Kota Kupang, VoxNtt.com- Sejumlah penghargaan yang diraih Kota Madya Kupang lima tahun terakhir menjadi kebanggaan tersendiri bagi Pemerintah Kota ini.
Hal ini juga menambah daftar prestasi dalam sejarah perjalanan Kota Madya Kupang yang kini memasuki usia ke-21.
“Ini suatu kebanggaan pemerintah Kota Kupang, dan bagi saya sebagai Kepala Daerah, tujuh medali yang didapat pada bidang sosial, bidang penanganan kemiskinan, dan di bidang lainnya seperti peningkatan ekonomi,” kata Walikota Kupang Jonas Salean dalam sambutannya pada Upacara Hari Jadi Kota Kupang Ke-21 di halaman Balai Kota, Kantor Walikota Kupang, Selasa (25/4/2017).
Kebanggaan Pemerintah Kota Kupang tergambar jelas. Jonas Salean menyebutkan dirinya telah menerima 7 medali yang diberikan Presiden RI, Joko Widodo serta sejumlah penghargaan lain dari Menteri Dalam Negeri atas dokumen laporan penyelenggaraan pemerintah daerah tahun 2014 dan 2015.
Selain itu ada penghargaan Akuntabilitas Kinerja tahun 2016 dengan predikat nilai baik dari Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi serta Penghargaan implementasi Smart City Nusantara sebagai pemerintah daerah yang telah mengimplementasikan Smart City Nusantara dari PT Telkom.
Selain itu, sebut Salean, Kota Kupang juga menerima Penghargaan dari Komisi Nasional HAM RI kepada Walikota Kupang atas peran dan komitmen yang tinggi dalam melindungi dan menjamin hak atas kebebasan beragama dan Anugerah Parahita Ekapraya tahun 2016 kategori madya dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Sementara itu, dalam catatan sejarah, Kota Kupang juga 3 kali menerima penghargaan Kota Layak Anak (KLA) tingkat pratama, yaitu tahun 2012, 2013, dan tahun 2015.
Ironi
Tentunya predikat KLA diberikan kepada daerah yang berhasil memenuhi indikator-indikator seperti hak sipil dan kebebasan yang “layak” anak, kesehatan dasar dan kesejahteraan yang “layak” anak, pendidikan yang “layak” anak, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya yang “layak” anak serta perlindungan khusus yang “layak” anak.
Semua predikat ini telah diamanatkan dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Anak Nomor 11 tahun 2011, tentang Kebijakan pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak.
Namun demikian, terkait pembangunan Kota yang layak bagi anak sebagaimana yang telah dihargai dengan rentetan penghargaan di ats, fakta sosial masyarakat justru berkata lain jika bertolak dari 5 indikator seperti yang diamanatkan dalam Permen PPA No.11 tahun 2011.
“Saya heran Kota Kupang disebut layak anak sementara ada sejumlah anak yang setiap hari jualan koran di jalan hingga tengah malam. Depan kantor gubernur NTT pula. Inikah ramah anak? Anak siapa yang diramahi dan dilayaki di kota ini?” sebut Grace Gracella, aktivis perempuan dan juga mahasiswa UPN Veteran Yogyakarta, Rabu (26/04/2017) sore.
Grace yang dijumpai sedang menyaksikan Perayaan Hari Kartini di Lippo Plaza Kupang ini, juga menyebutkan pemerintah Kota Kupang harus berperan aktif dalam memberikan keadilan bagi anak.
Mereka (anak-red), kata Grace telah kehilangan haknya untuk berkreasi, haknya untuk belajar sebagaimana seperti anak-anak lain dari keluarga mapan secara ekonomi.
Dengan demikian, predikat Kota Layak Anak yang beberapa kali diberikan kepada Kota Kupang tersebut benar-benar nyata dalam berbagai sektor pembangunan.
Hal senada juga diungkapkan Balkis Soraya Tanof, Aktivis Perempuan dan Sosiolog Undana Kupang ketika diwawancarai VoxNtt.com, Selasa (25/04/2017).
“Momen ulang tahun ke-21 itu harus menjadi momen refleksi bagi Kota Kupang tentang persoalan anak. Apalagi tanggal peringatannya beriringan dengan peringatan hari Kartini,” ungkapnya.
Menurut Balkis, jika dikaji dalam sebuah analisis fakta sosial kemasyarakatan terkait permasalahan anak, maka Kota Madya Kupang belum pantas menyandang predikat Kota Layak Anak dan Kota Ramah Anak.
Pasalnya, ada sejumlah persoalan seperti eksploitasi anak, mempekerjakan anak di bawah umur, kekerasan terhadap anak dan berbagai persoalan lainnya terjadi secara telanjang mata dipertontonkan pada publik Kota Kupang.
Seraya menggarisbawahi Peraturan Daerah (Perda) Propinsi NTT Nomor 7 Tahun 2012 tentang perlindungan anak serta Perda Nomor 9 tahun 2012 tentang perlindungan terhadap pekerja anak, Balkis mencontohkan banyak anak usia sekolah yang menjadi penjual koran di perempatan lampu lalu lintas jalan El Tari Kota Kupang, serta fakta beberapa anak yang menjadi kernet angkot di kota yang dijuluki Kota Kasih ini.
“Betul bahwa ada hubungan tekanan ekonomi dan fakta mempekerjakan anak. Tapi jika dikaji baik-baik regulasi dan fakta lapangan yang ada maka masihkah elegan kepala daerah menerima penghargaan layak dan ramah anak?” tanya Tanof.
Beliau berpendapat, penilaian “layak” tidak hanya berdasarkan angka-angka statistik melainkan berdasarkan data dan informasi secara kualitatif.
Sehingga menghasilkan analisis komprehensif yang kemudian dapat menjadi acuan bagi pemerintah daerah dan DPRD beserta LSM dan seluruh pemangku kepentingan untuk untuk melakukan pembenahan dan mendesain program yang membuat Kota Kupang layak menerima penghargaan KLA.
Oleh karena itu beliau berharap, usia ke-21 Kota Kupang ini harus menjadi kesempatan refleksi atas permasalahan anak di Kota Kupang, yang kemudian diterjemahkan dalam alokasi dana APBD yang lebih responsif gender, pengelolaan anggaran yang adil untuk upaya pembangunan kesejahteraan dan perlindungan anak hingga tingkat RT/RW. (Florianus Sambi Dede/ VoN).