Borong, Vox NTT- Firman Jaya, koordinator aksi unjuk rasa Liga Mahasiswa Nasional dan Demokrasi (LMND) Cabang Ruteng dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Manggarai beberapa waktu lalu berjanji akan mengirim tiga peti mati untuk Bupati Manggarai Timur (Matim), Yoseph Tote dan DPRD setempat.
Keranda mayat itu rencananya akan dikirim ketiga titik yakni, Kantor Bupati, Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kantor DPRD Matim.
Aksi itu dikabarkan sebagai bentuk protes atas kebijakan pemotongan gaji guru THL oleh Kepala Dinas PK Matim, Frederika Soch yang hingga kini seakan belum menemukan titik terang.
Firman menegaskan, Bupati Tote sebagai kepala daerah pun hingga kini belum menanggapi persoalan yang menimpa guru THL di Matim. Padahal sudah beberapa kali aksi unjuk rasa menentang kebijakan Kadis Frederika tersebut.
Begitu juga dengan DPRD Matim. Kata dia, puluhan kepala yang duduk di kursi dewan terkesan cuci tangan menanggapi persoalan pemotongan gaji guru THL dari sebelumnya Rp 1.250.000 per bulan dan kini menjadi Rp 700.000 tersebut.
“Karena itu, kami selaku putra asli Matim dan sejumlah massa rakyat lainya dalam waktu dekat ini, kami akan melakukan aksi secara besar-besaran di Kantor Dinas PK Matim, Kantor DPRD, dan Kantor Bupati. Kepada tiga instansi ini kami akan perarakan tiga peti mati sebagai simbol matinya hati nurani pemerintah dan DPRD dalam merespon pesoalan ini,” tegas Firman kepada VoxNtt.com di Borong, Jumat (07/06/2018).
Dia bahkan menilai, rekomendasi Komisi C DPRD Matim untuk membatalkan keputusan Kadis Frederika dan mencopotnya dari jabatan hanyalah rangkaian fiksi belaka.
Komisi C DPRD Matim, lanjut Firman, tidak konsisten memperjuangkan rekomedasi itu.
“Buktinya sampai saat ini, Bupati Yoseph Tote tidak pernah angkat bicara soal ini,” tandasnya.
Kesal dengan Pernyataan Salah Satu Guru THL
Firman Jaya mengaku kesal dengan pernyatan Prudensia Nanggu, salah satu guru THL yang mengabdi di SDI Peot, Kelurahan Satar Peot, Kecamatan Borong.
Prudensia, kata Firman, mengaku menyesal karena telah mengikuti aksi demonstrasi bersama rekan gurunya terkait kebijakan Kadis Frederika.
Dia bahkan menyampaikan permohonan maaf kepada Bupati Tote dan Kadis Frederika lantaran telah mengikuti aksi unjuk rasa sebelumnya.
“Secara tegas saya katakan itu tidak benar dan pernyataan itu tidak sesuai fakta. Saudari ibu Prudensia tidak pernah mengikuti aksi belakangan ini. Aksi selama ini merupakan aksi mahasiswa GMNI dan LMND Cabang Ruteng. Selama aksi guru-guru THL tidak pernah memaksa ibu Prudensia Nanggu untuk ikut aksi dan aksi selama ini bukan soal guru THL-nya akan tetapi soal keputusan Kadis PK Matim yang menurut kami salah karna telah melabrak Perda APBD,” tegas Firman.
Dia menambahkan, Prudensia Nanggu hanya mengikuti audiensi di DPRD Matim sebelumnya.
“Jangan sampai publik akan berpikir jika selama ini ibu Prudensia ikut aksi bersama GMNI ataupun LMND,” tandas Firman.
“Untuk itu saya selaku koordinator aksi selama ini meminta kepada saudari ibu Prudensia Nanggu untuk secepatnya klarifikasi dgn pernyataanya itu karena tidak sesuai fakta. Kami dan sejumlah aktivis lainya merasa dirugikan dengan pernyatan ibu Prudensia. Ibu menyampaikan minta maaf karena aksi kami mungkin melukai perasan bupati Matim itu tidak ada kaitanya karena ibu tidak pernah ikut aksi,” sambung dia.
Menurut Firman, hingga kini para guru THL belum menerima keputusan Kadis Frederika.
Buktinya, sampai saat ini kurang lebih 270 orang belum mengambil surat perjanjian kontrak (SPK). Padahal aturannya honor diterima setelah SPK disepakati oleh kedua belah pihak.
Penulis: Nansianus Taris
Editor: Adrianus Aba