Kupang, Vox NTT- Insiden berdarah terjadi di Kampung Marosi, Desa Patiala Bawah, Kecamatan Lamboya, Kabupaten Sumba Barat, Rabu, 25 April 2018.
Kericuhan tersebut terjadi saat pengukuran tanah dan telah menewaskan pria 4o tahun bernama Poro Duka. Tak hanya itu peristiwa berdarah itu mengakibatkan belasan orang lainnya luka-luka.
Warga memrotes kegiatan pengukuran tanah yang dilakukan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumba Barat yang dijaga 131 personel gabungan dari Brimob, TNI, dan personel polisi dari Polres Sumba Barat.
Menyikapi hal tersebut, tiga organisasi di Kupang sontak melakukan mimbar bebas di depan Polda NTT, Jumat (27/04/2018).
Ketiganya yakni, PMKRI Cabang Kupang, GMKI Cabang Kupang, dan Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI).
Aksi mimbar bebas tiga organisasi itu meminta Kapolda NTT tindak tegas oknum Polisi dan TNI yang terlibat dalam insiden penembakan terhadap warga Desa Patiala Bawah.
Peristiwa penembakan itu terjadi saat aparat kepolisian Polres Sumba Barat dan anggota Brimob melakukan pengamanan terhadap pengukuran tanah seluas 50-an hektare di Desa Patiala Bawah milik PT Sutra Marosi Kharisma.
Saat itu, warga meminta sebelum dilakukan pengukuran, harus dihadirkan dahulu pembeli pertama tanah tersebut.
Namun, pihak Dinas Pertanahan dan BPN bersikeras terus melakukan pengukuran, sehingga terjadi bentrokan menyebabkan satu korban meninggal dunia atas nama Poro Duka.
Sedangkan satu korban lainnya, Matti Uku menderita luka tembak dua kali di kakinya dam kini ia sedang dirawat di RSUD Waikabubak.
Ketua Presidium PMKRI Cabang Kupang, Markus Gani kepada VoxNtt. com, Jumat malam, meminta Polda segera mengusut tuntas kasus penembakan dalam insiden berdarah tersebut.
“Polda dan Komandan Resor Militer Wirasakti 161 Kupang harus bertanggung jawab atas meninggalnya warga yang tertembak,” tegas Gani
Aktivis GMKI Cabang Kupang, Umbu Ibi Riti, dalam orasinya menegaskan tindakan represif yang dilakukan oknum Polisi dan TNI terhadap warga Sumba Barat merupakan tindakan biadab, bangsat, dan tidak berperikemanusiaan.
“Polisi yang seharusnya menjaga, mengayomi, dan melayani masyarakat, pada kenyataannya menghilangkan nyawa masyarakat,” ujar Umbu.
“Seharusnya Polisi mengambil langkah persuasif dalam menyelesaikan persoalan tersebut,” lanjutnya.
Terpisah, Aktivis PMKRI Cabang Kupang, Adrianus Oswin Goleng mengatakan, aksi demontrasi dalam bentuk mimbar bebas ini sebagai bentuk solidaritas dan rasa empati terhadap korban kekerasan disertai penembakan yang diduga dilakukan oleh oknum Polri dan TNI di Desa Patiala Bawah.
“Bahwa sesuai Perkapolri Nomor 9 tahun 2008 mekanisme pengamanan massa aksi, Polisi harus melindungi massa aksi dan memperhatikan hak asasi manusia. Sehingga dalam hal melakukan pengamanan, dalam kondisi apapun mesti dikedepankan nilai kemanusiaan tanpa disertai tindakan represif apalagi sampai tahap penembakan,” ujar Goleng.
“Sehingga bagi kami insiden di Sumba adalah bentuk pelecehan terhadap nilai kemanusiaan serta pengangkangan aturan akibat ketidakpahaman dalam mengejawanta tugas dan wewenang,” sambung Germas PMKRI Cabang Kupang itu.
Sementara itu, Ketua OPSI Kupang, Adelina, menyayangkan kejadian tersebut. Ia meminta Kapolda NTT, Raja Erizman segera menindak tegas anggotanya yang terlibat dalam peristiwa naas yang menewaskan nyawa Para Duka.
“Agar dipecat dan diproses sesuai hukum yang berlaku. Ini dilakukan demi terciptanya keadilan sosial di mata hukum,” tegas Adelina.
Dalam aksi mimbar tersebut, terdapat pamflet yang bertuliskan “ Rakyat bukan Binatamg”, POLRI & TNI, Stop ! Kekerasan Terhadap Rakyat Sumba”, Adili Oknum POLRI dan TNI yang Tembak warga Sumba”.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Adrianus Aba