Kefamenanu, Vox NTT-Sebanyak 68 persen atau sekitar 488 dari total 734 badan usaha yang tersebar di sejumlah wilayah di Kabupaten TTU hingga kini belum mendaftarkan tenaga kerjanya ke BPJS kesehatan.
Dari total tersebut sebagian besar merupakan badan usaha mikro yang terdapat di wilayah perbatasan RI-RDTL.
Informasi tersebut disampaikan oleh Kepala BPJS cabang Atambua, M. Idar Aris Munandar saat melakukan rapat koordinasi dengan tim pengawas dan pemeriksaan kepatuhan kabupaten yang digelar di Hotel Livero, Kota Kefamenanu, Selasa (15/08/2018).
Hadir dalam pertemuan tersebut,kepala Kejari TTU, Taufik dan stafnya, Kepala Dinas Nakertrans Bernardinus Totnay dan staf, Kadis Penanaman dan Perizinan Terpadu Satu Pintu Morizon Kapa, perwakilan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan Kepala BPJS Kabupaten TTU Mario Kore
Selain itu, tampak hadir juga Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kabupaten TTU Robert Tanur dan perwakilan dari serikat buruh.
Kepala BPJS Cabang Atambua, M.Idar Aris Munandar saat ditemui VoxNtt.com usai rapat koordinasi menngatakan, badan usaha yang belum mendaftar di BPJS JKN- KIS didominasi oleh badan usaha mikro.
Ia menjelaskan, salah satu kendala utama sehingga prosentase jumlah badan usaha yang belum mendaftar BPJS JKN KIS yakni karena kesadaran masih rendah.
Badan usaha belum menyadari untuk memberikan hak tenaga tenaga kerjanya, terutama yang berkaitan dengan kesehatan.
“Ini kendalanya memang selain karena badan usaha itu masih skala mikro juga karena kesadaran dari pemberi tenaga kerja untuk mengurus hak karyawannya yang berkaitan dengan kesehatannya masih sangat kurang. Padahal ini menyangkut hak tenaga kerja,” tutur Munandar.
Menyikapi hal tersebut, pihak Munandar akan bekerja sama dengan pihak Disnakertrans untuk melakukan pendataan ulang dan pendekatan ke badan usaha agar segera mendaftar ke BPJS JKN-KIS.
Selain itu, pihak BPJS juga akan bekerja sama dengan pihak Kejaksaan untuk mengambil langkah hukum bagi para pemilik badan usaha yang membangkang tidak mendaftar ke BPJS JKN-KIS.
“Tolak ukur pengusaha itu mensejahterakan karyawannya, itu bukan hanya soal gaji tapi juga pemenuhan hak kesehatan, sehingga untuk memastikan hak kesehatan tenaga kerja itu terpenuhi maka kita akan bekerja sama dengan Disnakertrans dan Kejaksaan untuk melakukan pendekatan baik itu persuasif maupun langkah hukum kepada para pengusaha yang belum mendaftar tersebut,” katanya.
Senada dengan Munandar, Ketua APINDO TTU Robert Tanur mengakui masih banyak badan usaha mikro yang belum mendaftar BPJS Kesehatan.
Menurutnya hal tersebut lantaran perkembangan usahanya skala kecil yang menyebabkan profit yang diperoleh masih rendah.
Selain itu lanjut Tanur, tenaga kerja yang direkrut juga masih keluarga sendiri. Hal inilah yang membuat pemenuhan hak kesehatan belum dipandang perlu.
“Tenaga kerja yang digunakan rata-rata anak sendiri ataupun keluarga lain dalam rumah sendiri sehingga pemenuhan hak kesehatan belum dianggap terlalu penting apalagi kalau profitnya saja sudah kecil,” tuturnya.
“Apalagi di badan usaha mikro rata-rata tidak memiliki struktur organisasi yang jelas jadi ya manajemennya pun kurang bagus, kalau seperti hotel dan toko besar itu manajemen organisasi sudah mantap jadi untuk pendaftaran ke BPJS kesehatan tidak ada masalah lagi,” jelas pemilik Hotel Livero tersebut.
Penulis: Eman Tabean
Editor: Adrianus Aba