Oleh: Leonardus Lian Liwun
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) GmnI
Kesejahteraan rakyat mestinya tidak lagi jadi jargon kampanye pilpres ataupun pemilukada tapi harus diwujdukan dalam lingkup bermasyarakat. Dia tidak boleh hanya jadi slogan tanpa aksi nyata di lapangan.
Dari banyak cara menuju Indonesia sejahtera, memajukan ekonomi rakyat melalui pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah adalah salah satunya. Sejarah mencatat 350 tahun Indonesia sebagai sebuah bangsa beradab diperlakukan tidak manusiawi oleh kolonial. Sebagai bangsa koloni Indonesia tidak diijinkan mengelelola perekonomiannya sendiri.
Alam Indonesia dieksplorasi dalam jumlah besar untuk kepentingan kolonial dan manusia Indonesia dieksploitasi untuk memenuhi hasrat kapitalnya. Belanda melalui VOCnya menerapakan cultuurstelsel dengan monopoli ekonomi, Inggris berusaha menerapak Landrent (pajak tanah) yang sebelumnya sudah berhasil di India, dan Jepang dengan kebijakan pengerahan sumber daya ekonomi menundukung gerak maju pasukan Jepang dalam perang pasifik.
Alhasil ulah bangsa penjajah ini, kesejahtaraan masyarakat merosot tajam serta terjadi bencana kekurangan pangan dan sandang.
17 Agustus 1945 adalah awal bangsa ini menjadi sebuah Negara setelah melalui litani panjang konfrontasi fisik maupun ide. Di bulan Agustus itu kita memproklamirkan diri menjadi sebuah bangsa yang merdeka. Mengapa kita harus merdeka? Iya, kita merdeka supaya kita berkuasa penuh atas sumber daya alam kita.
Menjadi bangsa yang merdeka juga ditegaskan oleh pendiri bangsa Bung Karno di dalam sidang BPUPKI bahwa kemerdekaan merupakan jembatan emas dimana diujung jembatan itu kelak semua akan ditata, menata ekonomi, politik, dan juga budayanya.
Bangsa ini harus merdeka supaya kita benar – benar bisa mandiri dan berdaulat, tidak ada lagi intervensi dari kepentingan kapitalis global. Kita sendiri harus menjadi driver yang menyetir dan menjalankan roda perekonomian dengan terus berpedoman pada nilai – nilai luhur Pancasila.
Realitas Keadilan Sosial
Kini bangsa yang bernama Indonesia itu sudah merdeka, modal dasar menuju cita – cita sosialisme Indonesia terbuka lebar. Tapi apa mau dikata, mungkin pepatah kuno ini cocok disematkan pada bangsa ini, keluar dari mulut harimau masuk mulut singa.
Kita lagi – lagi dijajah dengan gaya baru oleh bangsa sendiri. Mengapa saya mengatakan demikian karena ketimpangan antara penduduk kaya dan miskin di Indonesia sangat jauh.
Survei Megawati Instut (awal 2018) tentang oligarkhi menyebutkan 1% penduduk terkaya Indonesia menguasai 45,4% kekayaan nasional, 10% penduduk terkaya menguasai 74% kekayaan nasional.
Data ini menunjukan masih besarnya monopoli oligarkis dalam roda perekonomian kita dan masih kuat hegemoni oligarki dalam sistem politik kita hari ini. Gap antara yang kaya dan yang miskin kian menganga dari tahun ke tahun, yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.
Kenyataan ini menunjukan bahwa Indonesia masih berupa negara merdeka yang terjajah. Ada beberapa kenyataan lapangan yang bisa memperkuat pendapat ini yakni Negara masih memberi kebebasan kepada rakyat untuk menguasai sumber – sumber produksi, membiarkan asing menguasai sumber daya alam Indonesia, pembangunan minimarket dan supermarket yang sudah memiliki nama besar skala nasional.
Bangsa ini didera penyakit monopoli yang akut, virus penjajah ternyata sangat menjanjikan sehingga sesama anak bangsa menjadi serakah menguasai sumber daya alam.
Badan Pusat Statistik merilis jumlah masyarakat miskin Indonesia per September 2017 sebesar 10, 12 % atau 26, 58 juta orang. Meskipun berkurang sebesar 1,19 juta orang dibandingkan dengan kondisi Maret 2017 (10,64%) tetap saja kemiskinan harus dihilangkan karena selain ia jauh dari dimensi keadilan sosial juga menyangkut harkat dan martabat sebagai manusia Indonesia yang menjunjung asas sama rasa sama bahagia karena untuk itulah Indonesia merdeka.
