Oleh: Eras San*
Mahasiswa STFK Ledalero
Tour de Flores jilid II sebentar lagi akan dilaksanakan, tepatnya pada tanggal 24 sampai 29 Juli 2017. Event internasional ini dalam pandangan pemerintah sangat berpeluang untuk menarik wisatawan ke Flores. Karenannya, event ini patut didukung.
Saat ini pemerintah kabupaten di seluruh Flores sedang mempersiapkan segala sesuatu dalam rangka menyukseskan event ini. Rapat koordinasi antar bupati dan gubernur serta pihak terkait telah dilaksanakan guna membahas persiapan event.
Hal ini menunjukkan betapa pemerintah serius untuk mendukung kegiatan ini. Dana miliaran rupiah pun tak segan-segan digelontorkan guna mendukung ajang balap sepeda internasional ini.
Pengembangan sektor pariwasata di Flores tentu harus didukung oleh masyarakat sejauh pemerintah tidak tutup mata terhadap persoalan lain (misalnya kemiskinan).
Kemiskinan di NTT pada umumnya dan Flores khususnya sudah pada taraf yang mengkhawatirkan. Peringkat buntut untuk provinsi dengan tingkat kemiskinan selalu melekat dengan provinsi ini.
Hal ini harus jadi pertimbangan pemerintah dalam setiap program pembangunan. Sangat tragis kalau pemerintah tidak menyibukan diri untuk menyelamatkan rakyatnya dari lingkaran setan kemiskinan sementara di depan mata masyarakat akan berhadapan dengan persaingan ekonomi melalui investasi pariwisata.
Penggunaan dana miliaran rupiah untuk event ini tentu memunculkan banyak tanya. Apakah layak dana miliaran rupiah digelontorkan untuk pesepeda yang HANYA lewat di daerah kita?
Sementara pada saat yang sama kemiskinan merajalela di NTT. Ulasan tentang layak dan tidaknya dana tersebut dapat diketahui melalui pembedahan makna event ini.
Masalah Pariwisata
Tour de Flores haruslah dilihat sebagai sebagai investasi untuk masa depan. Event-event sekelas Tour de Flores tentu bertujuan untuk mempromosikan aset pariwasata kepada turis yang mungkin belum mengenal Flores dan segala aset wisata di dalamnya. Praktisnya mereka (turis) dapat mengunjungi Flores di masa depan sehingga mendongkrak pemasukan daerah.
Pemerintah pun kegirangan dalam ambisi imajinatif itu. Pemerintah tak ragu menargetkan ribuan turis akan mengunjungi Flores dalam waktu dekat. Setidaknya kunjungan ke Flores meningkat pasca Tour de Flores.
Sebagai ajang income untuk masa depan, pemerintah harus memperhatikan persolan yang santer sekarang ini. Pemerintah tidak boleh “dininabobokan” dengan target besar di masa depan sementara persiapan masyarakat menyongsong dunia pariwisata masih rendah.
Kemiskinan yang menyebar rata di seluruh NTT harus jadi prioritas pemerintah. Solusi harus digalakkan guna membebaskan masyarakat NTT dari kemiskinan.
Seperti yang kita lihat sekarang pedagang besar menguasai sektor ekonomi di NTT sementara pedagang kecil tidak lagi memiliki tempat dalam kanca persaingan ekonomi. Belum lagi bicara soal partisipasi masyarakat dalam membaca peluang pariwisata.
Pertanyaan mendasar adalah bisakah masyarakat NTT turut berpartisipasi dalam investasi pariwisata sementara pada saat yang sama masih didera oleh kemiskinan ekonomi, rendahnya kualitas pendidikan dan skill serta mental berwirausaha yang belum memadai?
Soal lain misalnya polemik di Manggarai Barat mengenai kepemilikan Pantai Pede yang sedang hangat dibicarakan.
Persoalan seperti ini harus diselesaikan dengan cepat oleh pemerintah. Jangan sampai niat untuk mengembangkan pariwisata dicederai oleh permasalahan internal pemerintah (Bdk. Masalah kepemilikan Pantai Pede).
Sehingga fokus pemerintah nantinya tidak hanya pada ranah masalah tetapi lebih ke ranah pengembangan pariwisata yang berdampak langsung bagi rakyat.
Persolan-persoalan seperti ini harus diperhatikan pemerintah. Pemerintah harus peka terhadap permasalahan seperti ini kalau mau pariwisata NTT berdampak langsung bagi masyarakat.
Jangan sampai jargon “demi kesejahteraan masyarakat” dijual demi kepentingan kroni pejabat saja dan penguasaha kaya yang berdiri di belakangnya. Alhasil masyarakat hanya menjadi penonton dalam semarak bisnis pariwisata di NTT.