Labuan Bajo, Vox NTT-Kelompok pemuda di Labuan Bajo membahas bisnis pariwisata dan pertanian di Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Rabu (23/8/2017).
Kelompok anak muda tersebut membahas bisnis pariwisata dan pertanian di Rumah Kreasi Baku Peduli-Labuan Bajo.
Kegiatan yang dilakukan oleh Sunspirit itu bertemakan “Tantangan orang muda dalam usaha Pariwisata dan Pertanian”
Dalam diskusi itu sejumlah anak muda membahas tinjauan kritis dan kecenderungan perkembangan pariwisata dan pertanian di Kabupaten Mabar.
Yosep Leribun dalam diskusi itu mengatakan dirinya merupakan anak muda di Labuan Bajo yang menamatkan pendidikan Sarjana Filsafat berani menjadi peternak.
Dari beternak Babi dan ayam dirinya saat ini berhasil memiliki 30 mitra bisnis dan mampu menggaet sejumlah pemuda di Mabar untuk gelut pada ternak.
“Saya sarjana Filsafat,tidak malu geluti profesi peternak,’’ katanya.
Dia mengaku menggeluti bidang itu karena membaca potensi pasar di Mabar. Kebutuhan ayam pedaging serta hasil pertanian lainnya sangat tinggi.
Selama ini kebutuhan itu didatangkan dari luar Mabar.
“Pertanian di Mabar butuh modernisasi dan inovasi. Kita tidak mudah membendung hasil pertanian dari luar Manggarai,’’ tuturnya.
Yosep mengajak anak muda di Labuan Bajo untuk tidak malu bergelut di bidang pertanian. Anak muda harus menangkap banyak peluang di Labuan Bajo.
“Tidak ada lagi pandagan bahwa pertanian adalah kelas paling bawah,’’ ujar Yosep.
Dia juga meminta pemerintah dan LSM di Labuan Bajo agar membuat satu kelompok pertanian atau pariwisata yang dikelola oleh orang-orang muda.
“Agar anak muda yang lain ikut pola pertanian atau pariwisata di bawah naungan pemerintah atau LSM itu,’’ katanya.
Pastor Rober Pelita, Pr yang hadir dalam diskusi itu mengatakan selama ini orang menganggap menjadi petani itu adalah pekerjaan kelas rendah.
Dia meminta orang muda di Mabar agar pekerjaan petani menjadi high kelas. Sehingga semakin banyak orang, khususnya anak muda yang mau bergerak di bidang itu.
Ladis Jeharun mengatakan dirinya menjadi petani Semangka di salah satu Kampung di Labuan Bajo.
Setiap dua bulan dari usaha semangka berhasil meraup keuntungan Rp 15 Juta. Namun kendala yang dihadapi adalah banyak ternak liar yang berkeliaran dan merusak tanaman semangka.
“Bagi anak muda yang usaha semangka,tiba-tiba ternak liar merusak ratusan tanaman semangka,tentu akan patah semangat,’’ujarnya.
Stanislaus Stan, salah satu pengelola makanan lokal di Labuan Bajo mengatakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mabar belum mengoptimalkan dunia pariwisata sebagai leading sektor.
Apalagi jumlah penduduk yang bekerja sebagai petani di Labuan Bajo sangat tinggi. Sehingga seharusnya pertanian dan pariwisata harus saling sinergi.
“Coba kita lihat dihotel dan restoran di Labuan Bajo, semuanya menjual menu internasional. Terus makanan lokal kita orang Manggarai, mau dipasarkan di mana,’’ kata Stanis.
Peneliti Sunspirit for justice and peace, Spri Padju Dale mengatakan anak muda saat ini menghabiskan waktunya pada dunia pendidikan.
Setelah menamatkan Perguruan Tinggi, anak muda di Manggarai lebih memilih menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Jika tidak lulus menjadi PNS, maka pilihan satu-satunya menjadi petani. Anak-anak muda yang sekolah di SMK jurusan Pariwisata dan Pertanian disiapkan untuk menjadi pekerja bukan menjadi pebisnis pariwisata atau menjadi petani ulet.
“Sistem sekolah kita menjauhkan anak muda dari pertanian,’’ kata Spri Padju Dale.
Kepala Desa Momol, Kecamatan Ndoso, Yuvens Maldi mengatakan Pemkab Mabar tidak boleh memfokus program pariwisata pada desa-desa yang dekat Kota Labuan Bajo.
Menurutnya, sejumlah desa di Mabar yang letaknya jauh dari Kota Labuan Bajo memiliki Potensi pariwisata.
Namun, tidak dipromosikan dan terkendala infrastruktur yang diperhatikan oleh pemerintah.
Profesor Ben White sebagai peneliti Petani Muda di Manggarai dalam diskusi itu menyampaikan sejumlah persoalan anak muda jarang terjun pada dunia pertanian adalah tidak ada anggapan anak muda selesai kuliah akan menjadi petani.
“Setelah selesai SD, maka SMP, setelah itu SMA setelah itu Kuliah. Selesai kulia ingin menjadi pegawai. Sektor pertanian kurang diminati,’’ katanya.
Selain itu juga, orang tua di Manggarai membagi warisan tanah untuk anaknya setelah mereka berusia tua.
Padahal seharusnya, saat usia muda orangtua sudah membagikan tanah untuk anaknya. Agar anak tersebut sejak muda sudah mulai mengolah tanah untuk usaha sektor pertanian.
“Di wilayah Mabar juga, seluruh tanah yang bagus seperti tanah yang dekat dengan mata air, tanah yang punya pemandangan bagus sudah dimiliki orang asing. Sehingga, orang tidak punya lahan bagus lagi untuk bertani,’’ tutur Ben. (Gerasimos Satria/AA/VoN)