Kupang ,VoxNTT- Kitab Kidung Agung sering dicap sebagai sebuah kitab yang bernuansa erotis, vulgar dan pornografi.
Bagaimana tidak, dalam kitab ini dinarasikan secara spesifik bagian tubuh manusia, baik yang berciri maskulin maupun feminim.
Meskipun demikian, berabad-abad yang lalu dalam tradisi para Rabi Yahudi, ditegaskan bahwa Kitab Kidung Agung adalah “Kitab yang paling suci” dari antara segala kitab yang lain.
Menerangkan hal ini, Pater Yohanes D. Jeramu, CMF, S.Fil., L.Th, Dosen Teologi Moral Filsafat Unwira Kupang, menjelaskan bahwa memang selama abad pertengahan kitab ini menjadi favorit di kalangan orang kudus.
“Banyak orang kudus mengalami jalan pengudusan justru dengan menggunakan kitab ini sebagai fokus dan perhatian hidup mereka,” ungkapnya saat menyampaikan materi dalam Seminar Ilmiah bertajuk “Menelisik Relasi Dengan Lawan Jenis Dikaji Dari Persepektif Psikologi Dan Moral” yang diselenggarakan oleh Senat Fakultas Filsafat Unwira, di Aula Seminari Tinggi St. Mikael Penfui, Sabtu, (02/12/2017).
Menurut Jeramu, seluruh kitab Kidung Agung dapat dilihat sebagai lukisan cinta yang membara antara pria dan wanita, antara mempelai laki-laki dan perempuan, sekaligus juga lambang cinta yang amat kuat antara Yahwe dan Israel.
“Cinta membara ini tidak didorong oleh hasrat seksual atau erotis semata, melainkan dilandasi oleh sebuah kerinduan cinta yang luar biasa, sebuah kerinduan untuk dikasihi dan mengasihi,” katanya di hadapan 200 mahasiswa yang mengikuti seminar ini.
Kemesraan dan keintiman ini juga menunjukan ketertarikan dan passion yang terarah kepada mempelainya, seperti dalam narasi Kidung Agung.
Namun intimitas ini bukan semata-mata didorong oleh hasrat seksualnya melainkan oleh kerinduan dan luapan cinta yang lahir dari kedalaman dirinya.
“Puisi romantis dalam kitab ini menggambarkan betapa seluruh perasaan, emosi dan gairah hidupnya, hanya terarah pada kekasihnya” tutur Pater.
Dia menambahkan, Kidung Agung bukanlah sekedar puisi atau nyanyian cinta, melainkan “Un evangelio del amor”
“Kitab Kidung sesungguhnya, bukanlah sebuah kitab kontroversial atau kitab yang merendahkan kesucian seksualitas manusia, tetapi kita ini mengandung kekayaan dan kedalaman cinta manusiawi,” ujarnya.
Dalam hubungannya dengan relasi, pesan etis yang mau disampaikan dalam teks Kidung Agung adalah ungkapan pujian, kekaguman dan keterpesonaan akan tubuh ini bukanlah sebuah ‘trik modus’ atau rayuan gombal untuk menaklukan lawan jenis dan menguasai atau menikmati tubuhnya, sebagaimana yang kerap kali terjadi dalam relasi pria dan wanita di zaman ini.
Sementara itu, ketua senat Fakultas Filsafat unwira Renggi Takandiwa, saat diwawancari VoxNtt.com mengatakan, tujuan kegiatan ini diselenggarakan agar para mahasiswa lebih mengerti arti cinta yang sesungguhnya dalam relasi mahasiswa.
Dia berharap, agar mahasiswa yang terlibat dalam seminar tersebut bisa mengerti dan tidak salah mengartikan cinta di tengah trend dunia saat ini.
Penulis : Tarsi Salmon
Editor : Boni Jehadin