Kefamenanu,Vox NTT-Manajemen RSUD TTU membantah keras adanya dugaan tindakan malpraktik terhadap almarhumah Bergita Nino (44).
Almarhumah Bergita merupakan warga Desa Fatusene, Kecamatan Miomafo Timur yang dikabarkan menjadi korban dugaan tindakan malpraktik pasca menjalani operasi caesar di RSUD TTU pada Jumat, 11 Mei 2018.
Baca Juga: Diduga Lakukan Malpraktik, RSUD TTU Dipolisikan
Bantahan tersebut disampaikan oleh direktur RSUD TTU, dr. Agustina Tanusaputra dan dr. Ani selaku dokter yang menangani almarhumah Bergita saat menjalani perawatan, sebelum dan sesudah melahirkan saat ditemui awak media di ruang kerjanya, Selasa (15/05/2018).
Dokter Ani menjelaskan, korban merupakan pasien beresiko tinggi. Dia beralasan saat ini Bergita sudah berusia di atas 35 tahun dan memiliki anak di atas 5 orang atau dalam istilah medis disebut grandom multi.
Dikatakan, saat awal masuk rumah sakit sesuai hasil pemeriksaan terdapat kelainan pada kehamilan korban.
Itu dimana terjadi penurunan plasenta hingga menutupi jalan lahir, sehingga diputuskan harus dilakukan operasi.
“Pada waktu itu beliau memang hamil anak ke-6 dan berusia 44 tahun, sehingga beresiko tinggi apalagi saat kehamilan itu ada pendarahan sehingga kita layani sesuai SOP, jadi kalau untuk detail kenapa dia harus dioperasi memang harus buka status ya,” tandas Dokter Ani.
Dia menambahkan, pasca menjalani operasi caesar pada Selasa, 8 Mei 2018, kondisi korban sudah berangsur membaik.
Namun dalam perjalanan terjadi peningkatan fungsi liver hingga kemudian pasien tidak sadarkan diri dan mengalami kejang-kejang.
Dokter Ani menduga hal tersebut terjadi lantaran adanya komplikasi penyakit.
“Setelah beliau tidak sadarkan diri juga ada terjadi kejang-kejang, kita mencurigai itu karena adanya komplikasi penyakit,” jelasnya.
Terkait tudingan bahwa pasien tidak sadarkan diri dan kejang-kejang lantaran pengaruh obat yang disuntikkan, Dokter Ani menyatakan hal tersebut sama sekali tidak benar.
Menurutnya, obat yang diberikan berlabel dan biasanya diberikan kepada pasien yang baru menjalani operasi.
Selain itu, obat yang diberikan sudah sesuai dosis dan taat jadwal, serta tepat pada pasiennya.
“Jadi kalau bilang karena pengaruh obat itu tidak benar karena itu sudah mendapat 4 kali pemberian, bukan baru sekali dia diberikan obat jadi kalau berpikir itu karena pengaruh obat maka itu tidak benar,” tegas Dokter Ani.
Ia menjelaskan, kejang yang dialami oleh korban disebut kejang ekamsing. Ini bisa terjadi kapan saja dan tidak bisa diprediksi terlebih dahulu karena prosesnya terjadi di otak.
Sedangkan pihaknya sendiri tidak memiliki alat untuk melakukan scanning, sehingga hanya bisa dilakukan dari kondisi pasien saja.
“Yang namanya kejang ekamsing itu bisa terjadi kapan saja om, karena prosesnya terjadi di otak, pasien yang masuk kita tidak bisa lakukan scanning karena alatnya saja kita tidak punya,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur RSUD TTU, dr.Agustina Tanusaputra menegaskan, pihaknya tidak akan mengambil langkah apapun terkait laporan polisi yang dilakukan oleh keluarga pasien.
Hal tersebut lantaran semua yang dilakukan RSUD TTU sudah sesuai dengan standar operasional.
“Kita tidak ada persiapan atau langkah apapun karena memang semua yang kami lakukan sudah sesuai dengan SOP,” tegasnya.
Penulis: Eman Tabean
Editor: Adrianus Aba