Borong, Vox NTT-Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Manggarai menggelar aksi demonstrasi di Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kantor DPRD, dan Kantor Bupati Manggarai Timur, Selasa (08/05/2018).
Aksi unjuk rasa tersebut sebagai bentuk protes atas putusan Kepala Dinas PK Matim, Frederika Soch yang melakukan pemotongan gaji guru THL dari Rp 1.250.000 menjadi Rp 700.000 setiap bulannya.
Dalam pernyataan sikap tertulis yang salinannya diterima VoxNtt.com, GMNI menduga Kadis Frederika telah memalsukan data dan dana gaji guru THL untuk kepentingan pribadi.
GMNI menjelaskan, pada tanggal 6 April 2018 lalu, Kadis Frederika membeberkan data terkait data guru THL yang berjumlah 253 orang.
Namun dalam daftar pagu anggaran (DPA) tahun 2018 jumlah guru THL 298 orang dengan anggaran Rp 4.470.000.000,00, sehingga selisih 45 orang.
Selanjutnya, pada 10 Oktober 2017, Kadis Frederika mengeluarkan pernyataan bahwa jumlah Guru THL di Matim sebanyak 277 orang.
“Sehingga kami menilai bahwa kadis P dan K Matim tidak konsisten dalam menjalankan tugasnya dan diduga kadis P dan K telah melakukan pemalsuan data untuk kepentingan pribadi. Kami juga menduga danya konspirasi antara DPRD, Bupati dan Kadis P dan K Kabupaten Manggarai Timur dalam perumusan APBD tahun 2018,” tegas GMNI dalam pernyataan sikapnya.
Kemudian pada tanggal 27 April 20I8, sebut GMNI, Kadis Frederika mengatakan di salah satu media massa online telah memblokir 23 ATM guru THL dengan alasan sakit hati.
Lalu, pada 5 Mei 2018 Kadis Frederika melalui kepala sekolah menginstruksikan untuk memecat salah seorang guru THL berinisial MV.
Dari beberapa keputusan tersebut, GMNI menilai Kadis Frederika memangkas hak guru dalam bentuk pemblokiran ATM dan pemecatan.
Dalam pernyataan sikap tersebut juga GMNI menemukan sejumlah kejanggalan di balik kisruh guru THL di Matim.
Pertama, jumlah dana untuk 298 guru THL berdasarkan DPA tahun 2018 sebesar Rp 4.470.000.000.
Namun berdasarkan data riil pada Dinas PK Matim, total guru THL sebanyak 277 orang dengan jumlah upah yang harus dibayar sebesar Rp 4.155.000.000.
GMNI menemukan, terjadi pengurangan 21 orang guru THL dari data sebelumnya yang berjumlah 298 orang. Jika benar hanya 277 orang guru THL, maka total upah yang diberikan hanya Rp 4.155.000.000. Lantas, Rp 315.000.000 dari total DPA Rp 4.470.000.000 hilang.
Kedua, keputusan Kadis Frederika yang menyetarakan gaji guru THL sama dengan guru Bosda yakni Rp 700.000/bulan juga tanda tanya besar bagi GMNI Cabang Manggarai.
GMNI menghitung, 277 guru THL jika diberi upah Rp 700.000/bulan, maka satu tahun sebesar Rp 2.326.300.000. Karena itu, jumlah DPA Rp 4.470.000.000 dikurangi Rp 2.326.800.000, maka Rp 2.145.200.000 hilang entah ke mana.
Ketiga, untuk upah 4 bulan pertama tahun 20l8 sebanyak 277 orang guru THL belum dicairkan.
Keempat, sebut GMNI, karena sakit hati Kadis PK Matim memblokir rekening guru THL berjumlah 23 orang. Sehingga, gaji 23 orang jika diberi Rp 1.250.000/bulan, maka satu tahun sebanyak Rp 345.000.000.
Pantauan VoxNtt.com, di Kantor Dinas PK Matim massa aksi GMNI meminta untuk bertemu Kadis Frederika. Sayangnya, saat aksi berlangsung Kadis Frederika dikabarkan sedang berada di luar daerah.
Para aktivis pun kecewa karena hanya diterima oleh staf Dinas PK, Hendrik Daur.
Setelah hampir dua jam berorasi di depan Kantor Dinas PK Matim, para aktivis kemudian melanjutkan aksi unjuk rasa di Kantor DPRD.
Dikabarkan sebelumnya, Kadis Frederika menjelaskan sebagian dana gaji guru THL tersebut masih tersimpan baik di kas daerah dan tidak dicairkan.
Menurut dia, daftar pagu anggaran (DPA) yang sudah dialokasikan Pemkab Matim untuk para guru tersebut sebesar Rp 4.470.000.000.
Jumlah itu dari 298 guru dikali dengan upah Rp 1.250.000 tiap bulannya.
Sejauh ini, lanjut dia, sejumlah Rp 625.800.000 sudah dicairkan untuk pembayaran gaji 298 guru selama 3 bulan. Mereka diberi honor Rp 700.000 tiap bulannya.
Kadis Frederika juga membeberkan, kalau dihitung pertahun gaji bagi 298 orang guru sebesar Rp 2.503.200.000. Hitungan tersebut diperoleh dari honor Rp 700.000 tiap bulannya.
Sebab itu, dia menghitung masih terdapat sisa anggaran. Anggaran tersebut tentu saja masih aman di kas daerah.
Penulis: Nansianus Taris
Editor: Adrianus Aba