Ba’a, Vox NTT – Adalah Tanjung Pole, titik nol kilo meter (km) Selatan Indonesia. Saat menjejakan kaki di tempat yang berlokasi di desa Dodaek, Kecamatan Rote Selatan, Kabupaten Rote Ndao, NTT, saya teringat akan masa kecil, semasa menjadi murid sekolah dasar (SD) di kampung saya, Langa, Kabupaten Ngada.
Konon, kami (saya dan teman-teman seangkatan) acap kali diajari guru untuk menghafal lirik dan menyanyikan lagu kebangsaan “Dari Sabang sampai Merauke”. Saya tentu tak mencantumkan lirik lagunya di sini, karena yakin Pembaca juga menghafalnya, mungkin juga lebih rajin melantunkannya.
Lagu ini terlalu mudah dihafal. Selain kata-katanya ringan, liriknya juga tak panjang. Namun ketika itu, saya, mungkin juga teman-teman tak memahami apa makna atau nilai yang terkandung dalam lagu itu. Sebab kewajiban saya kala itu adalah menghafal, tanpa bertanya untuk apa menghafal?.
Menjejakan kaki di Tanjung Pole, titik nol Km Selatan Indonesia baru saya mengerti. Lagu itu tengah menceritakan Indonesia raya yang luas. Bangsa dengan ribuan pulau yang berderet rapih dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote dengan masing-masing nilai kebudayaannya, yang tentu membuat negeri ini semakin kaya dalam keanekaannya.
Tidak Pernah Diperhatikan
Tanjung Pole, nama tempat yang teramat asing dan baru saja mendengarnya setelah beberapa bulan saya menjadi bagian dari to’o dan ti’i (Om dan Tanta) di negeri gulai air ini. Saya pun yakin sebagian besar pembaca belum pernah mendengar nama ini, selain to’o dan ti’I di sini. Sebab tidak semua to’o dan ti’I juga mengenal tempat ini, misalnya orang rote tetapi lahir di tempat lain.
Menurut cerita orang-orang di lingkar Tanjung Pole, tidak banyak orang yang pernah mengunjungi tempat itu. Saya mungkin orang pertama di tahun 2017 yang menjejakan kaki di tempat ini.
Pengakuan mereka pemerintah setempat maupun propinsi juga belum pernah mereka melihat mengunjunginya. Sehingga belum ada fasilitas apapun yang dibangun di tempat itu, termasuk akses untuk ke sana sangat parah dan susah dilalui kendaraan.
Kondisi ini, tentu jauh berbeda kalau dibandingkan dengan titik nol di bagian barat atau bagian timur Indonesia, ada fasilitas yang dibangun di sana termasuk tugu. Bahkan dijadikan sebagai destinasi wisata.
Jangankan tugu, plang berukuran kecil yang bertuliskan titik Nol kilo meter Selatan Indonesia saja belum ada di Tanjung Pole. Di sana hanya terdapat dua buah Pilar dan tiang bendera Merah Putih, selebihnya hanya terdapat gugusan batu karang, hamparan pesisir pantai selatan yang langsung menghadap ke samudera Hindia.
Pada hal sesungguhnya teramat penting untuk kita ketahui tempat ini, agar bisa dilindungi. Mengapa? Sebab ini adalah batas terluar Indonesia bagian selatan, di sebelahnya ada Australia, bumi Kanguru.
Tanjung Pole memang bukan garis terluar, secara geografis masih ada pulau Ndana yang merupakan pulau paling selatan indonesia. Namun Pilar titik Nol ditancapkan di sana. Sunyi senyap, seolah tak ada tanda bahwa itu benar titik Nol Km Selatan Indonesia.
Di sana hanya ada desiran glombang menghempas batu karang yang tertempel di bibir pantai Selatan itu, serta riuhan angin yang seolah tak kunjung lelah mengajak sang saka merah putih menari sambil bercerita tentang Indonesia di hadapan batu karang, pantai dan pilar titik Nol yang bisu itu.
