Atambua, Vox NTT- Pada acara wisuda Akper Belu, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi NTT Kornelis Kodi Mete menyatakan bahwa kabupaten Belu merupakan salah satu dari tujuh kabupaten di NTT yang berstatus sebagai daerah endemis malaria.
Ketujuh kabupaten dimaksud adalah, empat kabupaten di pulau Sumba, Kabupaten Lembata, Kabupaten Ende dan Kabupaten Belu, dimana dari tujuh kabupaten tersebut, Belu memiliki angka Anual Parasit Rate paling tinggi dari enam kabupaten lainnya.
Selain memiliki angka API yang tinggi, posisi Belu yang berbatasan langsung dan masih satu pulau dengan Timor Leste membuat Belu harus bekerja lebih keras, karena pendekatan yang digunakan dalam membasmi malaria adalah pendekatan Pulau.
Kepala Dinas Kesehatan kabupaten Belu, Theresia Saik membenarkan hal itu. Saat ditemui VoxNtt.com di ruang kerjanya pada Senin, (6/11/2017), Saik memaparkan data dan sejumlah fakta serta tantangan dan strategi dalam memerangi malaria di Kabupaten yang berbatasan langsung dengan Timor Leste itu.
“Benar, apa yang disampaikan pak kadis kesehatan bahwa Belu memiliki angka API lebih tinggi dari kabupaten lain. Tapi saya mau tegaskan bahwa data yang kami sampaikan adalah data ril yang tidak direkayasa. Kita tidak atur-atur data untuk menyenangkan pimpinan,” tegas Saik
Berdasarkan data pada Dinkes Belu, angka Anual Parasit Rate hingga Juni 2017 mencapai 4.58/1000 penduduk.
Melihat data tiga tahun terakhir, angka ini cendrung menurun. Namun, Saik mengharapkan partisilasi semua pihak untuk aktif mendukung langkah dan strategi yang ditempuh Dinkes Belu.
Hingga saat ini, ada beberapa upaya yang dilakukan Dinkes Belu yakni; melakukan Survey Darah Masal, kontak serumah, pembagian kelambu rutin, melakukan pemeriksaan darah malaria/DDR, memberikan pengobatan sesuai standar dan melakukan kerja sama lintas sektor di Belu.
Selain langkah-langkah di atas, Dinkes Belu juga berencana untuk melakukan penyemprotan rumah warga menjelang musim hujan.
Ditanya soal ketersediaan tenaga medis, Saik mengatakan, dari sisi kuantitas, saat ini cukup memadai sementara untuk meningkatkan kompetensi tenaga medis, Dinkes sudah bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Propinsi untuk terus memberikan pelatihan secara rutin.
Masyarakat Harus Pro-akrif
Kadis Saik mengajak seluruh masyarakat kabupaten Belu untuk terlibat aktif.
Hal sederhana yang sangat membantu, adalah dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk di tingkat lingkungan keluarga dan pemantaun jentik nyamuk secara berkala, karena cara ini merupakan bentuk pencegahan yang sangat efektif.
Selain itu, Saik juga meminta agar masyarakat menanam tanaman yang tidak disukai nyamuk seperti bunga lavender, serai dan bunga pecah piring.
Diakuinya, tantangan paling berat dalam usaha pemberantasan malaria di Belu adalah faktor kesadaran masyarakat yang masih rendah terhadap kebersihan lingkungan.
“Bulan lalu saya ikut kegiatan pemberantasan sarang nyamuk di wilayah kota. Saya lihat masih ada masyarakat yang buat kandang babi dekat sekali dengan rumah. Selain itu, ada banyak kaleng kosong yang dibuang sembarangan saja,” kisahnya.
Ditanya soal peta penderita Malaria, Saik mengakui, yang paling tinggi adalah di wilayah kota. Hal ini disebabkan karena adanya mobilitas penduduk dari Desa ke kota yang tinggi.
Meski demikian, dengan sejumlah langkah dan koordinasi serta kerja sama lintas sektor yang terus dibangun, Saik optimis, sebelum 2023, Belu sudah akan bebas dari Malaria.
Penulis: Marcel Manek
Editor: Boni Jehadin