Bajawa, Vox NTT-Sebanyak lima orang guru honor di SMPN Satap Kurubhoko, Desa Nginamanu, Kecamatan Wolomeze, Kabupaten Ngada, mogok mengajar. Kelima guru tersebut mogok mengajar lantaran sudah delapan bulan honor mereka belum dibayar.
Mereka melakukan aksi mogok mengajar selama sepekan sejak 21-26 Agustus 2017.
Proses pembelajaran hanya dilayani dua guru PNS. Sedangkan, Kepala SMPN Satap Kurubhoko tidak masuk sekolah kerena sedang sakit.
Dua guru tersebut kesulitan mengatur empat rombongan belajar (rombel) siswa di sekolah itu karena mencapai lebih dari 100 orang.
Salah seorang guru PNS di SMPN Satap Kurubhoko, Veronika Maza mengeluhkan karena harus mengatur siswa sebanyak itu.
“Nah saat mogok kami bingung bagaimana harus melayani anak-anak,” katanya.
Sejumlah siswa pun mengeluhkan aksi yang dilakukan oleh para guru.
Sejumlah siswa pada hari kelima aksi mogok itu, sempat menemui salah seorang guru honor Serina di rumahnya.
Para siswa datang untuk meminta Serina untuk cepat masuk sekolah.
Salah seorang siswa, Amel mengatakan selama sepekan aksi mogok, hanya dua kali guru masuk kelas. Sebab dua guru PNS terpaksa melayani tiga rombel lainnya.
Guru honor lainnya, Amatus Noy mengatakan aksi itu terpaksa dilakukan mengingat sejak Januari-Agustus 2017 honor mereka yang sudah dianggarkan melalui APBDes Desa Nginamanu dari Pokja Pendidikan PNPM Fase out belum juga dibayarkan. Bahkan pihaknya sudah beberapa kali melakukan komunikasi namun hasilnya selalu nihil.
Dikatakan Amatus, sebenarnya dirinya dengan empat guru lain tidak tegah melakukan aksi mogok tersebut. Hanya saja karena tampak tidak ada tanda-tanda honor mereka dibayar.
“Mungkin cara ini tidak tepat kami lakukan. Tetapi tidak ada pilihan lain untuk menuntut hak kami yang memang sudah dianggarkan. Kalau tidak demikian, ini biasa dianggap masalah biasa saja,” kata Amatus Kepada wartawan di Kurubhoko, Senin (28/8/2017).
Untuk melakukan aksi itu, kata Amatus, lima guru honor mengirim surat pemberitahuan kepada kepala sekolah dengan tembusan kepada Kepala Desa Nginamanu, Kepala Cabang Dinas Kecataman Wolomeze dan Camat Wolomeze, dan juga kepada Komite Sekolah itu.
Isi surat tersebut menyampaikan bahwa lima guru honor akan melakukan aksi mogok sejak tanggal 21-26 Agustus 2017.
Namun kelima guru ini sepakat agar tetap masuk kembali pada tanggal 28 Agustus 2017, sehingga tidak sampai merugikan siswa, meski belum ada titik terang pembayaran honor.
Hingga Senin (28/8/2017) dari pantauan wartawan lima guru honor sudah melakukan tugas seperti biasa diawali dengan rapat pagi yang dimpimpin kepala Sekolah Adrianus Babo.
Amatus Noy mewakili teman-teman guru memberi ultimatum jika dalam pekan ini tidak terealisasi. Pihaknya akan membawa masalah ini ke Dinas Pendidikan, Bupati Ngada dan DPRD Ngada.
“Jadi kami tetap melakukan tugas seperti biasa agar siswa tidak dirugikan. Hanya masalah ini kita akan laporkan ke pejabat di atasnya,” tegas Amatus.
Terkait dengan aksi tersebut, Kepala SMPN Satap Kurubhoko Adrianus Babo mengatakan, pihaknya langsung melakukan koordinasi dengan Kepala Desa Nginamanu Yohanes Don Bosco Lemba. Sebab untuk honor guru tahun 2017 ini dialokasikan melalui dana desa.
