Borong, Vox NTT- Para kepala desa di Manggarai Timur (Matim) diminta agar mengelola Dana Desa (DD) harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pengelolaan tidak boleh hanya mengikuti kemauan kepala desa.
Tobias Suman, sekretaris BPMPD Matim saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (3/4/2017) mengatakan, DD harus digunakan sesuai kebutuhan masyarakat bukan kehendak kepala desa.
Sebab, dari informasi yang ada bahwa kepala desa sering merangkap tugas, bahkan tidak melibatkan aparatur dan masyarakat dalam mengelola DD. Kepala desa juga tidak mempercayakan bendahara dalam pengelolaan uang.
Kata Tobias, tahun 2017 dana desa di Matim naik dua kali lipat yakni Rp 126 miliar. Pada tahun 2016 hanya berjumlah Rp 151 miliar.
Tobias mengungkapkan, total dana keseluruhan pada tahun 2016 untuk ADD dan DD sebesar Rp 151.046.170.920. Sementara tahun 2015 hanya sebesar Rp 90.339.284.400 dan tahun 2017 sebesar 126. 092.079. 000.
Penerima DD terbanyak yakni Desa Nanga Mbaling, Kecamatan Sambi Rampas yakni sebesar Rp 865.557.700. Sedangkan yang terendah Desa Bangka Pau, Kecamatan Poco Ranaka yakni sebesar Rp 754.576.400.
Dia mengatakan baik dana DD maupun ADD akan dibagi rata 90 persen, sementara 10 persen dihitung berdasarkan luas wilayah jumlah penduduk dan tingkat ekonomi pendapatan.
Sejak awal pihaknya sudah mengingatkan kepada kades agar memperhatikan pengerjaanya fisik dan administrasi supaya tidak ada keterlambatan dalam pengajuan pencairan di PPKD.
Setiap tahun Pemerintah Pusat menaikkan anggaran dan itu sangat baik demi pembenahan infrastruktur desa.
Perlu diperhatikan bahwa pemerintah desa harus ada peningkatan kapasitas kemampuan aparatur desa. SDM para aparatur desa masih rendah. Apalagi pengelolaan dana yang ada merupakan hal yang baru bagi pemerintah desa. Sehingga diharapkan pengelolaan dana untuk desa ini, baik ADD dan DD bisa dilaksanakan dengan baik dan bertanggung jawab.
Dikatakan Tobias, lahirnya UU tentang desa merupakan wujud keseriusaan negara memposisikan desa agar menjadi kuat, mandiri, dan demokratis. Desa mendapat pengakuan dan penegasan akan otonominya untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan kondisi sosio kultural yang berakar dan dihidupi sekian lama dalam wadah sebuah kumunitas yang dinamankan desa. (Nansianus Taris/VoN)