Kupang , Vox NTT- Pasca reformasi, situs society merupakan kekuatan yang sangat signifikan di segala lini.
Seperti halnya dengan lembaga-lembaga penegak hukum tertentu, ketika diserapkan habis-habisan di segala penjuru, maka situs society yang bergerak untuk membantu.
Hal ini disampaikan Kepala Sub–bagian Advokasi Hakim Komisi Yudisial (KY), Jonsi Afriantara, saat diwawancarai oleh wartawan di sela-sela usai kegiatan Sinergitas Jurnalis, bertajuk “Bersama Komisi Yudisial Wujudkan Peradilan Bersih” di Aula Lantai 2 (dua) Amaris Hotel Kupang, Kamis (23/11/2017) kemarin.
Menurut Jonsi, kegiatan tersebut bertujuan meningkatkan kerja sama, dan sinergi bersama media untuk bersama-sama mengawasi perilaku hakim.
Pengawasan terhadap perilaku hakim, lanjut dia, dalam rangka membangun peradilan yang bersih dan mendorong peradilan yang transparan dan akuntabel.
“Kami menyadari media memiliki peran penting dalam menopang proses peradilan, dengan tujuan akhir menegakkan peradilan bersih,” ungkapnya.
Dia menambahkan, ketika ada kasus yang melaporkan ke Komisi Yudisial proses penanganan tergantung dengan bukti–bukti permulaan yang didapatkan.
“Tetapi banyak juga laporan itu yang tidak sampai ke Komisi Yudisial, maka berhenti di tengah jalan, dengan alasan tidak cukup bukti,” ujarnya.
Dia berharap, masyarakat yang merasa dipersulit oleh adanya perilaku oknum-oknum tertentu yang diduga ada pelanggaran hukum, maka Komisi Yudisial akan membantu.
“Tidak menutup kemungkinan masyarakat secara umum, dalam arti rekan-rekan jurnalis, masyarakat sub sekecil apapun, adalah bagian dari Komisi Yudisial,” tambah Jonsi.
Diduga LSM
Sementara itu, Asisten Komisi Yudisial Penghubung Wilayah Provinsi NTT, Hendrikus Ara mengatakan, Keberadaan Komisi Yudisial (KY) belum sepenuhnya diketahui oleh masyarakat luas.
Buktinya, di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), ada pihak yang mengira KY adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Menurut Ara, Komisi Yudisial ini adalah lembaga tinggi negara yang setara dengan DPR, presiden dan MPR, DPD MK dan BPK. Semuanya termuat dalam konstitusi negara.
“Akibat belum diketahuinya Komisi Yudisial secara luas,” katanya.
Dia berharap pertemuan bersama wartawan ini bisa mempublikasikan kepada masyarakat tentang kedudukan Komisi Yudisial dalam ketatanegaraan.
“Sehingga, orang bisa tahu Komisi Yudisial dan tidak bertanya lagi apa itu Komisi Yudisial,” tegasnya.
KY NTT Terima 20an Laporan
Sebelumnya, dalam sesi diskusi Ara menyampaikan sejak dibentuknya Penghubung KY NTT sudah menerima 20an laporan. Pada umumnya jelas Ara, laporan bertaitan dengan perilaku hakim dalam persidangan.
Namun menurutnya dari jumlah tersebut tidak semua diproses karena, banyak yang tidak bs dibuktikan. Sementara yang tengah ditangani dan menunggu putusan adalah dua kasus.
“Ada 20an kasus yang sudah dilaporkan ke KY dan dua diantaranya sedang ditangani,” jelas putra Lamaholot itu.
Dia menambahkan, 20an kasus itu merupakan laporan dari masyarakat sementara yang lainnya temuan lansung KY. Namun dia tidak mengelak, jika sebagian besar adalah laporan masyarakat.
Menanggapi pernyataan peserta diskusi agar KY NTT harus lebih agresif melakukan pemantauan, atau investigasi perilaku hakim dalam persidangan, Ara mengatakan, pada dasarnya KY NTT selalu berjuang untuk secara intens memantau perilaku hakim.
Namun demikian, Ara mengaku bahwa mereka (KY) terkendala pada sumber daya yang terbatas sementara harus memantau persidangan di 22 Kabupaten/Kota.
Hal ini yang menurut dia, kadang-kadang cita-cita mereka untuk bisa memantau semua persidangan, guna mengamati perilaku hakim jadi terkendala.
“Pada dasarnya kita mempunyai cita-cita yang sama untuk mewujudkan proses peradilan yang bersih, namun kami terkendala pada sumber daya yang sangat terbatas, sementara kita harus memantau persidangan di sejumlah Pengadilan yang ada di NTT,” Jelas Ara.
Penulis : Tarsi Salmon
Editor : Boni Jehadin