Kefamenanu,Vox NTT– Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) sedang merencanakan pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di dua titik perbatasan antara RI-RDTL.
Dua titik yang dimaksud adalah di Desa Napan, Kecamatan Bikomi Utara, Kabupaten TTU serta di Oepoli, Kabupaten Kupang yang merupakan perbatasan langsung dengan
Oekusi tersebut terungkap dalam rapat sosialisasi pembangunan dua buah PLBN Terpadu, Napan, Kabupaten TTU dan Oepoli, Kabupaten Kupang yang digelar oleh Badan Pengelola Perbatasan Provinsi NTT di aula Restoran Litani Kota Kefamenanu, Rabu(18/07/2018).
Kepala Badan Pengelola Perbatasan Provinsi NTT, Paulus Manehat, Dandim 1618 TTU, Letkol Arm. Budi Wahyono, perwakilan dari Polda NTT serta asisten II Setda TTU, Robertus Nahas hadir dalam rapat sosialisasi yang dimulai sekitar pukul 8.30 Wita tersebut.
Hadir juga Camat Bikomi Utara, Simon Monemnasi serta Kepala Desa Napan, Yohanes Anunu dan juga perwakilan tokoh masyarakat serta sejumlah instansi terkait lainnya.
Sementara dari titik perbatasan Oepoli hadir para tokoh masyarakat, Pemerintah Desa serta perwakilan dari Polres Kabupaten Kupang.
Kepala desa Napan,Yohanis Anunu dalam sesi diskusi mengungkapkan, di lokasi tapal tanah milik Pemda seluas dua Hektare lebih, beberapa waktu lalu sudah selesai disertifikasi. Sehingga, dapat digunakan untuk pembangunan PLBN sesuai dengan yang direncanakan.
Namun, di sekitar lokasi yang direncanakan itu terdapat juga tanah milik masyarakat, yang juga sudah bersertifikat. Sehingga, sebelum dibangun, terlebih dahulu harus dilakukan pembebasan lahan.
“Untuk tanah milik masyarakat yang mau digunakan untuk pembangunan PLBN maka, kita harus lakukan pembebasan lahan dulu. Masyarakat tidak minta lebih, intinya sesuai dengan NGOP saja,” tuturnya.
Anunu pada kesempatan tersebut juga mengaku, menyesalkan sikap tim survei dari Badan Pengelolaan Perbatasan yang beberapa waktu lalu, turun melakukan survey di wilayah yang dipimpinnya tanpa adanya pemberitahuan.
Padahal, mengenai titik-titik yang menjadi Perbatasan antara RI-RDTL dan juga lokasi yang dapat digunakan untuk pembangunan PLBN sangat diketahui oleh pihaknya.
“Tim kalau mau turun untuk survey ya, harus koordinasi dengan kami pemerintah desa dulu. Bukannya sudah pulang, baru kami tahu kalau ada tim yang datang survey,” sesalnya.
Sementara itu, Camat Bikomi Utara, Simon Monemnasi mengungkapkan, salah satu kesulitan terbesar yang dihadapi oleh masyarakat Desa Napan saat ini adalah ketersediaan air bersih.
Ia mengaku, di desa tersebut memang terdapat sumber air. Namun, letaknya di dataran yang lebih rendah dari pemukiman penduduk. Sehingga dibutuhkan teknologi modern, guna menyalurkan air ke rumah penduduk.
“Sumber air ada di dekat perbatasan, tapi butuh alat yang modern biar bisa tarik sampai ke rumah penduduk,” tuturnya.
Terpisah, Kepala Badan Pengelola Perbatasan Provinsi NTT, Paulus Manehat, kepada awak media usai sosialisasi menuturkan, sesuai dengan perencanaan yang sudah ditetapkan, pembangunan PLBN di dua titik tersebut akan dibangun pada tahun 2018 ini.
Namun ia mengaku, belum mengetahui besar anggaran yang sudah ditetapkan untuk pembangunan dua PLBN yang berbatasan langsung dengan distrik Oekusi tersebut.
Hal itu karena saat ini pihaknya masih harus mengkaji dulu besaran biaya ganti rugi dan juga anggaran lainnya untuk pembangunan dimaksud.
“Kita harapkan kesepakatan dalam pertemuan hari ini bisa mendorong pemerintah pusat, agar secepatnya bisa membangun Pos Lintas Batas di Napan dan Oepoli. Karena memang, masyarakat sudah menyiapkan dan merelakan lahannya untuk kita bangun PLBN,” tuturnya.
Ia menambahkan, sesuai dengan penyampaian dalam sosialisasi tadi, untuk rencana pembangunan PLBN di Napan tidak ada hambatan.
Sedangkan untuk di Oepoli, masih terdapat hambatan berkaitan dengan kejelasan titik perbatasan antara RI-RDTL terutama di lokasi Naktuka, yang sejak beberapa waktu lalu disengketakan.
“Kalau untuk Oepoli itu, jika PLBN dibangun di luar lokasi Naktuka maka tidak ada masalah. Tapi kalau di Naktuka, maka masih harus dipertimbangkan lagi karena lokasi tersebut masih menjadi wilayah sengketa,” jelasnya.
Penulis: Eman Tabean
Editor: Boni Jehadin