Ruteng, Vox NTT- Sikap yang ditunjukan Polda NTT atas Aldo Febrianto sangat membingungkan. Betapa tidak, meski sudah mengakui adanya OTT, tapi sampai sekarang Polda NTT belum memberi status tersangka atas Mantan Kasat Reskrim itu.
“Iya benar kemarin ada OTT Tim Propam Polda NTT atas perintah Bapak Kapolda. Dan Tim sudah berhasil melakukan OTT. Tindakan selanjutnya oleh Bapak Kapolda kepada oknum perwira yang bersangkutan sudah dimutasi untuk dapat dilakukan pemeriksaan di Polda NTT,” kata Kabid Humas Polda NTT, Jules Abraham Abas melalui pesan singkatnya, Selasa (12/12/2017) lalu.
“Untuk jumlah uang secara pasti belum bisa kita sampaikan karena Tim sampai saat ini masih di Manggarai. Penanganan kasus ini selanjutnya tetap ditangani oleh Tim internal dari Propam Polda NTT,” tambahnya.
Namun, saat ditanya lebih lanjut mengenai status hukum Aldo Febrianto, Jules Abraham Abas memilih bungkam. Sikap aneh Polda NTT tersebut mendapat sorotan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Salestinus.
Menurutnya, kondisi itu bisa ditafsirkan bahwa Aldo Febrianto memiliki posisi yang cukup kuat, sehingga wacana penetapan tersangka atas dirinya diwarnai tarik menarik kepentingan diantara elit Polda NTT.
“Ini yang menjadi dilema bagi Polda NTT, apakah memilih menegakan hukum dengan mengorbankan nama baik korps Polri atau memilih menjaga nama baik korps Polri dan mengorbankan kepentingan penegakan hukum,” ujarnya melalui pesan WhatsApp, Sabtu (16/12/2017).
Karena itu, dia meminta Kapolda NTT segera memberi penjelasan kepada masyarakat tentang apa yang sesungguhnya terjadi dengan alotnya penetapan status tersangka mantan Kasat Reskrim itu.
Seharusnya, kata Salestinus, dalam waktu 1 x 24 jam pelaku yang terkena OTT langsung diberi status tersangka dan ditahan disertai pengembangan kasus berupa tindakan penggeledahan di sejumlah tempat.
“Selain melakukan penggeledahan, barang bukti juga disita disertai dengan penangkapan terhadap pelaku lain sebagai hasil pengembangan kasus,” ujarnya.
“Belum adanya pengembangan penyidikan terhadap pelaku lain, memberi kesan pembiaran dan sekaligus kesempatan kepada Aldo Febrianto berkolaborasi dengan pihak yang diduga sebagai pemberi suap untuk membangun skenario menghilangkan jejak dan barang bukti lainnya,” tambahnya.
Dia menambahkan, pelaksaan OTT versi Propam Polda NTT selain memunculkan sejumlah keanehan juga berbeda dengan standar OTT yang dilakukan KPK dan Bareskrim Mabes Polri.
“Dimana ketika pelaku di OTT maka setidak-tidaknya pihak pemberi suap atau yang dipungli ikut diamankan karena sama-sama terlibat dalam suatu tindak pidana atau kejahatan korupsi,” tegasnya.
Kontributor: Ano Parman
Editor: Adrianus Aba