Atambua,Vox NTT-“Bukan lautan, hanya kolam susu. Kail dan jala cukup menghidupimu. Tiada badaii dan topan kau temui. Ikan dan udang menghampiri dirimu. Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman”
Demikian penggalan syair lagu Koes Plus yang tersohor dan inspirasinya lahir dari tempat wisata Kolam Susuk yang terletak di desa Dualaus, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu.
Sayangnya, kondisi Kolam Susuk yang dulu tersohor, kini tinggal nama.
Obyek wisata tersebut sudah lama dibiarkan dan tidak dirawat dan dikelola dengan baik oleh Dinas Pariwisata Kabupten Belu.
Warga desa Dualaus ketika ditemui di Kolam Susuk, Minggu (20/8/17) menyayangkan kondisi obyek wisata Kolam Susuk yang sangat memprihatinkan.
Betapa tidak, selain kolamnya yang sudah tidak terawat, fasilitas pendukung seperti kamar mandi, WC dan lumbung-lumbung kecil yang dibangun di sekitar area kolam dibiarkan dalam keadaan rusak total.
Pantauan VoxNtt. com di lokasi Kolam Susuk, tiga buah WC umum yang dibangun sudah tidak digunakan dan berubah menjadi tempat sampah yang baunya sangat menyengat.
Selain baunya menyengat, WC yang ada sudah tidak dialiri air. Bak penampung air dan closet berubah menjadi tempat sampah.
Selain WC dan kamar mandi yang mubazir, beberapa rumah pendopo kecil yang dibangun di sepanjang pinggir kolam sudah mulai rusak dan tidak terawat. Bahkan, ada rumah pendopo yang sudah roboh.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan upaya pemerintah daerah yang gencar mempromosikan potensi wisata di kabupaten Belu.
Promosi itu dilakukan melalui kegiatan-kegiatan konser perbatasan yang sudah dilakukan sejak 2016 lalu.
Leonardus (28) Warga Desa Dualau yang rumahnya tidak jauh dari Kolam Susuk, sangat menyayangkan keadaan tempat wisata itu tidak dirawat sejak lima tahun terakhir.
Dirinya mengharapkan agar obyek wisata Kolam Susuk direnovasi. Pemerintah juga diminta untuk mengadakan event, sehingga dapat menarik wisatan untuk berkunjung ke Kolam Susuk.
“Ini (kolam susuk-red) kalau dirawat dengan baik, orang akan datang berkunjung dan masyarakat di sini bisa menjual hasil dan mendapatkan penghasilan tambahan. Di sini bisa diadakan lomba mancing kalau kolamnya dirawat dan dilepas bibit ikan yang baik,” pungkas Leo kepada VoxNtt.com.
Selain Leonardus, Minggus warga Desa Dualaus bersama dua orang temannya yang ditemui sementara memancing ikan di Kolam Susuk juga mengakui hal yang sama.
Mereka mengatakan sudah beberapa tahun terakhir, Kolam Susuk sepi pengunjung. Dia hanya menjadi tempat mancing bagi orang-orang tertentu yang memiliki hobi memancing.
Selain fasilitas yang tidak terawat, pos penjaga yang berada persis di samping kanan pintu masuk tidak ditempati petugas.
Minggus mengaku untuk masuk ke obyek wisata Kolam Susuk tidak dikenakan biaya karcis. Sebab tampak sepi pengunjung. Apalagi pengunjung hanya warga setempat. Mereka datang untuk memancing ikan.
“Di sini tidak ada karcis karena kami datang hanya untuk pancing. Kalau ada pengujung, paling hari Minggu ada karcis, tapi itu kecuali ada petugasnya,” jelas Minggus yang diamini dua temannya.
Minggus menambahkan jika obyek wisata Kolam Susuk dirawat dengan baik, maka akan ada banyak pengunjung yang datang.
Karena itu dia meminta agar pemerintah setempat segera membangun kembali pondok-pondok kecil dan
melepas bibit ikan sehingga diadakan event mancing.
“Ini kalau dibiarkan seperti ini maka orang malas datang ke sini. Kalau pemerintah bangun pondok dan lepas bibit ikan seperti ikan bandeng dan kalau ikannya sudah besar bisa buat lomba mancing di sini. Tapi kalau seperti ini orang juga malas datang,” tegas Minggus.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Belu, Johanes Andes Prihatin yang ditemui di ruang kerjanya, Selasa (22/8/2917) menjelaskan, sebenarnya grand design pengembangan obyek wisata Kolam Susuk sudah ada sejak tahun 2015.
Namun karena persoalan hak milik tanah sehingga kegiatan pengembangan Kolam Susuk masih tertunda sampai hari ini.
Prihatin menjelaskan untuk pengembangan sarana dan prasarana obyek wisata Kolam Susuk sesungguhnya mendapat perhatian dan bantuan dari Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Pariwisata dan Kementerian Pekerjaan Umum melalui Satuan Kerja Pembangunan Infrastruktur Pemukiman Perbatasan (PIPP).
“Sebenarnya kita sudah punya master plan-nya sejak 2015. Ada beberapa perencanaan yang sudah didetailkan. Sudah ada beberapa kegiatan pembangunan fisik yang dimulai seperti pembuatan papan nama yang dananya ditanggung pemerintah. Namun karena ada penolakan dari beberapa suku pemilik tanah di areal Kolam Susuk, maka pemerintah terpaksa mengehentikan proses pembangunan karena orang kementerian tidak mau taruh uang di sana lalu kemudian jadi masalah,” pungkas Prihatin.
Dia menyatakan sudah membangun kerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum, namun karena belum ada kata sepakat di antara suku-suku pemilik lahan sehingga semua proses terpaksa dihentikan.
Diakuinya, pihak pemerintah daerah sudah beberapa kali melakukan pendekatan dengan tokoh-tokoh adat dan pemerintah desa setempat. Namun belum ada kata sepakat terkait pembebasan tanah di areal Kolam Susuk.
“Karena belum ada kata sepakat maka kita biarkan saja dulu karena seharusnya masyarakat di sana menangkap peluang ini, dimana apabila Kolam Susuk dikembangkan dengan baik maka bisa jadi potensi yang besar. Namun karena masyarkat belum sepakat maka kita fokus di obyek wisata yang lain,” ujar Prihatin.
Dia mengaku untuk retribusi sejauh ini belum bisa diberlakukan karena sarana dan prasara disana belum memadai.
Namun, dirinya mengatakan akan terus melakukan pendekatan agar Kolam Susuk bisa dikembangkan karena saat ini perhatian pemerintah pusat untuk Kabupaten Belu sangat besar. (Marcel/AA/VoN)