Kefamenanu,Vox NTT-Pihak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nekertrans) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten TTU terkesan saling lempar “bola panas” terkait persoalan sertifikat tanah milik masyarakat Desa Naiola Timur, Kecamatan Bikomi Selatan. Sertifikat tanah ini belum diterima oleh masyarakat sejak tahun 2004 silam.
Hal tersebut nampak saat kedua pimpinan instansi itu diwawancarai VoxNtt.com di ruang kerjanya masing-masing, Rabu (24/5/2017).
Jeny Selfiana, Kepala Kantor BPN Kefamenanu ketika ditemui di ruang kerjanya menjelaskan, persoalan sertifikat tanah milik masyarakat Desa Naiola Timur sebenarnya sudah tidak bermasalah lagi. Itu karena saat ini sertifikat tersebut sudah ada.
Namun persoalannya saat ini kata Jeny, yakni orang yang menempati bidang tanah yang terdapat pada sertifikat tersebut. Sekarang bukan lagi ditempati orang yang ada dalam sertifikat.
Sehingga pihak Jeny masih menunggu data terbaru dari pihak Dinas Nakertrans TTU dan juga pihak pemerintah desa untuk segera melakukan perubahan. Sertifikat tersebut kemudian bisa diberikan jika sudah melakukan perubahan.
“Kalau kita dari BPN tidak ada masalah karena sertifikatnya sudah ada, namun karena yang berhak terima sertifikat ini sudah tidak ada lagi orangnya dan yang mendiami tempat itu sekarang orang baru, makanya kita masih tunggu pendataan ulang dari Nakertrans dan pemerintah desa,” tegas Jeny.
Terkait adanya masyarakat yang membayar pajak walaupun sertifikatnya belum diterima, Jeny menjelaskan hal itu sudah menjadi kewajiban dari setiap warga Negara yang menggelola tanah. Mereka wajib hukumnya untuk membayar pajak. Pajak tersebut tidak bisa dijadikan sebagai dasar legal kepemilikan atas tanah tersebut.
Sementara itu , Nanang Wismadi Kepala Bidang Transmigrasi pada Dinas Nakertrans TTU kepada VoxNtt.com di ruang kerjanya membantah kalau persoalan sertifikat tanah milik masyarakat Desa Naiola Timur tersebut disebabkan oleh belum adanya data terbaru terkait kepemilikan tanah masyarakat.
“Tidak benar begitu, sertifikat tanah yang dikeluarkan oleh BPN Kefamenanu tersebut sudah gugur demi hukum karena wilayah tersebut berada di dalam kawasan hutan, jadi bukan karena kita belum ada data terbaru,” tegasnya.
Nanang menjelaskan, masyarakat yang bermukim di Desa Naiola Timur saat ini bukan dari program Translok, namun dari unit pengungsia.
Namun karena saat itu pihaknya sementara melakukan pendataan translok maka pihaknya juga dilibatkan di dalam urusan sertifikat.
Nanang menambahkan, informasi yang diperolehnya saat ini SK review kawasan hutan dari Kemenhut sudah dipegang oleh pihak kehutanan UPT Kabupaten TTU.
“Coba pak tanya di (Dinas) Kehutanan saja, SK review kawasan hutan sudah ada di mereka,” tandasnya.
Senada dengan pihak Nakertrans, Matheus Kono, Kepala UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan Kabupaten TTU mengaku sertifikat yang diterbitkan oleh BPN beberapa tahun lalu tersebut sudah gugur demi hukum. Itu karena wilayah Desa Naiola Timur tersebut berada di dalam kawasan hutan.
Namun setelah ada koordinasi dengan pihak Pemda TTU dan juga pihak kehutanan, saat ini dari Kemenhut sudah menerbitkan SK review kawasan hutan tersebut pada tahun 2016 lalu.
“SK review dari Kemenhut sudah ada,sementara kita berkoordinasi dengan pemda dan pemprov terkait biaya untuk pemasangan pilar batas hutan saja,” ungkapnya sambil menunjukkan SK review kawasan hutan tersebut.
Untuk diketahui, pada hari Senin 22 Mei 2017 masyarakat Desa Naiola Timur dan beberapa organisasi kemahasiswaan yang tergabung dalam aliansi perjuangan rakyat melakukan aksi demonstrasi ke Kantor bupati TTU. Salah satu point tuntutannya yakni mendesak Pemda TTU untuk segera membantu memfasilitasi masyarakat untuk mendapatkan sertifikat tanah.
Baca: Pemda TTU Dinilai Tidak Peka Terhadap Persoalan Warga Naiola Timur
Pasalnya sejak dilakukan pengukuran oleh BPN dan beberapa instansi terkait lainnya pada tahun 2004 lalu, hingga kini masyarakat Desa Naiola Timur belum mendapatkan sertifikat tanah.Padahal setiap tahunnya pajak tanah selalu dibayar oleh masyarakat. (Eman Tabean/VoN)