Oleh: Hengky Ola Sura
Tulisan ini lahir dari beberapa keluhan staf pegawai adminstratif dan para operator sekolah yang saya temui dalam beberapa kali perjumpaan di dua kabupaten yakni, Flores Timur dan Sikka.
Hal yang mereka keluhkan adalah kesibukan guru-guru bersertifikasi yang menurut mereka saking terlalu sibuk, sampai lupa urusan untuk mengajar dan membimbing peserta didik di sekolah.
Ketika uang sertifikasi tiba kebanyakan guru meninggalkan kelas dan memilih datang ke kantor dinas pendidikan untuk urusan sertifikasi.
Sudah begitu kegagapan teknologi yang justru dialami oleh guru-guru bersertifikasi itu membuat beban tersendiri bagi para pegawai adminstratif, dan tenaga operator sekolah yang harus terus-menerus ikut mengurus sertifikasi para guru tadi.
Ada komentar yang cukup miris dari mereka bahwa sekalipun uang sertifikasi itu terima terus tapi kalau kualitas pendidikan di sekolah yang standar saja maka sama saja.
Sertifikasi sama sekali tidak berbanding lurus dengan kualitas peserta didik. Keluhan ini sangat tendensius memang tetapi menjadi satu alasan bagi saya untuk menulis tentang sertifikasi.
Sertifikasi guru pada galibnya adalah meningkatkan keprofesionalitasan guru. Sayangnya sertifikasi tersebut hemat saya masih serampangan dimengerti oleh banyak pihak, termasuk guru yang disertifikasi.
Sertifikasi pada umumnya dipahami sebagai usaha mendapatkan uang (baca, kesejateraan). Benar bahwa dengan mendapatkan tunjangan hidup dan kehidupan pahlawan tanpa tanda jasa, pahlawan tanpa pamrih, akan menjadi lebih layak.
Uang hasil sertifikasi adalah hak yang patut didapatkan dari jerih payah mendidik peserta didik.
Namun guru yang disertifikasi, hemat penulis hendaknya tidak lupa bahwa dengan disertifikasi beban moril dan tanggung jawab keprofesionalitasan musti semakin nampak dan membumi dalam mendidik dan membina peserta didik.
Mengapa demikian? Alasannya jelas bahwa sertifikasi adalah untuk meningkatkan keprofesionalitasan.
Undang-undang guru dan dosen No 14 tahun 2005 dan permendiknas No 18 tahun 2007 tentang sertifikasi guru dalam jabatan sesungguhnya sebuah rapor istimewa yang menunjukkan eksistensi keprofesionalitasan seorang guru.
Sertifikasi menjadi dasar pijak seorang guru boleh menepuk dada dengan bangga, inilah saya, guru yang profesional. Dengan sertifikasi, guru pun boleh menerima tunjangan yang lumayan memberikan penghidupan yang layak.
Guru yang pada masa-masa sebelumnya termarginal kini boleh berbahagia dengan perhatian dari pemerintah. Perhatian dari pemerintah dengan adanya UU guru dan dosen serta permendiknas tentang sertifikasi guru dalam jabatan menuntut guru untuk terus-menerus belajar.
Menuntut guru untuk meningkatkan kompetensinya. Menurut Depdiknas (2004:7) kompetensi didefinisikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
Secara umum disimpulkan bahwa kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melakasanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak.
Menunjukkan kualitas dalam mengajar yang berbentuk pada penguasaan pengetahuan dan profesional. Guru bukan saja harus pintar tetapi harus kreatif menyajikan materi bagi peserta didiknya.
Kompetensi yang perlu dimiliki oleh seorang guru antara lain kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial.
Kompetensi pedagogik artinya guru harus mampu mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman peserta didik, perancangan dan evaluasi hasil belajar.
Kompetensi kepribadian maksudnya bahwa guru harus memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dewasa dan arif, berwibawa menjadi teladan serta beraklak mulia.
Kompetensi profesional, berarti guru menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam.
Sedangkan kompetensi sosial menekankan bahwa guru adalah bagian dari masyarakat mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik dan orang tua siswa.
Dengan demikian jabatan guru menjadi jabatan profesional yang hemat saya saat ini banyak diincari. Ramai-ramai orang sekolah mau jadi guru.
Pertanyaannya apakah semua yang saat ini menjadi guru adalah guru yang profesional. Semua pekerjaan yang dijalankan adalah proses tetapi apakah ketika berhadapan dengan pelikya kegagalan dalam pendidikan lalu kita semua hanya mampu mengatakan ini bagian dari proses?
