Jakarta- Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Fanshurullah Asa menjelaskan tentang program BBM Satu Harga. Menurutnya Program BBM Satu Harga adalah Sebuah upaya mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dijelaskannya, sejak diluncurkan pada pertengahan 2016 lalu, sampai hari ini tercatat sudah 25 daerah pedalaman dan terluar bisa menikmati Program BBM Satu Harga.
Harga BBM di daerah-daerah terpencil itu, misalnya di pedalaman Papua, bisa mencapai Rp 100.000/liter. Berkat BBM Satu Harga, sekarang jadi hanya Rp 6.450/liter untuk premium dan solar Rp 5.150/liter.
Dari 24 titik tersebut, 10 di antaranya berada di Papua dan Papua Barat. Kesembilan daerah di pedalaman Papua yang sudah mendapat BBM dengan harga sama seperti di Jawa adalah Kabupaten Puncak, Yalimo, Ndunga, Mamberamo Raya, Mamberamo Tengah, Tolikara, Intan Jaya, Paniai, Pegunungan Arfak, dan Sorong Selatan.
Program BBM Satu Harga memberikan keadilan pada penduduk di pelosok Indonesia, kini penduduk di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar bisa menikmati BBM yang harganya sama dengan di Jawa dan wilayah Indonesia lainnya.
Rencananya akan dibangun 150 lembaga penyalur hingga 2019 sebagai pelaksanaan BBM Satu Harga, 33 lokasi di antaranya berada di Papua dan Papua Barat.
Dibawah ini adalah petikan wawancara dengan Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Fanshurullah Asa, pada Rabu (4/10), sebagaimana dilansir Kumparan.com yang berkesempatan mewawancarainya.
Bisa dijelaskan secara umum tujuan program BBM Satu Harga?
Apa yang mau dituju bangsa ini? Sila ke-5 Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bagaimana mewujudkannya di seluruh Indonesia sampai daerah terluar, terpencil, tertinggal?
Dalam konteks kebijakan di bidang energi, khususnya BBM, sudah terjadi atau belum? Ketika belum, pemerintah harus hadir untuk mewujudkan keadilan di bidang energi.
Program BBM Satu Harga ini wujud komitmen pemerintah untuk memberikan keadilan. BPH Migas bertanggung jawab memastikan ketersediaan dan distribusi BBM di seluruh NKRI.
Siapa yang ditugaskan? Satu-satunya yang paling bisa adalah Pertamina, paling feasible karena dia sudah punya depo-depo dan infrastruktur lainnya, tinggal dikembangkan saja. Ini baru bisa dilaksanakan setelah 72 tahun Indonesia merdeka.
Pertamina mengaku rugi Rp 800 miliar per tahun untuk program BBM Satu Harga tahun ini. Bagaimana solusinya agar program ini bisa diteruskan tanpa menimbulkan beban terlalu besar bagi Pertamina?
Saya melihat BUMN adalah badan usaha milik negara, jadi Pertamina itu ada untuk kepentingan negara. Kemudian, BUMN itu kan milik negara, apakah mungkin negara membuat BUMN yang besar menjadi mandul, rugi? Itu kan enggak masuk akal, pasti negara akan luar biasa memperjuangkan supaya Pertamina bisa eksis, bukan hanya survive di dalam negeri, tapi juga ekspansi ke luar negeri.
Pak Menteri selalu menyampaikan, pemerintah tidak membiarkan Pertamina rugi. Melihat Pertamina itu tidak bisa parsial di pemasaran saja, di hulu saja, atau di midstream saja. Kita harus melihat secara keseluruhan. Secara keseluruhan, Pertamina itu luar biasa keuntungannya karena privilese dari pemerintah.
Katakan lah kerugiannya Rp 800 miliar dari BBM Satu Harga, tapi di hulu pemerintah memberikan Blok Mahakam yang nilainya sampai 3 miliar dolar AS. Enggak ada artinya uang Rp 800 miliar. Belum lagi 8 blok terminasi yang juga dikasih ke Pertamina. Jadi dikompensasi, di hulu yang utama Pertamina tapi di hilir yang utama masyarakat.
Pemerintah melihat dari berbagai sisi, mesti komprehensif, tidak hanya melihat dari sisi ekonomi saja untuk pengambilan kebijakan. Tapi juga aspek sosial, budaya, keamanan, dan sebagainya.
Secara korporasi Pertamina masih sangat kuat. Pada saat rapat kabinet, Menteri BUMN menyatakan di depan Presiden siap melanjutkan, melaksanakan perintah untuk menyukseskan program BBM Satu Harga. Ini pernyataan dari Menteri BUMN.
Jadi Pertamina dijamin tidak akan sampai rugi meski terus memperluas program BBM Satu Harga ke pelosok-pelosok?
