Oleh: Stevi Harman
Mahasiswi Kedokteran Universitas Indonesia
Pada debat ke-3 calon pilgub NTT yang diselenggarakan tanggal 23 Juni kemarin, ke -4 calon beradu argumen mengenai visi dan misi beserta program seputar tema kesehatan dan pendidikan.
Dari kedua tema tersebut sebenarnya sudah dapat diprediksi bahwa pertanyaan panelis yang keluar adalah mengenai “penyakit kronis” di NTT seperti rendahnya kesejahteraan dan kesehatan ibu dan anak, rendahnya kualitas pendidikan di NTT, dan tingginya angka ‘drop out’ serta buta huruf di NTT.
Namun pada kesempatan ini saya akan mengulas secara khusus tentang tema kesehatan mengingat basic saya di bidang ilmu kedokteran.
Di era BPJS ini, pemerintah memang sedang menggalakan upaya ‘promotif preventif kesehatan’ dan penguatan layanan kesehatan primer. Seperti menyambung program pemerintah pusat tersebut, ke-4 calon gubernur yang tampil dalam debat ini juga menekankan pentingnya usaha promotif preventif.
Namun dari keempat paket tersebut, pernyataan salah satu paket terbilang cukup mengejutkan saya. Berikut saya kutip pernyataannya,
“Promotif-preventif itu harus dilakukan untuk memberdayakan masyarakat agar mereka tidak sakit, (bicara tentang kesehatan) itu bukan bicara tentang orang sakit. Jumlah presentasi orang sakit dan orang sehat, pasti lebih banyak orang sehat“
Waduh, itu kan jelas pak. Saya kira kalau presentasinya terbalik, bukankah artinya dunia ini mau kiamat? Lalu, bagaimana dengan masyarakat yang sakit? Apakah mereka dibiarkan tanpa perhatian pemerintah?
Kajiannya Harus Komperhensif
Perlu diingat bahwa usaha pelayanan kesehatan masyarakat harus dilihat secara komperhensif. Ada 4 unsur utama yang harus dikaji yaitu promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Semuanya sama penting dan semua tentu harus dipikirkan, apalagi oleh seorang yang nantinya akan memimpin suatu daerah.
Namun dalam kenyataanya, usaha promotif dan preventif kesehatan itu lebih gampang dibicarakan daripada dilaksanakan.
Selama ini kita membicarakan tentang jeleknya kesehatan dari data-data maupun presentasi oleh pemerintah. Masalah itu seperti tingginya angka kematian ibu, tingginya angka stunting dan tingginya mortalitas anak balita.
Dalam konteks usaha promotif-preventif, pertanyaannya, apakah masyarakat sendiri sadar bahwa mereka itu perlu menjaga kesehatannya agar tidak sakit?
Berhasilnya promotif dan preventif bergantung dengan pengetahuan, kemauan, dan budaya suatu masyarakat. Jika pengetahuan diberikan dengan gencar namun kemauan dan budaya masyarakat setempat tidak mendukung, sulit upaya ini untuk berhasil.
Bukankah banyak bapa-mama kita di NTT yang sudah tahu punya darah tinggi dan kolestrol tapi tetap makan nasi, babi, garam, santan. Bukankah sudah menjadi budaya kita jika santai pagi, siang, sore bahkan malam harus ditemani kopi dengan gula setengah gelas ditemani dengan rokok sebatang atau sebungkus?
Ketika pola hidup tak sehat ini sudah menyatu dengan budaya tentu upaya promotif dan preventif akan sukses melalui usaha yang panjang, sabar, dan berkelanjutan. Tidak cukup hanya sampai di level promotif-preventif tetapi juga kuratif dan rehabilitatif.
Sekarang ini, banyak faktor risiko untuk menjadi sakit yang belum diakui dan disadari oleh masyarakat di NTT, sehingga penting sekali untuk memikirkan usaha kuratif dan rehabilitatif tersebut.
Pada debat kemarin, paslon yang terlihat telah matang memikirkan ke-4 usaha pelayanan kesehatan beserta komponen penyertaannya itu adalah Paslon nomor 3, pasangan Benny K. Harman dan Benny Litelnoni (HARMONI).
