Kupang, Vox NTT-Badan Pembantu Pelayanan (BPP) Advokasi Hukum dan Perdamaian Sinode GMIT merilis hasil pantauan mereka terhadap perkembangan Kasus Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang di NTT.
Setidaknya ada 11 kasus kematian TKI yang berhasil terpantau. Sebanyak 7 kasus dari kabupaten TTS, 2 kasus dari kabupaten Kupang dan sisanya masing-masing satu (1) kasus dari kabupaten Belu dan TTU.
Pertama, Mariance Kabu asal Kabupaten TTS. Laporan polisi bernomor LP/B/379/XI/2016 pada 25 November 2016 tersebut kini berstatus P19 dan masih dalam penyidikan Polda NTT.
Kedua, Dolvina Abuk asal Kabupaten TTU. Kasus ini sudah dipekara dengan nomor : 31/Pid. Sus/2016/PN Kfm. Statusnya sudah ada putusan di Pengadilan Kefamenanu dengan terpidana Adi Sinlaeloe. Pelaku hanya mendapat hukuman 2 tahun dan denda Rp. 2 miliar.
Ketiga, Yufrinda Selan asal Kabupaten TTS. Kasus ini sudah naik banding dan hasil putusan para terdakwa dibebaskan.
Keempat, Matilda Kollo asal Belu. Kasus dengan nomor: LP/B/66/II/2017/SPKT berstatus P19 dan masih dalam penyidikan Polda NTT.
Kelima, Yasinta Lottu asal TTS. Kasus ini berstatus P19 dan masih dalam penyidikan Polda NTT.
Keenam, Dortia Abanat asal Kabupaten Kupang. Kasusnya P19 dan masih dalam penyidikan Polda NTT.
Ketujuh, Ance Punuf asal TTS. Kasus ini juga masih P19 dan sedang dalam penyidikan Polda NTT.
Kedelapan, Mery Tabun asal TTS. Kasus dengan nomor: LP/B/70/III/2017/SPKT masih dalam penyidikan Polda NTT.
Kesembilan, Dursila Betty asal kabupaten TTS. Sattus kasus ini masih P19.
Kesepuluh Delci Betty asal TTS. Kasus ini juga masih P19 di Polda NTT.
Kesebelas, Sarlin Djingi asal kabupaten Kupang. Kasus ini masih dalam tahap Persidangan.
Proses Peradilan Mengecewakan
Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Perdagangan Orang (KMSPPO) dalam pres release yang diterima VoxNtt.com menilai proses peradilan kasus perdagangan orang di NTT sangat lemah dan mengecewakan.
Pertama, proses peradilan kasus perdagangan orang di NTT ada di level yang sangat mengecewakan. Bahkan hakim di pengadilan negeri 1a Kupang juga bertanggungjawab terhadap lepasnya Bandar besar perdagangan orang.
“Hakim perlu diberi kursus penuh tentang UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang sudah diberlakukan sejah tahun 2007,” tegas KMSPPO dalam rilisnya.
Kedua, untuk persoalan perdagangan orang kepedulian seorang kepala daerah penting.
“Untuk kami menuntut agar para calon gubernur NTT 2018 berbicara lurus tentang apa yang hendak dibuat mengatasi perdagangan orang sebagai persoalan konkrit,” tambahnya.
Ketiga, liputan investigasi merupakan hal yang mahal untuk media, untuk itu kita menghimbau agar dibentuknya konsorsium liputan perdagangan orang Nusa Tenggara Timur (NTT) antara perusahaan media maupun diantara para pekerja media di NTT.
“Literasi mafia sistem peradilan merupakan hal yang perlu dikampanyekan, dan itu hanya mungkin jika didukung oleh para jurnalis yang berdedikasi, Kasus-kasus perdagangan orang di tangan polisi, jaksa dan hakim perlu diliput secara meluas,” tulis KMSPPO.
Keempat, agar Kapolda memberdayakan babinkamtibmas di desa-desa untuk terlibat dalam upaya pencegahan perdagangan orang.
“Kami berharap dengan ditingkatkannya status polda NTT menjadi tipe A menghadirkan bukti dengan polisi yang professional dan peduli pada korban, dan bukan hanya peduli pada persoalan-persoalan seremonial. Polisi harus hidup dalam prinsip dan nilai yang dianut oleh masyarakat dan tidak boleh kalah oleh pasar,” tegas KMSPPO.
Kelima, agar para tokoh agama, dalam hal ini gereja sebagai intitusi memperhatikan secara khusus anak-anak dari orang tua migrant yang ditinggalkan dan terlantar.
“Sebab anak-anak yang ditinggalkan dan tidak diperhatikan akan menghasilkan kerusakan generasi,” terang KMSPPO.
Penulis: Irvan K