Maumere, Vox NTT- Kasus saling bacok yang terjadi pada Senin (24/4/2017) antara keponakan dengan om dan tantanya diduga dilatarbelakangi konflik tanah di lokasi kejadian.
Salah satu anggota keluarga, Fransiskus Yerikho (29) mengatakan masalah tanah tersebut sudah diproses oleh Pemerintah Desa Watiliwung, Kecamatan Kangae, Sikka.
“Kami dua datang mau lihat kelapa hanya dia duluan ke bawah sedang saya masih singgah minum kopi di Om punya rumah di dekat situ,” terang Yeriko yang saat ditemui VoxNtt.com pada Senin (24/4/2017) saat sedang mendampingi Afrilus di Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD T.C. Hillers Maumere.
Yerikho dan Afrilus adalah warga Watuliwung, Desa Watuliwung, Kecamatan Kangae, Sikka. Sementara itu, Paulus Adang dan Yuliana Barek adalah warga Wairhubing, Desa Watuliwung, Kecamatan Kangae.
Menurut Yeriko, ia dan adiknya Afrilus datang untuk melihat kelapa yang mereka tanam sebelumnya. Namun, terkait kejadian Yeriko mengaku tidak tahu karena sedang berada di rumah keluarga di dekat lokasi kejadian.
Kepada VoxNtt.com pada Senin (24/4/2017) di UGD RSUD T.C. Hillers Maumere, Afrilus mengatakan luka pada kepala bagian kiri pergelangan tangan kiri dan dada bagian kiri diakibatkan sabetan parang Paulus Adang.
“Nanti kalau sudah saatnya baru saya cerita semua. Saya belum bisa omong,” ujar Afrilus sambil menahan sakit.
Paulus Adang dan istrinya Yuliana Barek sampai saat ini belum bisa dimintai keterangan.
Salah seorang warga Wairhubing yang enggan namanya disebutkan mengatakan konflik antara para pihak sudah berlangsung lama.
“Kalau soal tanah itu mereka pernah urus sampai kecamatan. Sementara, kami pernah urus juga sebelumnya soal pengrusakan dan sudah ada surat pernyataan,” ungkap warga yang mengaku sebagai anggota LinMas tersebut pada Selasa (25/4/2017).
Sebelumnya, Kapolsek Kewapante, AKP I Made Pitug melalui Kanit SPKT, Ikhsan kepada VoxNtt.Com pada Senin (24/ pukul 18:00 di Kantor Polsek Kewapante menduga kejadian tersebut dilatarbelakangi konflik tanah.
Baca: Di Sikka, Keponakan Saling Bacok dengan Om dan Tanta
Menurutnya, upaya penyelesaian di tingkat desa maupun kecamatan hanyalah upaya mediasi.
“Kalau tidak itikad untuk berdamai maka sebaiknya melakukan gugatan hukum, bukan sebaliknya saling serang,” tegas Ikhsan. (Are De Peskim/VoN)