Bajawa, Vox NTT- Para mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Ngada menolak radikalisme yang dimotori Front Pembela Islam (FPI).
Menurut dua organisasi Cipayung tersebut FPI telah mendatangkan dampak buruk dan menimbulkan perpecahan, serta konflik yang menggurita di seluruh pelosok negeri.
Ketua PMKRI Cabang Ngada Ari Belo pada aksi damai di Kota Bajawa, Senin (14/5/2017), menegaskan pihaknya bersama GMNI menilai negeri ini sedang terjadi mafia keadilan, manipulasi kebenaran dan perselingkuhan kepentingan elit.
Hal ini tentu saja lanjut Ari, telah berdampak pada rusaknya semangat Nasionalisme dan hilangnya nilai pluralisme, serta melemahnya semangat toleransi.
Dikatakannya persoalan isu Sara (Suku, Agama, Ras, dan Golongan) juga telah mencemaskan pula masyarakat Ngada karena dapat mengganggu toleransi.
“Investigasi kami telah pula ada paham radikalisme yang masuk ke Ngada dengan cara tersendiri menyebarkan paham itu. Sangat jelas terlihat pembiaran sehingga bukan tidak mungkin akan berkembang di tanah Ngada ini,” tegas Ari.
Agustinus L.Ndona, salah satu aktivis Cipayung Ngada mengatakan, pemerintah harus berani mengambil sikap tegas kepada kaum radikal dan Ormas FPI.
Secara lokal kata dia, persoalan radikalisme terdapat pula kebijakan dan regulasi oleh pemimpin daerah yang cenderung merugikan masyarakat. Sejumlah kebijakan itu kemudian berpotensi merusaknya tatanan masyarakat Ngada.
Dalam aksi damai itu, PMKRI dan GMNI mendesak DPRD Ngada mengeluarkan rekomendasi menolak paham radikalisme dan bubarkan ormas radikal.
Mereka juga mendesak Presiden Joko Widodo segera bebaskan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Gubernur DKI Jakarta dan proses hukum Rizieq Shihab, pimpinan Ormas FPI.
Cipayung Ngada juga mendesak segera membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang Administrasi Penduduk, berkoordinasi membuat peraturan khusus dalam proses penerbitan KTP bagi penduduk dari luar yang masuk ke Ngada. Selain itu, membentuk Perda penegakan Budaya dan penertiban warga.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Ngada Dorotea Dhone mengatakan perjuangan luhur untuk keutuhan NKRI hendaknya tidak keluar dari perjuangan utama dan tidak membuat tersinggung, serta membias.
“Jangan berhenti berjuang dan bicara bila ada yang tidak beres. Jangan takut menyuarakan hal yang benar tetapi dalam nuansa kebersamaan. Banyak sekali sesama saudara kita lainnya yang juga lawan radikal karena mereka Nasionalis,” katanya.
Pimpinan DPRD Ngada lainnya Selly Raga Tua mengatakan, radikalisme harus dilawan dengan cinta kasih dan hal itu merupakan perjuangan bersama.
“Ahok adalah simbol nilai NKRI. Bukan simbol China atau minoritas sehingga semua punya tugas mempertahankan NKRI,” katanya.
Dikatakan bahwa pihaknya akan menyampaikan dengan mitra kerja akan penertiban KTP. Dan, memang penting agar warga luar Ngada yang telah lama menetap di kabupaten itu, tapi KTP luar perlu ditertibka. Karena aturannya wajib lapor di RT 1 kali 24 jam. (Arkadius Togo/VoN)