Ruteng, Vox NTT- Kepala Desa (Kades) Waling Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Feliks Gat menanggapi soal proses hukumnya yang sedang bergulir di Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Manggarai. Ia memandang proses hukum tersebut merupakan hal biasa yang harus dihadapinya dengan baik.
“Saya hanya tunggu saja. Saya tidak tahu persis bagaimana mereka punya keterangan. kan saya sendiri belum diinterogasi sama petugas (Kepolisian). Sekarang kan Pulbaket. Yang diminta itu keterangan dari saksi, keterangan Dusun dan keterangan RT/RW,” katanya melalaui telepon, Rabu (31/5/2017) lalu.
Kades Gat mengklaim bahwa dirinya sama sekali tak berurusan dengan beras miskin (Raskin). Menurutnya, di Desa Waling itu Raskin diurus oleh Satuan Tugas (Satgas) yang dibentuknya dengan Surat Keputusan (SK) Kepala Desa. Hal itu ia lakukan sejak dirinya mulai menjabat Kades Waling tahun 2011 lalu.
“Satgas itu bertugas untuk mengumpulkan atau memungut uang dari pemilik beras atau RTSPM. Setelah mereka pungut mereka stor ke saya dan saya hanya antar ke Dolog. Nanti kalau berasnya tiba di desa yang distribusi beras itu Satgas itu sendiri, bukan saya. Saya tidak terlibat ,” pungkasnya.
Saat disinggung soal dugaan pemotongan jatah Raskin Rumah Tangga Miskin Penerima Manfaat (RTSPM) sebagaimana dituduhkan sekelompok warganya, Kades Gat membantah.
“Itu kan di persidangan kita buktikan. Kami punya bukti juga. Tidak benar itu. Itu haknya mereka mau bilang apa. Mereka mau sampaikan apa saja terserah mereka, tapi kami punya bukti. Kalau mereka punya bukti pemotongan silakan,” ujarnya.
Baca: Kapolres Manggarai Bantah Mediasi Kasus Raskin Desa Waling Matim
Selain membantah potongan Raskin, Kades Gat juga membantah keras tuduhan bahwa dirinya melakukan penggelembungan (mark up) harga Raskin.
“Tanya mereka apa mereka punya uang itu stor ke saya atau ke mana? Itu tadi saya jelaskan saya punya Satgas. Bukti yang Satgas kasih ke saya ya 1600 dan memang harganya 1600,” jelasnya.
Karena itu, ia berharap agar masalah ini tidak boleh dibawa ke proses hukum, melainkan diselesaikan secara kekeluargaan. Harapan tersebut bertolak dari pertimbangan bahwa yang membawanya ke proses hukum itu seluruhnya merupakan warga Desa Waling.
“Karena terus terang, saya kasihan saksi pelapor itu tinggal di kebun saya punya warga yang notabene bagaimana ya? Saya juga merasa iba dengan mereka. Sampai kemarin ada yang mengaku keliru dan saya terima sebagai bapa. Hal ini kan hal yang lumrah dalam hidup bermasyarakat. Kalau seorang anak memfitnah bapa, sebaliknya bapa memfitnah anak itu hal yang lumrah,” pintahnya. (Ferdiano Sutarto Parman/VoN)