Borong, Vox NTT-Sejumlah tokoh adat asal Gendang Ara menyambangi kantor DPRD Manggarai Timur (Matim), Senin (06/11/2017).
Juru bicara masyarakat adat Gendang Ara, Willibrodus Laras, kepada sejumlah awak media di Kantor DPRD Matim mengaku mereka datang untuk meminta klarifikasi kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Matim soal nasib tanah leluhur mereka di Lehong.
Lehong saat ini dipakai sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Matim.
Menurut Wilibrodus, kedatangan mereka di DPRD Matim hanya ingin mencari jalan keluar dari sengkarut kepemilikan tanah Lehong.
“Kami tidak mau ada pertumpahan darah karena tanah ini. Saat ini kami tanya, bagimana nasib tanah leluhur kami,” ujar dia.
Konon pada tahun 1991, lanjut Wilbrodus, utusan Pemkab Matim yang diwakili oleh Ambrosius Dandut selaku Camat Borong mendatangi masyarakat adat Gendang Ara untuk meminta sebidang tanah.
Permintaan itu bertujuan agar tanah seluas 50 hektare di Lingko Lehong dijadikan pertanian terpadu.
Kedatangan Ambrosius tersebut dikabarkan membawa amanah dari Bupati Manggarai.
Menurut Wilibrodus Gendang Ara di desa Gurung Liwut kala itu memiliki areal tanah yang cukup luas di Lingko Lehong.
“Damianus Kabur selaku Tu’a Gendang Ara yang juga merangkap sebagai kepala Desa Gurung Liwut saat itu meminta bapak Antonius Dohong selaku pemilik tanah Lehong untuk menyerahkan tanah seluas 50 hektare kepada pemerintah daerah kabupaten Manggarai,” kisahnya.
“Atas dasar itu, pada tanggal 15 November tahun 1991 dibuatlah surat penyerahan tanah dari bapak Anton Dohong kepada pemerintah daerah kabupaten Manggarai,” tutur Wilibrodus.
Celakanya kata dia, belakangan ini Pemkab Matim mengabaikan masyarakat Gendang Ara sebagai pemilik lahan.
Bahkan, masyarakat adat Gendang Ara sempat dilaporkan dengan tuduhan penyerobotan atas tanah Lehong.
Wilbrodus juga mengaku persoalan tanah di Lehong sudah diperkarakan di pengadilan.
Pada tanggal 13 April 2017 lalu, tokoh masyarakat adat Gendang Ara memutuskan untuk menggugat Pemkab Matim secara perdata di pengadilan.
“Dalam gugatan kami ambil Pemda dan DPRD Matim sebagai tergugat. Tetapi, pengadilan sudah memutuskan bahwa kami sebagai pihak penggugat kalah karena dokumen penyerahan tanah ketika itu tidak memiliki kekuatan secara hukum. Kami menjelaskan bahwa, kami tidak mengerti soal hukum, tetapi kami mencari tanah leluhur,” ungkap Wilibrodus.
Tokoh adat lain, Mateus Lapur yang merupakan putra dari Antonius Dohong menyampaikan bahwa kedatangan mereka di hadapan DPRD Matim yakni, untuk mendengar pengakuan pemerintah tentang hak ulayat Gendang Ara atas tanah di Lehong.
“Almarhum ayah saya Antonius Dohong yang menyerahkan tanah Lehong ini kepada pemerintah yang diterima oleh camat Borong Ambrosius Dandut pada tahun 1992. Karena itu hari ini kami mau klarifikasi soal tanah ini. Bagaimana nasib tanah leluhur kami,” kata Mateus.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Komisi A DPRD Matim, Leonardus Santosa menyatakan aspirasi masyarakat adat Gendang Ara akan dibicarakan lebih lanjut oleh dewan.
“Komisi nanti akan berkoordinasi soal ini dengan pemerintah melalui BPN,” ujar Leo saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Kamis (09/11/2017).
Penulis: Nansianus Taris
Editor: Adrianus Aba