Yogyakarta, Vox NTT- Tidak sekedar menjadi mahasiswa yang focus dalam urusan akademik, Mahasiswa Adonara yang terhimpun dalam, Keluarga Mahasiswa Adonara Yogyakarta (KMAY) juga turut merasa bertanggung jawab membangun daerah mereka, Flores Timur, khusunya Adonara.
Tanggung jawab mereka ditunjukan lewat diskusi berbagai macam soal terkini di daerah smana santa itu.
Minggu (12/11/2017), KMAY menggelar Tutu Koda (duduk sambil berdiskusi) tentang kampung halaman, Adonara dari perspektif Mahasiswa.
Tutu Koda bertajuk “Sisi Lain Lewotana di Mata Kids Zaman Now” ini merupakan yang kedelan kalinya digelar, kali ini di Kantin Realino Sanata Dharma.
Ini juga mem-follow up Latihan Dasar Kepemimpinan dan Malam Keakraban (LDK & Makrab KMAY) Tahun 2017, sehari sebelumnya.
Diskusi berbentuk konferensi ini pun, kental dengan kekhasan budaya Adonara, misalnya, semua kelompok yang dibentuk saat Tutu Koda itu menggunakan istilah-istilah yang berasal dari bahasa adat Adonara.
Grace Grasela, salah satu peserta diskusi, kepada VoxNtt.com dalam chatingan mesenger menyampaikan, sengaja dibuat demikian sebagai symbol, anak muda Adonara tidak lupa akan kampung halaman.
Diskusi yang dipimpin Bosco Mawar ini, menghadirkan 7 (tujuh) orang “pemantik”, sebagai perwakilan dari tiap kelompok yang dibentuk pada saat LDK & Makrab KMAY.
Mereka (KMAY) menemukan beberapa persoalan yang saat ini tengah melilit masyarakat Lewotana Adonara, di antaranya:
Pertama, pola pikir yang belum maju. Menurut mereka, salah satu factor yang mempengaruhi perkembangan peradaban di Adonara adalah masalah pola pikir, sebagai penentu perilaku dan tindakan masyarakat.
Dijelaskan, pola pikir yang baik akan sangat menentukan kemajuan suatu wilayah, demikianpun sebaliknya, perubahan tak terwujud kalau pola pikir masyarakat kurang baik, terutama dalam menghadapi berbagai tantangan dan persoalan yang ada di tengah masyarakat setempat.
Menurut mereka, salah satu tantangan masyarakat Adonara sekarang adalah pola pikir yang masih terbelakang.
Contoh soal yang disebabkan keterbelaknagn pola pikir masyarakat Adonara yang mereka angkat adalah, pengangguran.
Mereka melihat, pengangguran adalah akibat langsung dari keterbelakngan pola pikir di daerah itu, yang menyebabkan masyarakat khususnya kaum muda cenderung konsumtif dan tidak produktif.
“Banyak orang menganggur karena cenderung mengharapkan lapangan pekerjaan yang disediakan oleh pemerintah, tanpa berpikir untuk menciptakan lapngan pekerjaan sendiri,” kata Paskal Lewo, saat mewakili kelompok Hedung dalam diskusi itu.
Menurutnya, penyebab keterbelakangan pola pikir ini yakni, keterbatasan informasi oleh karena akses informasi yang begitu sulit, rendahnya tingkat pendidikan dan kualitas pendidikan yang diterima oleh masyarakat.
Dia berharap, pemerintah dan masyarakat Adonara harus menjadikan Pendidikan sebagai program perioritas demi mengubah pola pikir.
Kedua, Sampah. Erik Sabon, perwakilan kelompok Behiro menyampaikan, sampah masih menjadi persoalan serius di pulau Adonara saat ini.
Menurut Erik, demikian disapa, saat ini, di mana-mana di Adonara, termasuk di ruang-ruang publik sampah berserakan yang entah dari mana datangnya.
“Untuk konteks Adonara, permasalahan sampah ini banyak kita temui di ruang-ruang publik, terutama pasar,” ungkapnya.
Dijelaskannya, tumpukan sampah di berbagai tempat sangat mempengaruhi keindahan, kebersihan, dan kesehatan masyarakat Adonara.
Penyebab utamanya kata dia yakni, kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat masih minim dan ketersediaan fasilitas seperti tong sampah, bank sampah, dan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) belum memadai.
Karena itu dia berharap, pemerintah bersama masyarakat setempat harus lebih sensitif dengan keadaan sampah di daerah itu dan segera menyediakan fasilitas pembuangan sampah.
Ketiga, Ina Joanna, perwakilan kelompok Wuhu Amet mengangkat masalah ketersediaan dan pemanfaatan fasilitas pendididkan.
Menurut Ina, ketersediaan dan pemanfaatan fasilitas di Adonara masih menjadi pekerjaan rumah tangga yang serius bagi pemerintah daerah setempat.
Pasalnya, saat ini, ketersediaan fasilitas pendidikan di wilayah Kabupaten Flores Timur, terutama Adonara yang masih tergolong minim.
Hal ini, demikian Ina, berdampak pada pemanfaatan fasilitas pendidikan yang rendan dan cederung tertinggal.
Bukti rendahnya ketersediaan dan pemanfaatan fasilitas pendidikan jelas Ina, dapat terlihat dari lulusan-lulusan dari daerah yang belum sepenuhnya menguasai teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang merupakan tuntutan dasar mahasiswa sekarang.
Karena itu Ina menyarankan, Pemerintah daerah Flores Timur harus segera memikirkan langkah strategis untuk meninkatkan fasilitas Pendidikan di daerah tersebut.
Sementara Ama Hali, perwakilan kelompok Dopi menyoroti masalah infrasturktur, terkhusus jalan yang saat ini masih menjadi persoalan serius di Adonara.
Menurut Hali, banyak jalan di Adonara yang mengalami kerusakan dan sempit. Terkait hal ini, Hali tak ingin menyalahkan pemerintah sepenuhnya.
Dia melihat, masyarakat juga adalah penyebab dari masalah infrastruktur di Adonara. Dia mengangat contoh, banyak masyarakat yang tidak merelakan sedikit lahannya untuk kepentingan pelebaran ruas jalan.
Namun demikian, dia berharap pemerintah sendiri harus terus berupaya dan berkomitmen untuk memperbaiki jalan yang rusak.
Kelompok Kenube yang diwakili oleh ina Oliv dan Dewi, menyinggung masalah ketersediaan air bersih, yang juga masih menjadi persoalan serius di Adonara.
Oliv dan Dewi menyampaikan, saat ini di kampungnya masih mengalami kekurangan air bersih. Selain karena ketersediaan mata air yang kurang, persoalan lain adalah kurangnya fasilitas penunjang, seperti bak penampung dan pipa saluran yang jumlahnya sangat terbatas, sehingga tidak bisa menjangkau seluruh rumah warga.
Selain menyoroti fasilitas yang kurang, Oliv dan Dewi juga mempersoalkan kebiasaan masyarakat setempat yang gemar menebang pohon dan pembabatan hutan secara liar.
Perilaku masyarakat yang dinilainya tidak tertib ini, menyebabkan debit air di daerahnya terus mengalami penurunan dan berpotensi mengalami kekeringan.
Atas persoalan ini mereka menghimbau kepada masyarakat, merawat alam dengan cara tidak menebang pohon secara sembarangan.
Kepada pemerintah, mereka berharap, membangun bak penampung yang lebih representatif lagi serta saluran pengairan yang dapat menjangkau seluruh warga serta menggalakan gerakan tanam pohon.
Penulis: Bosco
Editor: Boni Jehadin