Lantas formula apa yang harus digunakan oleh bangsa ini agar masyarakat Indonesia bisa terhindar dari sakit derita kemisikinan? Agar kelak rakyat kuat dan bangsa ini menjadi hebat?
Ekonomi Berdikari
Ekonomi berdikari merupakan satu dari sekian banyak formula mengentaskan kemiskinan. Cita – cita untuk berdikari dalam bidang Ekonomi ini telah menjadi passionnya bangsa Indonesia sejak diproklamirkan menjadi bangsa merdeka.
Karenanya ia sudah menjadi spirit yang harus diwarisi dari generasi ke generasi oleh seluruh kekuatan bangsa agar kelak cita – cita menjadi bangsa mandiri, yang mampu mewujudkan kehidupan yang sejajar dengan bangsa lain dengan mengandalkan kemampuan sendiri dapat terwujud.
Presiden Indonesia pertama Soekarno dalam pidato Trisakti tahun 1963 mengatakan bahwasanya berdikari di bidang ekonomi adalah bersandar pada kekuatan sendiri, dana, dan tenaga sendiri. Di mana semuanya itu sudah kita miliki tinggal diberdayakan semaksimal mungkin demi mewujudkan kemakmuran.
Ekonomi berdikari juga menuntut keseriusan lebih dari pemerintah Indonesia dan juga partisipasi aktif masyarakat. Kedua pelaku ekonomi ini harus bisa bekerja sama membangun sinergisitas mutualisme. Pemerintah dalam setiap kebijakan perekonomiannya harus memudahkan masyarakat dalam mengakses program – program alias tidak mempersulit gerak masyarakat. Sedangkan rakyat dituntut untuk selalu aktif bergerak, membangun usaha – usaha, sebisa mungkin memberdayakan diri sendiri.
Bagaimana seharusnya rakyat memberdayakan diri demi mewujudkan ekonomi yang mandiri?
Gunawan Sumodingrat dan Ari Wulandari dalam buku “ Menuju Ekonomi Berdikari “ memperkenalkan konsep yang menjadi prinsip dasar membangun dan memajukan ekonomi masyarakat yakni OPOP (One Person One Product ) – OVOP (One Vilage One Product – OVOC (One Vilage One Corporation ).
Konsep OPOP ini mengedepankan pembangunan manusia sebelum membangun sarana dan prasarana lainnya. Manusia adalah subjek yang berkarakter dan memiliki visi yang tajam dalam membangun mimpinya. Dengan modal karkater dan motivasi yang terintegrasi dalam diri seorang individu maka individu tersebut diberdayakan dengan tujuan masing – masing individu mampu menghasilkan satu produk untuk pemenuhan kebutuhan pribadi.
Jika produk itu sudah memenuhi kebutuhan individu sendiri maka kelebihan produk bisa dipasarkan sebagaimana mekanisme pasar. Dari OPOP yang berlangsung solid dapat dikembangkan dengan lebih banyak orang yang bergabung di suatu komunitas dalam unit pemerintahan terkecil (desa).
Komunitas usaha tadi dapat membentuk satu kesatuan usaha dalam satu desa untuk bersama memperoduksi, bergotong royong untuk melayani permintaan dalam satu wilayah desa yang pada akhirnya dapat mengembangkan usaha yang lebih luas (OVOP). Setelah usaha luas ini berjalan solid untuk menciptakan situasi yang aman tanpa gangguan (perlindungan), kemudahan mengakses fasilitas yang disiapkan Negara maka dibutuhkan kepastian hukum. Usaha – usaha tadi (OVOP) membentuk badan hukum usaha, yang bisa berupa koperasi dengan manajemen professional dan berorintasi laba (OVOC). Dengan adanya kepastian hukum OVOP dituntut untuk mampu mengembangkan usahanya secara professional dengan tetap mengedepankan semangat gotong royong.
Mengingat ekonomi Indonesia berwatak kerakyatan maka konsep OPOP – OVOP – OVOC adalah solusi tepat karena mudah dijalankan oleh masyarakat menengah kebawah. Olehnya peran aktif pemerintah dan masyarakat menjadi modal utama. Keberhasilan OPOP – OVOP – OVOC di mulai dengan kesejahteraan individu, kemudian akan melahirkan kesejahteraan komunitas dan darinya akan meningkatkan kesejahteraan desa, kecematan, kabupaten, provinsi dan Negara. Rakyat akan semakin kuat dan Negara akan semakin hebat.