Oleh: Dr. Drg. Ernawati Harman, Sp. BM
Anggota Centre for Ageing Studies (CAS-UI)
Hari Lanjut Usia Nasional dicanangkan secara resmi oleh Presiden Soeharto di Semarang pada 29 Mei 1996 untuk menghormati jasa Dr KRT Radjiman Wediodiningrat yang di usia lanjutnya memimpin sidang pertama Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Penetapan tanggal 29 Mei sebagai Hari lanjut Usia Nasional menunjukkan bentuk perhatian dan kepedulian pemerintah terhadap orang yang lanjut usia. Menurut Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut usia, Lanjut usia adalah orang yang telah berusia 60 tahun ke atas.
WHO (1999) menggolongkan lanjut usia kronologis/biologis menjadi 4 kelompok, yaitu usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) berusia antara 60 tahun sampai 74 tahun, lanjut usia (old) usia 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun. Sedangkan Nugroho menyimpulkan bahwa lanjut usia adalah orang yang telah berumur 65 tahun ke atas.
Lansia Saat Ini
Sensus penduduk tahun 2010, memperlihatkan bahwa jumlah balita dan anak (0-9 tahun) sebanyak 45,9 juta; remaja (10-24 tahun) sebanyak 64 juta jiwa, serta lanjut usia (60 tahun keatas) sebanyak 23,9 juta atau jiwa sekitar 10% dari seluruh penduduk.
Dalam kurun waktu 35 tahun sejak tahun 1990, jumlah lanjut usia (lansia) di Indonesia meningkat 414% dan pada tahun 2025 akan berada pada peringkat kelima negara dengan lansia terbesar.
Kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, majunya ilmu pengetahuan serta teknologi terutama dalam bidang kedokteran, promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan pelayanan kesehatan mengakibatkan meningkatnya umur harapan hidup manusia (life expectancy).
Peningkatan umur harapan hidup mengakibatkan jumlah orang lanjut usia menjadi bertambah dan ada kecenderungan akan meningkat dengan cepat. Meningkatnya jumlah lanjut usia akan menimbulkan berbagai permasalahan yang komplek bagi lanjut usia, bagi keluarga dan masyarakat.
Dewasa ini telah terjadi pergeseran epidemiologis penyakit dari penyakit menular menjadi penyakit degeneratif (penyakit karena usia).
Secara alami proses penuaan mengakibatkan perubahan fisik dan mental, yang mempengaruhi kondisi ekonomi dan sosialnya. Perubahan ini sangat berpengaruh terhadap kemandirian lanjut usia dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
Umumnya fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada usia 20 dan 30 tahun. Setelah mencapai puncaknya, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai dengan bertambahnya umur.
Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah. Menua bukanlah suatu penyakit melainkan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi stressor dari dalam maupun luar tubuh.
Pada umumnya setelah memasuki fase lanjut usia, orang akan mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lanjut usia menjadi semakin lambat.
Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat lanjut usia menjadi kurang gesit.
Menurunnya kedua fungsi tersebut akan menjadikan lanjut usia tidak dapat beraktivitas dengan baik sehingga mengakibatkan semakin bertambahnya ketidakmampuan tubuh dalam melakukan berbagai hal. Oleh sebab itu orang lanjut usia lambat laun kehilangan berbagai kemampuan untuk menyelesaikan suatu permasalahan dan perlahan menjadi emosional.
Penuaan atau menjadi tua adalah suatu proses alamiah dan kadang kadang tidak tampak. Proses alamiah ini disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang akan saling berinteraksi satu sama lain.
Proses menua yang terjadi pada lanjut usia dapat digambarkan melalui tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment), keterbatasan fungsional (functional limitations), ketidakmampuan (disability), dan keterhambatan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran.
Demensia
Salah satu sistem tubuh yang mengalami kemunduran pada usia tua adalah sistem kognitif atau intelektual yang sering disebut demensia.
Demensia merupakan penyebab kematian ke-4 setelah penyakit jantung, kanker dan stroke. Sampai saat ini diperkirakan ada 30 juta penduduk dunia yang mengalami demensia dengan berbagai sebab seperti karena penyakit, trauma, obat-obatan, dan depresi.
Diperkirakan 2 juta penduduk Amerika Serikat mengalami demensia berat dan 1 sampai 5 juta mengalami demensia ringan sampai sedang. Sedangkan di Indonesia 15 % dari jumlah penduduk lanjut usianya mengalami demensia.
Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan kemunduran kognitif dan fungsional. Seorang penderita demensia memiliki fungsi intelektual yang terganggu dan menyebabkan gangguan dalam aktivitas sehari-hari maupun hubungan dengan orang sekitarnya.
Penderita demensia juga kehilangan kemampuan untuk memecahkan masalah, mengontrol emosi, dan bahkan bisa mengalami perubahan kepribadian dan masalah tingkah laku seperti mudah marah dan berhalusinasi.
Tanda-tanda awal demensia tidak jelas. Gejala awal yang sering menyertai demensia antara lain terjadinya penurunan kinerja mental, fatique, mudah lupa, dan gagal dalam melakukan tugas. Selain itu gejala umum yang sering terjadi antara lain mudah lupa, aktivitas sehari-hari terganggu, terjadinya disorientasi, cepat marah, berkurangnya kemampuan konsentrasi.
Orang-orang dengan demensia membutuhkan perawatan khusus. Dibandingkan dengan penerima perawatan jangka panjang, mereka membutuhkan perawatan personal dengan waktu dan pengawasan lebih, yang seluruhnya berhubungan dengan beban para perawat yang lebih besar dan biaya yang lebih tinggi.
Itulah mengapa demensia perlu menjadi prioritas kesehatan publik dan perencanaan yang memadai perlu diimplementasikan agar penderita demensia dapat hidup dengan baik.
Kondisi ini merupakan suatu tantangan untuk mempertahankan kesehatan dan kemandirian para lanjut usia agar tidak menjadi beban bagi dirinya, keluarga maupun masyarakat.
Salah satu cara penanganan demensia adalah dengan memberikan latihan olahraga. Beberapa penelitian yang dilakukan di berbagai bagian dunia menunjukkan bahwa latihan olahraga yang teratur pada populasi lanjut usia masih memungkinkan perbaikan kapasitas aerobik, sirkulasi darah dan berbagai organ organ lain. Hanya saja intensitas dan jenis latihan harus disesuaikan secara individual.***