Apa sekarang rugi? Enggak kan? Apalagi dia dibantu dengan Blok Mahakam yang nilainya 3 miliar dolar AS. Lihat dari kacamata secara keseluruhan. Pasti pemerintah punya perhitungan yang matang. Kita berjuang bagaimana supaya pembangunan di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal) ini bisa diwujudkan, mesti dituntaskan.
Apakah target program BBM Satu Harga sudah menjangkau semua daerah 3T di seluruh Indonesia?
Dari total 148 titik yang ditargetkan sampai 2019, sebenarnya 148 lokasi itu belum mencerminkan penerapan program BBM Satu Harga secara keseluruhan karena itu baru pada level kabupaten. Daerah 3T ini sebenarnya ada 160-an kabupaten, katakanlah misalnya sudah ada 1 lembaga penyalur per kabupaten. Tapi kalau kita mau betul-betul jujur harus sampai level kecamatan. Ada sekitar 2.100 kecamatan. Jumlah desanya lebih lagi, ada 21.000 desa.
Tapi paling tidak, komitmen pemerintah yang tadinya belum ada sekarang sudah ada. Sudah pecah telur 25 lokasi dari rencana tahun ini 54 titik.
Sebenarnya Pak Menteri menghendaki 148 titik itu selesai semua tahun ini. Tapi Pertamina kan perlu mencari aksesnya, investornya, koordinasi, jadi butuh waktu.
Lalu bagaimana agar BBM Satu Harga bisa menjangkau sampai tingkat kecamatan dan desa?
BPH Migas sudah mendorong dibuatnya sub penyalur. Jadi sebelum ada program BBM Satu Harga, BPH Migas sudah membuat Peraturan BPH Migas Nomor 5 Tahun 2015. Dalam peraturan itu, kita membuat sub penyalur. Kalau BBM Satu Harga ini kan tingkat penyalur seperti SPBU, SPBU mini, SPBU Kompak, APMS, dan sebagainya.
Dari tingkat penyalur diturunkan lagi ke sub penyalur kan belum ada, makanya BPH Migas mengaturnya. Kita buat standarnya, safety-nya, kita atur juga jaraknya agar tidak terlalu dekat penyalur. Jarak dia menjual minimal 5 km dari SPBU, masksimum menjual 3 ton.
Di sini kita meminta bupati membuat aturan soal biaya angkutnya. Pasti kan ada ongkos angkut, risiko, mesti buat tempat penyimpanan. Selama ini tidak diatur, ada yang ambil untung sampai puluhan ribu rupiah per liter di Papua. Ini yang mau kita benahi, ide ini didukung Pak Menteri.
Contoh sekarang sudah kita resmikan di Pulau Selayar. Dalam waktu dekat kita mau resmikan di Gorontalo. SPBU jadi hub.
Jadi setelah program BBM Satu Harga, langkah selanjutnya adalah membuat sub-sub penyalur?
Iya, itu yang kita harapkan. Ini sudah menjadi program prioritas nasional, masuk di Bappenas.
Bagaimana pengawasannya agar program BBM Satu Harga tepat sasaran ke masyarakat di daerah terpencil, BBM-nya tidak diborong untuk dijual lagi oleh pihak tertentu?
Ini yang kita sampaikan juga waktu meresmikan program BBM Satu Harga di Seram. Enggak bisa dong bupati atau pemda nantinya lepas tangan, ini mesti dikendalikan. Kalau tidak, sudah kita buat program BBM Satu Harga, orang beli pakai jerigen, mobil yang sudah dimodifikasi, dalam waktu 2-3 jam BBM di SPBU sudah habis. Kemudian itu dijual lagi ke pengecer-pengecer, dia mengambil untung. Ini jadi problem.
Makanya kita minta bupati dan Pertamina mesti mengendalikan pada saat pendistribusian tadi. Contohnya pakai kartu kendali, masyarakatnya didata, siapa saja yang bisa menggunakan ini.
Selain Pertamina, ada juga swasta yang mendapat alokasi untuk menyalurkan BBM subsidi, yaitu AKR. Apakah AKR sudah menjalankan program BBM Satu Harga juga?
AKR sudah kita wajibkan juga karena dia badan usaha yang melaksanakan distribusi BBM subsidi. AKR sudah mengajukan program BBM Satu Harga di 7 lokasi.
Di mana saja lokasi yang mereka ajukan?
Di provinsi Lampung dan Kalimantan Barat. Tapi dia sedang in progress untuk mengurus kerja sama dengan lembaga penyalurnya, perusahaan lokalnya.
Apakah ada deadline buat mereka?
Sudah kita panggil, 2017 ini mesti jadi.
Sanksinya apa kalau dia tidak menjalankan program BBM Satu Harga?
Sanksinya kalau dia tidak menjalankan, berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 36 Tahun 2017, BPH Migas bisa merekomendasikan pencabutan izin. Bisa dicabut izinnya, tapi kan bertahap, ada pembinaan dan sebagainya. (kumparan.com/VoN)