Ratapan Anak Kesasar

Ayah,

sebab engkau sering tak berbaju

bukan berarti agar terlihat kekar

hanya saja engkau mewariskan bajumu kepadaku

agar aku bisa menutupi tubuh

walau kulitmu keriput terbakar terik

Ibu,

sepertinya engkau kadang menipu perut

bilang kenyang walau lapar

agar aku bisa menelan nasi dari sisa di piringmu

Kakak,

acap kali kakimu tak beralas sandal

bukan bermaksud terlihat kebal

hanya saja kalian ingin kakiku

tak harus menyentuh tanah yang keras

Aku,

lalu aku apa?

Jika aku tak mampu membayarnya tunai

walau bertingkah membuatmu tersenyum saja

aku seperti susah

Ahh…………

Aku ini anak lajang yang kadang jalang

dan sekali lagi untukmu, Ibu

jika di makammu ada rongga

biarkan aku berbaring di sampingmu

sebab layak aku yang menggantimu mati

daripada engkau yang harus masih menebar kasih

Jangan Baca, Kau Pecundang!

Sobat,

Di rahim Ibu

Aku tak perlu membuka mata

Di rahim Ibu

Membuka mata saja aku tak perlu

Apa lagi mencari recehan tak usah sama sekali

Tapi, itu hanya di rahim Ibu

Sobat,

Di rahim Ibu

Aku hanya melipat tangan memangku kaki

Menutup mata sambil berbaring santai

Sembari menanti nasi

Tapi, itu di rahim Ibu

Di rahim bumi

Aku tak perlu menutup mata terlalu lama

Di rahim bumi menutup mata terlalu lama itu tak perlu

Apa lagi sampai tidur tak mencari recehan

Itu tak susah sama sekali

Sebab, ini rahim bumi

Sobat,

Di dunia ini tak usah melipat tangan memangku kaki

Sambil berbaring santai

Buka mata kita, ini bukan perut Ibu

Ini bumi kita dan bumi Ibu kita

Iya Sobat!

Bumi ini seperti Ibu

Tapi ini bukan rahim Ibu

Bumi ini Ibu tiri kita

Ibu tiri dari Ibu kita juga

Buka mata, rentangkan tangan, gandengkan Sobat,

Mari kita melangkah

: sebab, kita bukan pecundang!

_______________

*Itok Aman (-IA),Petualang yang rindu bangku kuliah. Gemar membaca buku. Asal Mukun, Manggarai Timur.

Puisi Yang Mengharubiru

Oleh Hengky Ola Sura-Redaksi Seni Budaya Voxntt.com

Puisi –puisi dari Itok Aman (IA) pekan ini adalah puisi yang hadir dengan keharuan. Pada puisi pertama Ratapan Anak Kesasar Itok melukiskan sosok ayah, ibu dan juga sang kakak sebagai orang-orang luar biasa dengan cinta yang istimewah. Saya pribadi yakin puisi ini adalah pengalaman juga perasaan pribadi Itok yang menjadi bagian dari seluruh perjalanan hidupnya. Ayah, ibu juga sang kakak adalah simbol perjuangan hidup yang tak bisa ditakar pengorbanan mereka untuk Itok.

Ibu,

sepertinya engkau kadang menipu perut

bilang kenyang walau lapar

agar aku bisa menelan nasi dari sisa di piringmu

Baris dari penggalan puisi di atas saja sudah cukup mengharubirukan perasaan pembaca untuk mengenang sosok ibu juga ayah dan kakak yang dilukiskan Itok. Pada puisi ini Itok selanjutnya mengekspresikan semacam rasa sesal akan diri juga hidupnya yang masih dengan tanda tanya. Itok seolah ingin menggantikan peran soal mati. Hidup dalam puisi-puisi Itok pekan ini seolah penuh dengan bilur tentang garis nasib yang belum berpihak padanya.

Pada puisi Jagan Baca,Kau Pecundang, ilham untuk menulis puisi macam ini bisa saja bagian dari ajakan merawat bumi sebagai tempat pijak. Bumi tempat huni bukan seperti rahim ibu yang memberikan segalanya dengan nyaman. Bumi tempat pijak memang memberikan segalanya tapi selalu ada ikthiar untuk merawatnya.

Sobat,

Di dunia ini tak usah melipat tangan memangku kaki

Sambil berbaring santai

Buka mata kita, ini bukan perut Ibu

Ini bumi kita dan bumi Ibu kita

Penggalan dari baris puisi di atas saja sudah cukup membawa pembaca untuk paham akan intensi dari puisi ini ditulis.

Dua puisi pekan ini menarik untuk dicerna dalam kalbu bahwa semua yang terberi dari cinta ibu, ayah, kakak juga cinta alam semesta wajib juga kita bagikan kepada sesama juga kepada bumi itu sendiri dengan ikut merawatnya. Puisi-puisi Itok khas dengan diksi-diksi yang ketika dibaca baik dengan suara juga dalam hening terasa garing dan menukik-nukik kalbu.***