Maumere, Vox NTT-Memilih untuk maju sebagai calon gubernur NTT sesungguhnya bukan sekadar perkara memburu kekuasaan, melainkan juga kesanggupan untuk menerobos berbagai medan demi menemui dan menyerap langsung aspirasi rakyat.
Spirit itulah yang membangkitkan semangat Benny K. Harman (BKH) bersama rombongan untuk menempu berbagai medan baik darat, laut maupun udara untuk bersua langsung dengan rakyat NTT di pelosok-pelosok terpencil.
Calon Gubernur yang berpasangan dengan Benny A. Litelnoni ini nyaris tanpa lelah dan takut melewati medan-medan berat walaupun melawan gelombang lautan demi menggapai kampung-kampung, tempat dia menemui rakyatnya.
Sejak Jumat sampai Sabtu (31/03/2018), rombongan BKH mengikuti rangkaian prosesi Semana Santa di Larantuka dimana sejak pagi timnya mengikuti ritual ‘Cium Tuan Ma dan Tuan Ana‘, mengikuti prosesi laut di siang hari dan melanjutkan prosesi darat di malam hari.
Prosesi yang cukup melelahkan ini membuat kami menginginkan sedikit waktu untuk beristirahat, sekadar memulihkan tenaga apalagi selama dua minggu berturut-turut mengelilingi wilayah Flores bagian barat dengan medan yang sangat buruk.
Namun, niat untuk beristirahat itu terpaksa diurungkan. BKH dan rombongan segera kembali ke Maumere karena paginya Sabtu (31/03/2018) harus menyeberang ke Pulau Besar. Di sana masyarakat dari Desa Koja Doi dan Desa Koja Gete sudah menanti. Usai dari sana tim harus menyeberang lagi ke Pulau Pemana.
Macet di Tengah Laut
Kurang lebih pukul 09.00 Wita kapal BKH dan rombongan pun melepaskan jangkarnya dari Dermaga Maumere menuju ke Pulau besar.
Setelah kurang lebih satu jam berlayar menikmati udara segar di atas laut, tiba-tiba kapal yang kami tumpangi mengalami gangguan pada mesinnya. Sejam kami harus melayang di atas permukaan laut. Informasi dari kapten, kapal tidak bisa melanjutkan perjalanan.
Pilihannya dua yakni menunggu sampai kapal diperbaiki dan kembali ke Maumere atau meminta bantuan ke darat agar mengganti kapal yang kami tumpangi itu.
Sebagian besar di antara kami adalah anak gunung, tak terkecuali BKH. Sebagai orang gunung, macet di tengah laut adalah petaka.
Putus asa, gelisah, dan takut tampak tergambar pada wajah setiap orang. Pikirannya adalah bagaimana menyelamatkan diri jika tiba-tiba kapalnya tenggelam, sementara berenang merupakan kata kerja asing buat kami orang gunung.
Dalam situasi yang serba bingung, putus asa dan gelisah itu BKH mencoba menguatkan timnya. Dia mengungkapkan segala sesuatu yang terjadi atas hidup manusia adalah seizin Tuhan.
“Tuhan tidak pernah memberikan masalah tanpa solusi, tantangan itu harus ditaklukan,” kata dia.
BKH meyakinkan bahwa segala sesuatu yang baik maupun buruk, menunjukkan Tuhan sedang berkarya atas manusia.
“Hindari pikiran buruk, berpikirlah tentang kesuksesan. Sehingga saat tantangan datang kita berani menghadapinya,” begitu kata BKH menguatkan rombongannya.
BKH selalu menekankan kepada tim, kalau sudah memilih untuk maju, jangan sekalipun berpikir mundur. Memilih bergabung dengan timnya adalah siap berjuang tanpa mengenal lelah. Sebab kata dia lelah hanya milik orang gagal.
Kata-kata ini bagai energi baru yang membangkitkan optimisme kami. Saat itu juga kami bersepakat untuk melanjutkan perjalanan dengan meminta bantuan ke darat agar segera mengganti kapal.
Sejam menunggu, perahu kecil pun datang, kami bersama BKH mesti mendahului tim yang lain karena kapasitas perahu hanya mampu menampung di bawah 10 orang.
Perjalanan itu mendebarkan karena untuk sampai di tujuan masih membutuhkan waktu dua jam. Gelombang yang cukup tinggi sedikit menciut nyali. Aura ketakutan tetap tergambar di wajah masing-masing orang.
BKH sendiri seperti menyembunyikan rasa takutnya. Walaupun perahu tumpangan kami oleng ke kiri dan ke kanan, dia terus bercerita seperti ingin menyedot ketakutan kami.
Seorang rekan yang ikut dalam rombongan itu sempat berbisik kepada saya “Ini namanya cagub gila ade, motivasinya membangun NTT tidak kalah oleh gelombang laut,” katanya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Sambutan Hangat
Beruntung perjalanan yang mendebarkan ini sampai juga. Tiba di Koja Doi, kami disambut penuh kekeluargaan. Seorang imam yang meminta namanya tak disebutkan menyampaikan rasa bangganya kepada BKH. Menurut dia, BKH adalah cagub pertama yang datang ke tempat itu.
“Terima kasih karena Pak sudah datang, ini penghargaan yang luar biasa buat kami. Kami akan ingat ini sampai pemilihan, kami satu hati untuk Pak. Kami juga ikut mendoakan perjuangan ini,” ujarnya.
Setelah pertemuan kurang lebih setengah jam, BKH blusukan di desa berwarga suku Buton itu lalu melanjutkan perjalanan ke Desa Koja Gete.
Tiba di Desa Koja Gete, tepatnya di Dusun Nebura, masyarakat setempat sudah berkumpul. Sambutan yang sama juga dirasakan di sana.
“Kami sangat salut dengan Bapak, karena baru pertama kali seorang calon gubernur, calon orang nomor satu di NTT ini datang d sini, ini pertama kali,” kata Abohaling, tokoh masyarakat setempat.
Abohaling juga menguatkan BKH dengan doa. “Kami berdoa, semoga bapak jadi gubernur. Karena program bapak sangat bagus dan membantu. Kalau bapak terpilih Insya Allah ini bisa dilakukan,” ungkapnya
Selesai di Koja Gete, tim terus bergerak ke Pulau Pemana. Daerah ini juga menjadi tempat pertama yang dikunjungi calon gubernur.
Di sana rombongan dijamu makan siang di rumah seorang tokoh agama sekaligus tokoh masyarakat setempat.
BKH mendapat keluhan mengenai infrastruktur, kelangkaan BBM, dan air minum bersih. Masalah itu disampaikan oleh Haji Aboi dan Pak Jais mewakili masyarakat setempat.
Penulis: Boni J