Makassar, Vox NTT- Sebanyak 21 mahasiswa asal Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mengenyam pendidikan di Universitas Satria Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan mendekam di penjara selama sebulan terakhir.
Selain dari NTT, terdapat 4 mahasiswa lainnya dari Makassar di kampus itu juga ikut dipenjara di Lapas yang beralamat di jalan Rutan Lapas 1 Makassar.
Ke-25 mahasiswa terpaksa harus berurusan dengan pihak Polrestabes Makassar lantaran dilaporkan Ansir, mewakili Yayasan Universitas Satria.
Mereka dilaporkan karena dinilai telah melakukan pengrusakan sejumlah fasilitas kampus itu saat aksi unjuk rasa pada 11 Januari 2018 lalu.
“Satu orang dari Kabupaten Ngada, 10 orang dari kabupaten Manggarai Timur, 4 orang dari Kabupaten Manggarai dan 6 orang dari Kabupaten Manggarai Barat, 4 orang lainnya dari Sulawesi,” kata Faustinus Jahur, salah satu mahasiswa yang dipenjara kepada VoxNtt.com melalui sambungan telepon, Selasa (13/02/2018).
Dia mengatakan para mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa untuk menuntut hak akademik mereka.
Pasalnya, pasca Universitas Satria ditutup pada 8 Januari 2018 lalu, para mahasiswa belum mendapatkan penjelasan dari lembaga terkait keberlangsungan nasib mereka. Padahal kewajiban membayar keuangan kuliah sudah lunas.
Menurut Faustinus, para mahasiswa dipolisikan lantaran melempar dan merusak fasilitas kampus. Aksi itu merupakan bentuk kekecewaan kepada lembaga Universitas Satria.
Sementara itu, Rektor Universitas Satria Makassar Arda Senaman yang dihubungi melalui pesan WhattsApp, Rabu (14/02/2018), menjelaskan, para mahasiswa tersebut dipolisikan lantaran melakukan aksi demonstrasi yang anarkis di kampusnya.
“Sekarang mereka sudah ditahan di lapas Rutan I Makassar,” katanya singkat.
Kronologis
Faletinus Agur, salah satu mahasiswa yang sempat ditahan menceritakan, demonstrasi tersebut bermula setelah mendengar bahwa kampus Universitas Satria ditutup pada 10 Januari 2018. Mereka diberitahu oleh utusan dari pihak Yayasan bernama Ansir.
Setelah mendengar kabar itu lantas para mahasiswa langsung meminta klarifikasi dan penjelasan lebih lanjut. Namun Ansir tidak merespon dan buru-buru meniggalkan mahasiswa.
Menyikapi itu, sejumlah mahasiswa langsung melakukan aksi protes di sore harinya, 10 Januari 2018.
Masih tak puas, para mahasiswa kemudian melakukan aksi unjuk rasa kedua pada 11 Januari 2018. Aksi ini resmi memberikan surat izin ke Polsek Mamajang dan Polrestabes Makassar.
Falentinus mengatakan, aksi unjuk rasa saat itu berbuntut anarkis. Para mahasiswa melakukan pengrusakan beberapa fasilitas kampus Universitas Satria.
Kaca jendela dan peralatan kantor lainnya rusak akibat amukan massa.
Dikatakan, amarah mahasiswa meluap karena beberapa kali melakukan pendekatan dengan pihak Yayasan dan Rektor Universitas Satria, namun tidak digubris.
Para mahasiswa meminta penjelasan terkait pembekuan, larangan menerima mahasiswa baru, dan larangan mewisudakan sarjana baru oleh pihak Kopertis IX Sulawesi Selatan.
“Pihak mahasiswa pada dasarnya meminta pertanggungjawaban dari Yayasan untuk kejelasan nasib akademik. Namun pihak Yayasan tidak memberikan kepastian. Itu dalam kurun waktu selama dua tahun mereka menunggu,” kata Falentinus.
“Proses akademik tidak berjalan dengan baik, perkuliahan, dan dosen tidak masuk kelas karena ketidakjelasan tersebut,” tambah dia.
Itulah alasannya amarah mahasiswa meluap dan berujung melakukan tindakan anarkis.
Ansir mewakili pihak Yayasan Universitas Satria kemudian melaporkan para mahasiswa tersebut ke polisi.
“Dalam mediasi di kepolisian, Ansir bertemu dengan pihak mahasiswa. Tuntutan mahasiswa agar segera mencabut laporannya dan mengeluarkan 25 tahanan,” kata Falentinus.
Namun Ansir kata dia, mewakili 7 ahli waris lainnya dari Yayasan mengaku keberatan dengan permintaan para mahasiswa.
“Tuntuan Ansir kalau mau saya cabut laporanya, harus bayar ganti rugi sebesar Rp 1 miliar rupiah,” jelas Falentinus.
Permintaan Ansir tersebut tidak disanggupi mahasiswa.
Terpisah, Martinus Rato mewakili keluarga Faustinus Jahur memohon kepada semua pihak untuk membantu mengeluarkan ke-25 mahasiswa tersebut dari penjara.
“Mereka ditahan lantaran aksi demonstrasi ke yayasan (Universitas Satria) karena tanpa sepengetahuan mahasiswa, ternyata universitas mereka sudah ditutup pada tanggal 8 Januari 2018 lalu,” kata Marten yang adalah anggota DPRD Manggarai Timur itu.
Kontributor: Leonardus Jehatu
Editor: Adrianus Aba