Sunyi, bisu, adalah sebuah pesan yang mengisyaratkan tak perhatian terhadap tempat ini. Seorang pemuda asal Desa Dodaek, Vicki Manafe ketika bersama saya ke lokasi ini mengatakan, tiang bendera ini baru dipasang menjelang hari kemerdekaan oleh warga Dodaek.
“Bendera dipasang baru-baru ini, saat menjelang hari kemerdekaan” ujar Vicki.
Pada pilar, terdapat monumen bekas kaki mantan Kapolres Rote Ndao masa bakti 2015 AKBP Murry Mirranda, SIK . Ini dilakukan sebagai penghormatan warga setempat atas kunjungan sang Kapolres tahun 2015 silam.
Awal mula titik Nol Km selatan menurut Kapala Desa Dodaek periode 1981-2001, Yesaya Chornelis Manafe (68) menjelaskan, masyarakat setempat sebenarnya tidak tahu menahu soal tempat mereka sebagai titik 0 km selatan Indonesia.
“Baru pada tahun 1992 sekelompok Tentara, menggunanakan Helikopter mendatangi tempat itu lalu membangun sebuah pilar dan kepada warga disampaikan tempat tersebut sebagai titik terselatan Indonesia,” Kisah Manafe.
Namun, sejak saat itu sampai pada era Presiden Jokowi saat ini belum ada perhatian sama sekali terhadap tempat ini.
Tahun 2002, pakai Alokasi Dana Desa (ADD) masyarakat membuka jalan dari desa Dodaek menuju titik Nol Km ini yang jaraknya -+ 5 km, secara swadaya. Namun pengakuan Manafe usai dibuka jalan, sama sekali tak perubahan kunjungan ke tempat ini.
Namun kata dia, pernah sekali ada kunjungan bule/turis asing dan orang dari luar pulau Rote.
Tak hanya Tanjung Pole, Desa Dodaek yang merupakan wilayah titik Nol Km pun masih boleh dibilang terisolir. Didesa sini tidak ada signal HP, Penerangan masih menggunakan tenaga surya. kondisi jalan banyak yang berlubang, curam dan sangat menantang.
Walaupun bisa dilalui kendaraan roda empat ataupun roda dua. Namun para pengunjung disarankan untuk menggunakan kendaraan roda dua.
Sepanjang perjalanan saat melintasi desa Dodaek terdapat beberapa tumpukan tiang listrik. Berharap desa ini akan segera dialiri listrik PLN. Sarana transportasi ke tempat ini juga sulit. Mobil angkot penumpang bisa beroperasi, tergantung permintaan penumpang. Itupun harus dalam jumlah banyak.
Mayoritas warga desa Dodaek adalah petani. Suku yang mendiami desa ini, paling banyak Manafe, Malelak, dan Pello. Jarak tempuh dari pusat kota Baa ke tempat ini 30an km dengan Waktu tempuh -+ 2 jam perjalanan.
Setiba di tempat ini Pengunjung bisa langsung berbaur dengan dengan masyarakat setempat, masyarakatnya sangat antusias terhadap orang baru/pengunjung. Setiap pengunjung dijamin akan merasa nyaman berada di sana, sambil mengenali kearifan lokal setempat.
Meski banyak kekurangan, tempat ini layak untuk dijadikan tempat wisata, selain merupakan titik 0 km selatan Indonesia, pemandangan disekitar tempat ini memanjakan mata.
Warga setempat sangat berharap agar pemerintah pusat sampai daerah bisa memperhatikan pembangunan di wilayah itu.
“Agar Tanjung Pole sebagai titik Nol Km Selatan Indonesia bisa dikenal masyarakat luas, melalui perhatian pemerintah agar bisa dikelola secara baik,” ujar mantan kades Manafe yang juga sebagai Manleo (tua adat) setempat.
Selamat datang di Titik Nol Km selatan Indonesia, berkeliling di negeri sendiri dan berusaha mengenalinya adalah hal yang menyenangkan. (DP/BJ/VoN)
https://www.youtube.com/watch?v=-b0mHzG4lrU&t=19s