Hari itu bagaikan bencana gunung berapi yang meletus melahirkan lahar panas mengeringkan tanaman yang sedang hijau dan ranum-ranumnya.
Ia berusaha menahan sesak di sukmanya yang seraya ingin sekali meneriakkan kalimat “ kenapa Ibuku begitu jahat?”.
Alam pikirannya selalu dideru kata-kata ibunya yang memaksa untuk berhenti berhubungan dengan Charles.
Pipinya terus dibasahi gerimis dari pelupuk matanya. Sementara ayahnya masih setia di sampingnya dengan penuh kesabaran dan kebjaksanaan membujuk Sofie untuk berhenti menangis.
Akhirnya, suara isak tangis yang menggema di setiap sudut ruang keluarga itu perlahan mulai reda.
Bapak Wilem kemudian menjelaskan panjang lebar pada Sofie alas an Ibunya melarang berhubungan dengan Charles.
“Apa???? hanya persoalan itu? Mengapa Ibu selalu saja menilai sesuatu dari agama, dan budaya? Dan mengapa Ibu selalu mendahulukan emosinya dalam menyelesaiakn sesuatu? Oceh Sofie.
“ Sayang, itulah yang diinginkan Ibumu”. Dengarkan Ayah baik-baik, Charles itu orang Rote, dia juga Nasrani.
Budaya TTU dan Rote itu berbeda. Kamu juga seorang Katolik Roma. Apa kamu mau meninggalkan imanmu, orangtua dan juga keluarga besarmu demi Charles? Tegas Bapak Wilem meyakinkan anaknya.
Sofie terdiam mendengar penjelasan dari Ayahnya. Perbedaan adalah akar dari perdebatan ini.
Sejenak Sofie membenci perbedaan. Baginya tidak semua perbedaan membawa keberagaman yang menyenangkan.
Tapi, bukankah dengan keberagaman itu tercipta persatuan? Bukankah TUHAN menciptakan dua manusia yang berbeda , Adam dan Hawa dan kemudian kita ada?
Bukankan setiap agama mengajarkan bahwa yang diciptakan TUHAN adalah baik adanya?
Bukankah hukum utama dan terutama adalah untuk saling mengasihi, walau dalam perbedaan sekalipun?
Bukankah agama dan budaya adalah sekedar identitas yang pada akhirnya bukan yang menyelamatkan kita di akhir kehidupan nanti?
Seperti yang diajarkan tokoh agama bahwa bukan agama yang menyelamatkan, melainkan iman yang menyelamatkan?
Lantas, mengapa ini menjadi perdebatan yang begitu rumit? Bagi Sofie, apapun agama dan budayanya namun ketika dua insan mengimani Yang Maha Esa sebagai Pencipta dan Pelindungnya maka sebenarnya semua akan baik-baik saja.
Karena Sofie percaya tidak ada yang salah tentang mengasihi dan mencintai dalam perbedaan.
Hari mulai malam, angin berhembus merasuk kalbu. Arah jarum jam menunjukkan pukul sepuluh malam.
Tatapan kosong menembus ujung langit-langit kamarnya. Sofie duduk di ujung tempat tidurnya. Kebimbangan merajai hatinya yang sedang berlayar pada dua pilihan yang sulit untuk diputuskan.
Ia biarkan sukmanya bersuara, bertutur dalam keheningan malam. Mengikuti kedua orangtua atau tetap bertahan pada cintanya. “Putuskanlah sebuah pilihan yang tepat, karena sebuah pilihan yang kamu putuskan hari ini akan menjadi tanggungjawab seumur hidup.
Pilihan harus dipertanggungjawabkan. Jangan lupa untuk sertakan TUHAN dalam setiap pergumulanmu”.
Sofie kembali mengingat nasihat Nadha rekan gurunya di sekolah tempat ia menunaikan tugas.
Dengan hati yang teduh dalam khusuknya, Sofie memanjatkan doa. Dalam batinnya Sofie memhonkan pada Sang Sumber Kasih abadi agar ia diberi kekuatan untuk dapat memperjuangkan cintanya pada Charles tanpa mengurangi Cinta pada TUHAN.
Sofie percaya bahwa akan selalu ada keajaiban dalam setiap doa. Sofie berserah pada takdir yang TUHAN tetapkan untuk hubungannya dengan Charles.
Setelah mengamini doanya, Sofie terenyuh sejenak lalu mengambil ponselnya serta memilih menu pesan. Jemarinya menari di atas layar telepon genggamnya :
“Sayang, jika kamu memang benar-benar menyangiku dan kelak akan menikahiku, maka mohonkanlah pada TUHAN agar jurang perbedaan kita ini TUHAN jadikan sebagai jembatan kasih yang kuat dan mempersatukan aku dan kamu” Pesan terkirim.
Sementara Charles masih terbawa oleh lamunannya yang sejak tadi terus memikirkan belahan jiwanya yang tak kunjung menjawab telepon darinya.
Pucuk dicinta, ulampun tiba. Tiba-tiba handphonenya berdering. Satu pesan diterima. Charles membaca pesan itu.
Tanpa pikir panjang, Charles menelpon kekasihnya itu dan mengiyakan apa yang menjadi isi pesannya itu.
Dan pada akhirnya, dengan kekuatan cinta yang dimiliki oleh Sofie dan Charles serta berlandaskan kasih setia oleh Rahmat Yang Maha Kuasa, mereka berdua tetap berjuang mempertahankan cinta mereka.
Kupang, 18 September 2017
Nadha in Love