Tentu tidak, pada titik ini guru yang disertifikasi harus menunjukkan’taringnya’ bahwa sebagai guru yang profesional sudah sepatutnya mampu mengatasi persoalan dalam bidang pendidikan.
NTT yang lima tahun belakangan ini terpuruk prosentase kelulusan serta prestasinya, diharapkan mampu mendongkrak ‘wajah’ bumi flobamora ini dengan prosentase mutu dan prestasi yang membanggakan dari usaha guru, terlebih guru yang disertifikasi.
Dengan demikian jabatan guru menjadi jabatan profesional yang menarik bagi para calon guru yang saat ini jumlahnya paling banyak di kampus-kampus NTT untuk juga sungguh-sungguh belajar.
Bercermin dari kegagalan yang selama ini menggerogoti pendidikan kita di NTT yang terpuruk, saya yakin bahwa sertifikasi guru merupakan sebuah moment yang tepat untuk meningkatkan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual peserta didik.
Semuanya telah menjadi nyata dari empat kompetensi seperti yang disebutkan di atas. Sertifikasi guru hendaknya menjadi ‘dian’ bagi terangnya pendidikan kita.
Pembelejaran Yang Menyenangkan
Salah satu contoh praktis yang saya temukan selama menjad guru di SMP-SMA Seminari Bunda Segala Bangsa Maumere pada tahun 2012 adalah pembelajaran kreatif dan menyenangkan dari para guru kepada para peserta didik.
Belajar tidak hanya di kelas tetapi juga di alam bebas/lingkungan seputar sekolah, adanya kelompok-kelompok studi, dimana siswa yang memiliki kemampuan sangat bagus membaur diantara kawan-kawan kelompoknya yang memiliki kemampuan sedang atau tidak mampu sama sekali.
Siswa yang sangat mampu menjadi guru kecil atau tutor untuk kawan-kawannya.
Kelompok-kelompok ekstrakurikuler dan motivasi yang senantiasa diberikan oleh para guru dan wali kelas pada setiap pagi sebelum pelajaran dimulai.
Kegiatan-kegiatan tersebut memiliki daya guna untuk mengembangkan kemampuan dan wawasan peserta didik.
Sertifikasi guru sudah sepatutnya melecutkan semangat dan kreatifitas guru untuk ‘menjangkau yang tak terjangkau’. Mencapai yang belum tercapai. Tidak harus menciptakan manusia-manusia super genius tetapi mencapai pemerataan mutu pendidikan.
Semua anak didik dilahirkan membawa bakat mereka sendiri, sehingga mereka semua punya kelebihan yang tidak dipunyai oleh orang lain.
Dibutuhkan peran dan strategi guru untuk mengenal secara holistik peserta didiknya dan memotivasi mereka. Pendidikan adalah bagaimana membangkitkan semangat sehingga potensi yang ada lebih maksimum.
Untuk itu suasana pendidikan harus menyenangkan antara guru dan murid. Jadikan anak didik mitra dan teman bertukar pengalaman, bangun image bahwa guru adalah orang tua mereka di sekolah. Katakan bahwa mereka bisa dan mampu untuk berprestasi.
Ajak mereka dan beri contoh bukan perintah. Beri mereka pujian atas prestasi yang mereka capai sekecil apa pun itu agar mereka juga mampu menghargai keberhasilan orang lain. Beri mereka kebebasan yang selalu dalam bimbingan.
Katakan kepada mereka jangan biarkan dunia berubah tanpa mereka ikut dalam perubahan itu. Biarkan mereka berkembang dan berkarya dengan tidak melupakan bahwa karya yang mereka lakukan mempengaruhi sesama di sekitarnya (Elfindri dan Rasmita, 2006).
Pemerintah telah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada guru untuk terus meningkatkan profesionalismenya dengan disertifikasi.
Guru yang telah disertifikasi hendaknya menjadikan sertifikasi sebagai cambuk yang membebaskan dirinya sebagi pendidik untuk terus menjadi guru yang berkualitas.
Tidak asal sibuk dengan urus sertifikasi, memenuhi kantor dinas dan membiarkan anak-anak terlantar di kelas tetapi musti merasa terpanggil untuk membangun dan menjadikan peserta didik sebagai manusia Indonesia yang sesuai dengan fitranya yang hakiki, memiliki
inteljensia, kecerdasan spiritual dan emosional yang tangguh.
Kalau tidak maka uang hasil sertifikasi sebagai bukti perhatian pemerintah tersebut benar-benar menjadi ironi. Guru dapat uang lalu peserta didiknya terlantar. Semoga sertifikasi guru tidak sampai terjadi demikian.
Penulis adalah Staf Redaksi VoxNtt.com Bidang Sastra