“Karena bagaimanapun para guru sudah melakukan kewajiban dan setiap hari harus ke sekolah dengan operasional yang juga sudah keluar. Sayangnya kewajiban mereka tidak disertai dengan pemenuhan hak mereka. “Namun mereka konsisten karena hari ini (28/8/2017) sudah masuk mengajar seperti biasa,”kata Adrianus.
Kepala Desa Nginamanu, Yohanes Don Bosco Lemba ketika dikonfirmasi, Minggu (27/08/2017) membenarkan telah mendapat tembusan surat para guru yang melakukan aksi mogok.
Dia mengatakan untuk honor guru di wilayah Desa Nginamanu sudah dialokasikan melalui dana Pokja Pendidikan PNPM yang kini sudah memasuki fase out.
Prosesnya dilakukan dari penggalian gagasan hingga ditetapkannya APBDes Nginamanu tahun 2017. Penggunaan dana ini karena ternyata di UPK masih ada sisa dana untuk Pokja Pendidikan.
Sisa dana Pokja Pendidikan PNPM sekitar Rp 107 juta lebih. Digunakan untuk honor 10 guru setahun Rp 90 juta. Masing-masing mendapat honor Rp 750 ribu.
Karena masih ada dana itu maka disepakati pembayaran 10 guru honor di desa itu dialokasikan dari dana Pokja.
Lima diantaranya guru SMPN Satap Kurubhoko, dua tenaga TK/Kober dan sisanya guru honor di SDI Kurubhoko dan SDK Tanawolo. Sayangnnya proses pencairan mengalami kendala.
Menurut Don Bosco, bulan Mei lalu pihaknya sudah penuhi syarat administrasi pencairan untuk honor 10 guru pada triwulan pertama.
Pada bulan Juni Desa membuat RPD (Rancangan Pencairan Dana). Pencairan dana ini melalui UPK perlu tanda tangan specimen Ketua BKAD.
Tetapi Ketua BKAD Kornelis Nuwa tidak bersedia menandatangi dengan alasan peruntukan dana Pokja pendidikan hanya untuk TK-SMP tidak termasuk Kober.
Terhadap hal ini, jelas Don Bosco, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan para pihak baik dengan BKAD, Camat hingga konsultasi dengan Dinas PMD P3A.
Kemudian Camat mengeluarkan rekomendasi dan Kepala Dinas PMD P3A sudah mengeluarkan surat penegasan tanggal 28 Juni 2017, yang menyatakan dana tersebut dibolehkan untuk honor guru termasuk TK/Kober.
Namun Menurut Don Bosco, sampai hari ini Ketua BKAD tetap kokoh dengan sikapnya.
Sementara Ketua BKAD Kecamatan Wolomeze, Kornelis Nuwa ketika dikonfirmasi menegaskan, pihaknya bukan tidak mau menandatangani bidang pencairan.
Hanya mengacu pada roh PNPM yang harus terus digemakan meski sudah masuk fase out, penggunaan dana pokja pendidikan hanya diperuntukan bagi honor guru untuk jenjang formal TK, SD dan SMP, bukan untuk kober.
Menurut Kornelis, dirinya bisa menandatangani specimen pencairan tetapi hanya untuk delapan guru lainnya, tidak termasuk untuk tutor kober.
Baginya ini menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah honor guru, karena dirinya tidak mau keluar dari semangat/roh PNPM.
Solusi Kornelis itu tak disepakati oleh Kepala Desa Don Bosco. Baginya PNPM sudah memasuki fase out dan kewenangan pengelolaan diserahkan ke daerah.
Dalam semangat UU Desa kewenangan itu juga ada di desa untuk menggunakan dana tersebut asal sesuai peruntukan bagi pendidikan termasuk guru honor, baik itu TK/Kober dan jenjang pendidikan SD hingga SMP.
Itu sebabnya Don Bosco juga kesal dengan sikapnya mengingat anggaran ini sudah masuk dalam penetapan APBDes Desa Nginamanu tahun 2017.
Dia justru mempertanyakan mengapa proses yang diawali dengan usulan warga saat pagas tidak dikonfirmasi. Malah sekarang tinggal eksekusi dipermasalahkan.
Hingga Senin (28/8/2017) Kepala Desa Nginamanu Don Bosco Lemba masih melakukan koordinasi para pihak untuk menyelesaikan masalah ini. (Arkadius Togo/AA/VoN)