Karma
Saat gagal mendera
Sang karma berujar:
“Aku sedang menasehatimu
Detik
Sedetik bersama-Mu
Melebarkan jurang antara aku dan kelemahan
Panggil
Engkau masih butuh
Mengapa aku selalu jatuh
Di rumah-Mu masih ada setumpuk gula?
Anggur ini telah masam bagiku
Kekal
Jika rindu adalah kekal
Masihkah kita ragu pada jarak
*Orio Dampuk,bergiat pada Komunitas Sastra Hujan Ruteng dan Teater Tanya Ritapiret Maumere. Buku antologi puisinya yang segera terbit berjudul Dua Mata YangDigelari Berkat-Penerbit Carol Maumere.
Puisi dan Keagungannya Bagi Pembaca
Oleh Hengky Ola Sura-Redaksi Seni Budaya Voxntt.com
Membaca puisi-puisi Oriol Dampuk pekan ini kita dihadapkan pada satu permenungan mendalam bahwa hidup adalah satu anugerah terberi. Dari puisi Karma, Detik, Panggil dan puisi Kekal kita dihadapkan pada kepaduan kata, makna dan lebih dari itu pesan dari balik setiap deret kata yang termaktub. Empat puisi pendek Oriol Dampuk hadir dengan ketelitian membongkar segala bentuk kemunafikan mengimani Tuhan Sang Causa Prima. Bisa jadi Oriol yang seorang calon pastor itu ikut mewanti-wanti kita untuk sadar bahwa segala yang terjadi, segala yang diperbuat, segala tindak-tanduk ikut jua menentukan hidup yang melingkupi kita.
Empat puisi Oriol kali ini adalah puisi-puisi kamar yang hadir kepada kita untuk dibaca dalam senyap-dalam hening. Pada puisi Karma kita dihentakan untuk selalu sadar bahwa hidup ini menyajikan kepada kita pengalaman-pengalaman terburai yang dapat memuliakan serentak juga menistai kita. Pada puisi Detik, Oriol lewat gurat katanya seolah mengajak kita pada pemaknaan religiositas keberimanan kita. Maka puisi ini adalah serupa doa yang rindu pada keagungan sang Pencipta. Dekat dan diam dalam religiositas keberimanan yang penuh akhirnya membawa kita semua untuk selalu tak terperosok pada praktik keberimanan yang semu.
Pada puisi Panggil, Oriol seolah mendeskripsikan tentang pengalaman panggilannya. Diksi gula dan anggur masam yang dipilih Oriol ikut mengajarkan bahwa selaksa ketaksanggupan senantiasa mewarnai jalan yang dipilihnya. Selanjutnya pada puisi Kekal kita akhirnya senantiasa menemukan pengharapan bahwa selalu ada yang pantas untuk kita hayati dalam hidup yakni hidup keberimanan kita. Maka empat puisi Oriol kali ini adalah puisi-puisi dengan keagungan yang layak kita hidupi.
Puisi-puisi Oriol kali ini hadir tanpa metafora yang dalam toh ia cukup melenakan pemacaan kita untuk segera sadar bahwa segala yang bernama keagungan dan pemuliaan hidup mungkin harus dibahasakan dengan tanpa tedeng aling-aling-tanpa metafora yang terlalu banyak.