Borong, Vox NTT-Hampir belasan tahun tanaman kako milik petani di Kabupaten Manggarai Timur (Matim) diserang hama.
Namun, tidak ada upaya penanganan dari Pemerintah Kabupaten Matim terhadap hama penyakit yang menyerang kakao. Padahal kakao merupakan salah satu tanaman sumber ekonomi bagi petani di kabupaten ujung timur Manggarai itu.
“Sudah belasan tahun tanaman cokelat kami ini buahnya rusak terus pak. Tetapi anehnya Pemda ko biasa-biasa saja. Ada PPL di lapangan, tetapi tidak jelas juga kerjanya. Pemerintah sudah tidak becus urus nasib petani. Padahal sebagian besar masyarakat kita ini hidup bertani. Mesti diperhatikan serius,” ujar Marsel Man, salah satu petani asal Kecamatan Poco Ranaka kepada VoxNtt.com, Senin (23/04/2018).
Padahal kakao, kata dia, adalah tanaman yang sangat membantu ekonomi petani di Matim.
Selama tanaman kakao diserang hama, petani sering gelisah. Sebagian dari mereka sebelumnya bisa menjual kakao sampai ratusan kilo, tetapi sekarang sudah tak ada lagi.
“Petani tidak punya pengetahuan untuk menghilangkan hama yang menyerang tanaman kami. Kami butuh pemerintah untuk berdayakan nasib petani. Saya tidak tahu, apakah dinas terkait ada program untuk penanganan penyakit pada tanaman seperti kakao. Kepada siapa lagi kami berharap. Bukankah Negara ini hadir untuk mensejahterakan rakyatnya,” tegas Marsel dengan nada kesal.
Hal yang sama disampaikan Marten Luis petani asal Kecamatan Rana Mese. Dia mengatakan, tanaman kako itu penopang ekonomi masyarakat petani.
Namun sayangnya, sudah lama diserang hama, tak ada penanganan dari Pemkab Matim.
“Kami kecewa sekali dengan pemerintah pak. Masa nasib petani tidak diurus. Pemda buat apa saja. Mungkin sibuk urus administrasi saja, sampai lupa urus nasib rakyat,” ucap Marten, kesal.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Matim Sil Jerabat saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya, Rabu (25/04/2018), mengatakan sudah sejak tahun 2011 ada pelatihan untuk penanganan kakao.
“Sudah ada latihan untuk petani sejak tahun 2011 sampai dengan sekarang yaitu pelatihan P3S (Pemupukan, Pemangkasan, Panen sering, dan Sanitasi) di semua kecamatan. Kita berharap semua petani setelah pelatihan sudah bisa mandiri. Karena pelatihan langsung praktik di lapangan di kebun kakao bukan di kelas atau ruangan,” ujar Kadis Sil.
“Tahun ini ada diklat untuk itu. Kalau mereka mengeluh, ya, itulah petani,” tambah dia.
Penulis: Nansianus Taris
Editor: Adrianus Aba