Larantuka, Vox NTT-Pertama kali di Kabupaten Flores Timur, Pemerintah Daerah (Pemda) Flores Timur (Flotim) melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbupar) akan menggelar festival budaya berbasis masyarakat.
Festival budaya ini akan menampilkan berbagai atraksi budaya, kesenian, dan kekayaanritual-ritual yang menjadi ciri khas budaya masyarakat Lamaholot, Flores Timur.
Kepala Disbupar Flores Timur, Apolonia Corebima, mengatakan selama 3 tahun berjalan, festival budaya didesain dengan format perlombaan dan dilaksanakan secara terpusat di dalam kota.
Namun dengan melihat esensi festival adalah pesta masyarakat dan dilaksanakan sebagai sebuah peristiwa budaya yang menjadi bagian integral dari identitas dan keberadaan suatu komunitas masyarakat, maka festival ini akan diadakan langsung di mana budaya tersebut berada dan dihidupkan.
“Direncanakan festival budaya berbasis masyarakat ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2018, bertempat di Kecamatan Lewolema. Panggung terpusat bertempat di desa Ile Padung. Kita sudah lakukan sosialisasi dan membangun koordinasi bersama tokoh-tokoh masyarakat di kecamatan Lewolema. Mereka sangat antusias dan sepakat melakukan festival budaya ini. Kedepannya akan dilakukan survei untuk melihat materi-materi budaya di desa-desa setempat yang memungkinkan untuk dipentaskan,” jelas Apolonia kepada VoxNtt.com di ruang kerjanya, Jumad (11/05/2018) siang.
Dijelaskan Apolonia pemilihan tempat Kecamatan Lewolema sebagai lokasi pegelaran festival budaya ini didasari oleh hasil survei yang dilakukan oleh Disbupar bahwa desa-desa dalam kecamatan Lewolema rata-rata mempunyai keunikan masing-masing, selain itu komunitas masyarakat adat setempat masih menjalankan dan memegang teguh tradisi ritual kebudayaan warisan leluluhur.
Lebih jauh disebutkan beberapa tradisi yang masih terus dihidupi oleh komunitas masyarakat adat di Lewolema, antaralain: upacara Lodo Ana, yakni tradisi masyarakat dalam memberikan nama anak yang masih dijalankan di desa Kawaliwu. Upacara Leon Tenada, tradisi memanah yang masih dilakukan oleh masyarakat adat di desa Bantala, dan ritus penghormatan terhadap dewi padi Jedo Pare Tonu Wujo yang masih dilakukan dan dihayati oleh masyarakat di Lewolema.
Selain itu, tradisi Sadok Nonga yakni tinju tradisional masyarakat Lewolema, juga didorong untuk dipentaskan dalam festival ini.
“Jadi betuk kegiatannya adalah kunjungan dari desa ke desa. Tiap desa yang dikunjungi mementaskan kekhasan seni budaya yang dimilikinya. Selain itu akan dilakukan karnaval budaya (parade busana etnik), pameran dan pemutaran film dokumenter, dan diskusi atau seminar religi primodial mengenai kepercayaan terhadap Rera Wulan Tanah Ekanyang menjadi salah satu kekhasan budaya Lamaholot” tutur Apolonia.
Festival budaya berbasis masyarakat ini akan diikuti oleh komunitas adat di Lewolema dan komunitas sanggar seni di Flores Timur.
Selain itu juga diundang beberapa sanggar tamu dari luar Flores Timur dengan tujuan untuk memberi masukan dalam menata potensi seni budaya di Flores Timur.
Festival ini akan dihadiri oleh pengamat dan pemerhati budaya, komunitas seniman nasional, yakni Garasi Performance Institut yang turut membantu mendesain konsep festival ini.
“Dengan diadakan festival ini diharapkan dapat merevitalisasi kembali nilai-nilai warisan tradisi budaya masyarakat, menguatkan kohevitas kolektif masyarakat, dan sebagai wahana promosi potensi daerah. Tentunya dengan festival ini diharapkan dapat mendorong percepatan pembangunan berbasis masyarakat di Flores,” lanjut Apolonia.
Penulis: Sutomo Hurint
Editor: Irvan K