Maumere, Vox NTT- Meskipun sampai dengan saat ini, pembahasan RUU Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Adat belum final, namun sesungguhnya telah tersedia banyak jalur pemembentukan suatu produk hukum di daerah yang melindungi hak-hak masyarakat adat.
Deputi II Sekjen PB Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Erasmus Cahyadi menyatakan terdapat 5 jalur mewujudkan perlindungan masyarakat adat di daerah.
Selain itu, di Indonesia sudah terdapat banyak daerah yang telah memiliki produk hukum yang mengakui dan melindungi eksistensi masyarakat adat.
Jalur pertama adalah melalui UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Pada pasal 67 dinyatakan bahwa masyarakat hukum adat berhak memungut dan memelihara hutan serta diberdayakan demi meningkatkan kesejahteraan.
Pengakuan masyarakat adat dilakukan melalui Perda.
Jalur kedua adalah melalui UU Nomor 6 Tahun 2016 tentang Desa yang mana memandatkan pembentukan desa adat dengan syarat adanya penetapan dan pengakuan terlebih dahulu melalui Perda.
“Jalur ini memiliki ekstrim mengingat kondisi sosiologis kultural masyarakat adat di masing-masing daerah,” terangnya kepada VoxNtt.com di Maumere, Kamis (16/11/2017).
Jalur ketiga adalah melalui Permendagri 52 Tahun 2014 yang mana penetapan dan pengakuan masyarakat adat dilakukan melalui SK Bupati.
Jalur keempat adalah melalui penerbitan sertifikat tanah komunal sebagaimana mandat Permen ATR Nomor 10 Tahun 2016.
Sementara itu, jalur kelima adalah melalui Permen Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 32 Tahun 2005 Tentang Hutan Hak.
Ditambahkannya, saat ini sudah ada beberapa daerah yang memiliki Perda terkaitan pengakuan masyarakat adat diantaranya di Halamannya Utara, Perda Tentang Kesepuhan di Bekasi, dan Perda Pengakuan Komunitas Adat Kajang di Bulukumba.
Di NTT baru terdapat 1 daerah yang memiliki Perda pengakuan masyarakat adat yakni Kabupaten Ende.
Penulis: Are de Peskim
Editor: Adrianus Aba