Ruteng, Vox NTT- Tiga tersangka penambang pasir ilegal di Wae Reno, yakni Lodovikus Dagus, Marselino Jelaha dan Wilem Todo didampingi pengacaranya, Fransiskus Ramli, S.H melaporkan Mantan Kasat Reskrim, Aldo Febrianto dan beberapa penyidik pada Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) ke Propam Polres Manggarai, Rabu (24/1/2018).
Laporan itu diterima oleh Briptu Riman Panie sebagaimana termuat dalam Surat Tanda Terima Laporan Nomor: STPL/02/I/2018 sesuai Laporan Polisi Nomor: LP/02/I/2018/PROPAM tanggal 24 Januari 2018.
Dalam rilis yang diterima VoxNtt.com melalui pesan WhatsApp, Kamis (25/1/2018) Fransiskus Ramli mengatakan laporan itu terkait dengan sejumlah uang yang sudah diserahkan tersangka kepada Kasat Reskrim dan anak buahnya pada bulan September 2017 lalu.
Sebelumnya, kata Ramli, para tersangka sempat ditahan sehubungan dengan kasus dugaan tindak pidana melakukan penambangan mineral bukan logam dan batuan tanpa dilengkapi izin usaha pertambangan dan izin lingkungan dari pejabat yang berwenang.
Peristiwa itu terjadi pada Jumat, 18 Agustus 2017 sekitar pukul 17.00 Wita di Wae Reno, Desa Ranaka, Kecamatan Wae Ri’i, Kabupaten Manggarai.
“Namun, yang saya dengar informasinya dari para tersangka, mereka pernah menyerahkan uang namun saya tidak tahu apakah uang jaminan penangguhan penahanan atau bukan. Mereka sendiri yang tahu persis kejadian atau peristiwa tersebut pada saat proses penyelidikan dan penyidikan awal,” tambahnya.
Uang Jaminan Penangguhan Penahanan?
Ramli menjelaskan jika mengacu pada ketentuan Pasal 35 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP, uang jaminan penangguhan penahanan seharusnya disimpan di kepaniteraan pengadilan negeri.
“Pasal itu berbunyi “Uang jaminan penangguhan penahanan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan, disimpan di kepaniteraan pengadilan negeri” jelasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan dalam ayat (2) Pasal 35 tersebut dikatakan bahwa apabila tersangka atau terdakwa melarikan diri dan setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan tidak diketemukan, uang jaminan tersebut menjadi milik negara dan disetor ke kas negara.
Sedangkan, lanjut Ramli, dalam Pasal 36 peraturan pemerintah itu mengatur tentang jaminan orang. Pasal itu berbunyi, “tersangka atau terdakwa melarikan diri maka setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan tidak diketemukan, penjamin diwajibkan membayar uang yang jumlahnya telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan”.
“Dalam ayat (2) Pasal 36 itu menyebutkan uang yang dimaksud dalam ayat (1) harus disetor ke kas negara melalui panitera pengadilan negeri,” tegasnya.
Selanjutnya, dia menjelaskan bahwa dalam ayat (3) Pasal 36 itu menyebutkan bahwa apabila penjamin tidak dapat membayar sejumlah uang yang dimaksud ayat (1), juru sita menyita barang miliknya untuk dijual lelang dan hasilnya disetor ke kas negara melalui panitera pengadilan negeri.
“Tinggal dicek saja, jika benar para tersangka telah menyerahkan uang maka pertanyaan selanjutnya apakah uang tersebut disimpan di kepaniteraan pengadilan negeri sesuai bunyi peraturan pemerintah tersebut atau tidak. Jika disimpan kepaniteraan pengadilan negeri maka itu merupakan uang jaminan penangguhan penahanan,” pungkasnya.
“Namun, sepengetahuan saya uang tersebut tidak disimpan sesuai ketentuan Pasal 35 dan 36 PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP. Artinya tidak disimpan di kepaniteraan pengadilan negeri,” tegas Ramli.
Dia menambahkan dalam kasus itu para tersangka sangat kooperatif dan tidak melarikan diri. Karena itu, jika uang jaminan penangguhan penahanan tersebut disimpan di kepaniteraan pengadilan negeri maka tidak perlu di setor ke kas negara.
“Dengan kata lain harus dikembalikan. Bagaimana halnya jika uang jaminan penangguhan penahanan tidak disetor ke kepaniteraan pengadilan negeri?” tanya Ramli.
“Saya kira akan ada dampak hukum dan etiknya. Saya tidak perlu uraikan. Saya menghormati kewenangan Propam Polres Manggarai. Para tersangka sudah melaporkan hal tersebut. Kita tunggu saja hasil penyelidikan Propam Polres Manggarai,” imbuhnya.
Kontributor: Ano Parman
Editor: Adrianus Aba