Maumere, Vox NTT- Pertunjukkan caci oleh mahasiswa Manggarai di Lapangan Kota Baru, Maumere pada Sabtu 28 Oktober 2017 lalu membuat Yohanis Panggung rindu pada kampung halamannya.
Menurutnya, caci yang anak-anak muda tersebut mainkan sama dengan caci yang biasa dimainkan di Manggarai.
“Saya ingat kampung, ingat masa muda saat masih di Manggarai,” terang Yohanes kepada VoxNtt.com di sela-sela permainan caci, Sabtu siang.
Yohanis Panggung adalah guru pada salah satu sekolah di Maumere.
Ia sudah bermukim di Maumere selama 27 tahun.
Saat ini Langging dan keluarganya tinggal di Belakang BK3D, Maumere.
Meski sudah lama meninggalkan kampung halamannya, Wukir, Kecamatan Elar Selatan, Manggarai Timur, Langging masih menguasai betul budaya Manggarai.
Pengetahuannya tentang budaya inilah yang membuat IMAMM memintanya melatih para peserta caci.
“Saya dampingi mereka dari awal latihan. Ini sama seperti di Manggarai,” terang Langging.
Ditambahkannya pula caci berasal dari kata ‘ca’ (satu) dan ‘ci’ (uji) yang berarti uji ketangkasan satu lawan satu. Selain mengenakan busana khas caci, para peserta juga menggunakan agang (cambuk) dan nggiling (tameng).
Agang terbuat dari bambu berukuran kecil dengan ujungnya dipasangi kulit kerbau atau sapi sepanjang kurang lebih satu meter.
Sementara itu nggiling berbentuk bulat dan terbuat dari kulit kerbau.
Masing-masing peserta mendapat jatah untuk memukul dan dipukul. Peserta yang siap akan masuk ke gelanggang.
Meskipun demikian ada sejumlah larangan dalam caci.
Peserta dilarang memukul lawan apabila lawan belum siap.
Selain itu dilarang memukul lawan dari belakang dan memukul pada bagian wajah dan kepala.
Penulis: Are de Peskim
Editor: Adrianus Aba