Kupang, Vox NTT-Indonesia merupakan Negara dengan jumlah pengguna internet nomor 4 (empat ) di dunia. Data agensi Amerika Serikat,We Are Social mencatat penetrasi internet di Indonesia mencapai 51% atau sekitar 132,7 jiwa orang.
Dari 132,7 jiwa itu, sebanyak 106 juta diantaranya adalah pengguna aktif media sosial. Media Sosial Youtube ( 49%) menjadi yang paling banyak, disusul dengan Facebook ( 48% ), Instragram ( 39% ), dan Twiter ( 38% ).
Demikian disampaikan Mediodecci Lustari, Kepala Bagian Hukum dan Kerjasama Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo RI dalam kegiatan Forum Dialog Dan Literasi Media dengan Tema “Taat Agama, Bergaul Harmonis, Sopan Berkomunikasi” di Aula Lantai 1 SSPS Belo Kupang, Sabtu ( 28/10/2017.
Menurut Lustari, penggunaan media sosial sebenarnya banyak membawa manfaat. Namun beberapa tahun terakhir memunculkan paradox ketika menjadi wadah penyebaran konten negatif berupa hoax, ujaran kebencian, fake news/berita palsu, dan paham radikalisme.
Data Kementrian Koordinator Bidang Politik, Hukum,dan Keamanan mencatat sebanyak 90,30% berita bohong tersebar di media sosial dan 21,60% informasi tidak akurat mengisi ruang media sosial.
Bahkan kalangan radikal kemudian memanfaatkan media sosial untuk memobilisasi pendukungnya, melatih teror, merekrut anggota, menyebarkan terror hingga mengatur tindakan.
“Gempuran informasi hoax di medsos berpengaruh pada persepsi masyarakat, sebagian besar berita bohong itu berpotensi merusak sendi-sendi kebangsaan” ujar Lustari.
Kondisi itu tentu menjadi perhatian serius dari pemerintah, terutama untuk mengatasi penyebab juga pencegahan penyebarannya.
“Betapa banyaknya jika isu-isu SARA merebak dan menyebar di tengah kondisi masyarakat yang tidak siap menerima gempuran informasi tersebut”ungkapnya.
Serang Generasi Muda
Paham radikalisme dan intoleransi yang menyebar di media sosial juga telah menyebar di kalangan generasi muda. Kondisi ini diperparah dengan munculnya buzzer penyebar hoax yang terorganisir.
“Dengan ribuan akun yang dimiliki, mereka bisa dengan mudah menyebarkan informasi menyesatkan yang dapat memecah belah kebhinekaan secara masif dan cepat” ungkap Lustari.
Perwakilan dari Densus 88 Anti Teror, dari Mabes polri mengungkapkan jaringan teroris saat ini sudah memasuki ranah dunia maya/media sosial.
“Meraka merekrut anak-anak muda dan memanfaatkannya dari jarak jauh, hanya dengan media sosial. Orang Muda diharapkan berperan dalam membangun narasi positif menghadang paham-paham radikal” tambahnya.
Kontributor: Tarsi Salmon
Editor: Boni