*Puisi-puisi Francis Mura
LIMA JARI IBU I
Lima jari ibu berdiri tegak
Menopang rumah mengatap anak
Biar tidak roboh jua koyak.
Suatu hari ibu jari ibu luka
Tersayat belati anak negeri
Yang merasa diri tiri.
(Wailiti, 1 Juni 2017)
LIMA JARI IBU II
Lima jari, membelai tanpa kecuali
Hitam putih, warna warni.
Mulai dari sudut rumah tanpa pelita
Hingga ruang paling benderang
Ketika musuh datang
Lima jari ibu mengepal, kokoh
Menghujam jantung penjahat
Tanpa ampun.
(Pondok Rogate, 1 Juni 2017)
*Francis Mura Lahir, Diawatu- Nagekeo 13 April 1993
Alumnus SMAN 1 Keo Tengah, Maunori- Nagekeo, Flores
Saat ini menjadi Mahasiswa STFK Ledalero, Maumere
Tinggal di Biara Rogationis- Maumere
————————————————————————————————————————————
Pesan Ke-Indonesiaan dari Lima Jari Ibu
(Catatan Atas Puisi-puisi Francis Mura)
Oleh Hengky Ola Sura-Redaksi Seni Budaya VoxNtt.com
Mendalami puisi Lima Jari Ibu I dan Lima Jari Ibu II dari Francis Mura kita diajak merefleksikan situasi kebangsaan. Dari rumah yang bernama Indonesia Lima Jari Ibu I melukiskan peluk Ibu Pertiwi yang tetap tampak merangkul. Dan pada Lima Jari Ibu II mengungkapkan ibu yang melindungi itu penuh amuk dan amarah. Francis dan tentunya pembaca puisi-puisinya pada edisi ini diajak untuk melihat realitas tentang wajah negeri atau ibu pertiwi yang sendu, yang karut-marut. Dua puisi ini tampak sangat sederhana dengan permainan diksi yang biasa saja tapi menghadirkan pesan pembacaan yang kuat untuk melihat ke-Indonesiaan kita yang pluralis itu.
Puisi atau karya seni lainnya saya kira adalah pengungkapan semacam harmoni, keseimbangan dasariah antara segala kenyataan di atas bumi. Fenomen dasar seni adalah keindahan yang berkarakteristik sekaligus objektif dan subyektif. Seni objektif sejauh yang indah itu menampakkan diri dalam dirinya sendiri. Sedangkan subjektif sejauh yang indah itu menampakan diri kepada kesadaran manusia sebagai pemberi arti, untuk kemudian melahirkan bentuk-bentuk simbolis seni (karya seni). Namun pada dasarnya bentuk-bentuk karya seni dijadikan dari persatuan dua kutub di atas. Maka dua puisi dari Francis adalah gerak jiwa atau gerak hidup yang diberi nilai estetis sehingga mengajak kita untuk aktif dan membebaskan yang sendu juga karut-marut itu.
Puisi Lima Jari Ibu I dan Lima Jari Ibu II jika saja dirunut pada praksis kebudayaan ke-Indonesiaan yang pluralis, maka ia mengandung pesan moral untuk tidak membuat pertiwi yang khas karena keberagaman itu menjadi sendu karena laku anak bangsanya. Lima jari ibu tetap harus diwujudkan dalam kebanggan karena semua merasa berumah bernama Indonesia.***