kepada orang lain dengan surat resmi di hari yang sama.
Ibu Bibiana mengaku telah melakukan protes dan mengadukan hal tersebut kepada Forum Pengguna Pasar Tingkat. Namun, dirinya sering mendapatkan intimidasi dan ancaman dari pihak pengelola pasar.
Meskipun demikian, Benediktus Baba yang ditemui usai dialog pada Jumad (10/3/2017) lalu tidak mengakui hal tersebut.
“Soal itu kami sudah selesaikan di dalam (RDP-red) tadi,” terangnya.
Keluhan lainnya adalah terkait dugaan adanya pungutan liar (pungli). Salah satu pedagang sarung, Karolus Kedang mengaku sering mendengar dari para pedagang sayur mengalami hal tersebut. Kedang dan istrinya sudah 20 tahun lebih berjualan di pasar tingkat tersebut.
Dia menyatakan sering terjadi perbedaan antara jumlah yang disetor dengan karcis yang diberikan oleh penagih.
“Yang dibayar Rp 2000 tetapi mereka (penagih-red) robek kasi kita karcis yang harga Rp 1000,” terangnya dalam dialog pada Jumad (10/2017) lalu.
Hal lain disampaikan oleh Gabriel M. Pedo. Menurutnya selama ini pengelola pasar menagih iuran pada pedagang sepatu berdasarkan nilai iuran untuk pedagang sembako yang nilainya lebih kecil.
“Ini yang saya bilang terjadi kebocoran,” tegasnya.
Terhadap hal itu, Kepala UPTD Pengelola Pasar, Benediktus Baba membantah.
“Saya bilang berikan buktinya kalau ada pungli,” ungkap Baba usai dialog pada Jumat (10/2017) lalu. ***(Are De Peskim/VoN)