Maumere, Vox NTT-Pegiat pemberdayaan petani di Sikka, Hery Naif mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sikka agar segera melakukan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
“Bantuan pangan sifatnya darurart tetapi bila selalu jadi pilihan maka akan negatif. Pemda Sikka perlu mencari solusi agar tiga tahun ke depan usaha pertanian bisa lebih berkembang dari sekarang,” ujar Manager Program Wahana Tani Mandiri ini kepada VoxNtt.com saat dihubungi, Selasa (17/10/2017).
Menurut Hery instansi-instansi terkait seperti Dinas Pertanian, Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Ketahanan Pangan perlu melakukan kajian guna menemukan akar masalah petani tidak mampu menghadapi kekeringan dan berujung rawan pangan.
Ada beberapa kemungkinan yakni pengelolaan sumber daya alam yang buruk dan kapasitas petani yang minim tanpa disertai teknologi yang memadai.
“Bisa jadi juga dikarenakan kebijakan pertanian kita belum menyentuh problem petani agar bisa beradaptasi dengan perubahan iklim,” jelas Hery.
Hery menganjurkan petani di Sikka belajar dari petani Palu’e.
Menurutnya petani Palu’e bisa bertahan dari kekeringan karena membudiyakan juga umbi-umbian.
“Tidak cukup hanya padi dan jagung. Kacang dan umbi-umbian akan membantu petani bertahan dari ancaman kelaparan. Karena itu harus tumpang sari,” tegasnya.
Sebelumnya, Bupati Sikka, Yoseph Ansar Rera mengeluarkan pernyataan rawan bencana di 33 desa pada tanggal 27 September 2017.
Pemda Sikka melalui BPBD, Dinas Sosial dan Dinas Ketahan Pangan telah menyerahkan bantuan beras ke sejumlah desa.
Rawan pangan yang terjadi di beberapa desa tersebut disinyalir karena terjadinya bencana badai dan kekeringan yang berakibat gagal panen.
Pada September 2017 lalu, BPBD Sikka menyatakan 50 desa yang tersebar di 11 kecamatan mengalami kekeringan panjang.
Sebelumnya pada Februari 2017 lalu, sebagian besar wilayah di Sikka dilanda badai yang merusakan bangunan dan tanaman.
Penulis: Are de Peskim
Editor: Adrianus Aba