Ruteng, Vox NTT-Praktisi Hukum , Edi Danggur angkat bicara soal Embung Wae Kebong yang dibangun di dalam Kawasan Hutan Lindung RTK 18 Gapong, Kecamatan Cibal, Kabupaten Manggarai.
Menurutnya, masyarakat atau aktivis LSM yang mempermasalahkan keberadaan embung itu segera mendatangi Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Tujuannya untuk memastikan apakah benar embung itu berada dalam kawasan hutan lindung.
“Nanti Menteri akan kirim tim ke Manggarai untuk investigasi. Berdasarkan hasil investigasi itu nanti Menteri akan menyurati Gubernur dan Polda NTT memproses secara hukum orang-orang yang terlibat dalam penggunaan kawasan hutan tanpa IPPKH (Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) dari Menhut dan LH,” katanya melalui pesan WhatsApp, Senin (2/5/2017).
Menurutnya, langkah ini penting untuk membantu Polisi mempercepat proses penanganan kasus ini. Kalau Polisi tak dibantu, tegas Danggur, bisa saja proses hukum embung ini terhambat.
“Polisi bisa saja beralasan bahwa masih menunggu konfirmasi dari Menhut dan LH, apakah itu kawasan hutan atau tidak yang mensyaratkan ada atau tidaknya IPPKH sebelum melakukan suatu kegiatan tertentu di dalamnya,” pungkasnya.
Kata Danggur, pada tahun 2008, JPIC OFM dan aktivis-aktivis lain pernah melakukan hal serupa ketika sebuah perusahaan tambang beroperasi di RTK 108 Nggalak Rego.
Baca: JPIC OFM Minta Polisi Usut Tuntas Kasus Embung Wae Kebong
Saat itu, Menhut langsung turunkan tim investigasi ke lokasi. Hasilnya, sebulan kemudian Menhut menerbitkan surat yang intinya meminta Gubernur dan Kapolda NTT untuk proses hukum lebih lanjut.
“Jadi kalau benar embung itu dibangun dalam kawasan hutan, maka ini kali kedua Pemkab Manggarai memberikan ijin melakukan kegiatan dalam kawasan hutan tanpa IPPKH,” imbuhnya.
Sebelumnya diberitakan, pembangunan embung ini ditentang oleh sejumlah pihak karena dibangun di dalam Kawasan Hutan Lindung tanpa mendapatkan surat izin pinjam pakai kawasan hutan dari Menteri Kehutanan. Hal ini jelas menyalahi ketentuan yang diatur dalam UU 41/1999 Tentang Kehutanan.
Embung ini dibangun dengan biaya senilai Rp 1.248.422.000 dari APBD Manggarai 2016 dan memakan areal hutan sekitar 3 hektar. (Ferdiano Sutarto Parman/VoN).