Pasangan HARMONI mengakui bahwa yang paling penting adalah MENJAGA agar masyarakat tidak sakit. Untuk itu perlu diadakan perbanyakan puskesmas dan penguatan fungsi puskesmas sebagai tingkat pelayanan primer di masyarakat.
Pasangan ini juga memikirkan bagaimana penduduk yang tinggal di pulau – pulau jika membutuhkan tenaga kesehatan dengan mengadakan ambulans laut yang akan selalu siap siaga mengantar masyarakat yang sakit.
Tidak hanya itu, pasangan HARMONI juga siap menyukseskan program dari Presiden Jokowi dengan mengupayakan 100 persen masyarakat NTT menjadi peserta BPJS kesehatan agar adanya keselarasan antara program pusat dan daerah.
Lalu, yang luput dari perhatian pasangan lain namun diperhatikan oleh pasangan HARMONI adalah pengoptimalisasian akreditasi rumah sakit yang ada di NTT. Pasangan ini menjanjikan bahwa dalam waktu 5 tahun, sudah ada rumah sakit tipe B minimal di setiap pulau dan minimal ada satu rumah sakit tipe A.
Rumah sakit tipe B adalah rumah sakit yang menyediakan fasilitas spesialistik luas dan fasilitas subspesialistik terbatas. Yang membedakan rumah sakit tipe B dengan tipe A adalah rumah sakit tipe A juga menyediakan layanan subspesialistik yang luas dan merupakan top referral hospital atau rumah sakit rujukan utama.
Pentingnya rumah sakit tipe ini agar dapat membantu berjalannya sistem rujukan BPJS yang lancar dan juga dapat menekan biaya pengobatan. Prinsipnya adalah mendekatkan fasilitas kesehatan yang memadai ke sebanyak mungkin daerah di NTT.
Dampak positifnya adalah jika ada masyarakat yang sakit dan membutuhkan fasilitas atau pelayanan lebih dari fasilitas layanan primer, dapat langsung dirujuk ke rumah sakit dengan tingkatan lebih tanpa harus pindah pulau, bahkan pindah provinsi. Sekali lagi, hal ini dapat menghemat sekian besar biaya pengobatan yang dikeluarkan untuk transportasi.
Kesehatan adalah suatu masalah yang kompleks, rumit, dan mahal. Karena berbicara tentang kesehatan seorang individu, tidak lepas dari masalah psikologis, biologis, juga keadaan sosial serta ekonomi individu tersebut.
Pelayanan kesehatan juga mahal karena untuk mengembalikan tubuh yang sakit menjadi sehat kembali membutuhkan tidak hanya 1 atau 2 uluran tangan, akan tetapi membutuhkan kerjasama suatu tim yang ahli pada bidangnya (mulai dari dokter, perawat, ahli nutrisi, bidan, kesehatan masyarakat). Selai itu, juga membutuhkan fasilitas- fasilitas berupa bangunan yang memadai dan alat medis yang tidak kecil harganya.
Untuk itu, penting untuk menekan harga pelayanan kesehatan agar tidak membludak. Saya kira jika pemerintah harus menyediakan pesawat pribadi dan kapal terbaik untuk transportasi orang sakit bukanlah solusi tepat bahkan terkesan lebay. Tidak juga logis karena bayangkan berapa besar biaya kesehatan akan membludak untuk membiayai itu semua?
Apakah dengan naik pesawat dan kapal mewah bisa menyembuhkan orang sakit? Saya rasa tidak.
Karena itu, momentum pilgub NTT kali adalah pesawat cepat untuk meraih perubahan NTT menjadi lebih baik. Tentu bukan dengan sembarang memilih pemimpin. Pemimpin yang kita butuhkan adalah pemimpin yang punya kemampuan menyelesaikan masalah.
Pemimpin yang mampu menyelesaikan masalah rakyat itu adalah orang yang juga tidak bermasalah. Jika yang kita pilih adalah orang bermasalah, maka dapat dipastikan dia hanya mengurus masalahnya sendiri, menyembunyikan masalahnya bahkan mungkin membuat masalah baru.