Mbay, Vox NTT-Fraksi Partai Kebangkitan dan Persatuan Nagekeo (F-PKPN) menolak penggunaan Dana Alokasi Umum (DAU) untuk menutupi defisit Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2016 oleh pemerintah.
Alasannya, kebijakan tersebut mengorbankan kepentingan rakyat Nagekeo yang sudah direncanakan sebelumnya.
Penolakan Fraksi PKPN itu tertuang dalam pemandangan umum mereka terhadap pengantar nota keuangan rancangan peraturan daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Nagekeo tahun 2016 yang dibacakan Anggota Fraksi PKPN, Shafar dalam Sidang Paripurna DPRD Nagekeo tahun 2017, belum lama ini.
Shafar mengatakan, realisasi belanja modal tahun 2016 yang hanya 83,18 persen atau Rp 241.355.067.525 dari Rp 290.144.011.513. Hal ini masih tersisa Rp 48.788.943.988,00 yang harus menjadi perhatian serius karena kontribusi kegagalan terbesar adalah semrawutnya manajemen DAK fisik maupun non fisik.
Kesemrawutan itu, kata Shafar, telah menggiring pemborosan, pembebanan serta eksploitasi sumber daya keuangan dari DAU yang sedianya digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Rantai kegagalan eksekusi DAK, kata Shafar, dimulai dari Juknis DAK, Permenkeu DAK, PERPRES, Panitia Pengadaan, Pokja, ULP, LPSE, SKPD pengguna jasa dan penyedia jasa/rekanan karena telah menyumbangkan kegagalan besar pengelolaan DAK untuk Nagekeo setiap tahun anggaran .
Karena itu, Shafar menegaskan, Fraksi PKPN menolak keras penggunaan DAU untuk menutupi defisit DAK tahun 2016 dalam Perubahan Anggaran tahun anggaran 2017 ini.
Fraksi PKPN juga menyoroti kegagalan Pemerintah Kabupaten Nagekeo mengeksekusi pengeluaran pembiayaan senilai Rp 1,5 miliar di Dinas Perindagkop.
Bahkan mereka menyebut kegagalan itu sebagai kecelakaan cara berpikir. Kegagalan itu merupakan bentuk pembiaran uang menganggur.
Menurut Fraksi PKPN, ketidakmampuan OPD mengelola dana investasi non permanent tersebut, mulai dari verifikasi, indentifikasi calon penerima dana bergulir dan lemahnya system akuntansi piutang, serta keterbatasan personalia penagih piutang dari masyarakat penerima bantuan lunak melahirkan pembenaran kegagalan mengeksekusi dana bergulir tersebut.
Tidak hanya DAK dan dana bergulir, Fraksi PKPN juga menyoroti realisasi PAD Nagekeo yang selalu tidak mencapai target setiap tahun anggaran dan menurunnya pendapatan dari transfer pemerintah pusat berupa dana perimbangan yang menjadi sumber utama pendapatan Pemda Nagekeo.
Setiap tahun Nagekeo selalu dihadapkan dengan problematika penatakelolaan anggaran di daerah itu terutama DAK, baik fisik maupun non fisik.
Pada tahun 2016, kata Shafar, ada Rp 36.279.717.594,00 yang tidak ditransfer pemerintah pusat atas kelalaian, kesengajaan dan keengganan pemerintah dalam memanfaatkan secara optimal anggaran yang disediakan pemerintah.
“Apakah kondisi ini harus kita alami setiap tahun anggaran?,” tanya Shafar. (Arkadius Togo/AA/VoN)