Kupang, Vox NTT-Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Manggarai Timur, Frederika Soch menanggapi pernyataan Heremias Dupa, anggota DPRD Matim yang menyebut dirinya seperti monster bagi para guru.
Kadis Ika, demikian disapa, menyebut Heremias melontarkan pernyataan itu karena tidak sanggup membangun argumen yang masuk akal sebagai seorang anggota DPRD.
“Penggunaan kata monster yang dia sampaikan di media itu tidak menunjukan kelasnya sebagai wakil rakyat, masa anggota DPRD seperti anak TK, menyampaikan pernyataan yang tak seharusnya dilontarkan ke publik,” ucap Ika seperti dilansir dari Floreseditorial.com, Senin (03/09/2018).
Tak hanya itu, kadis yang belakangan dikenal kontroversif karena kebijakannya tersebut, mempertanyakan hasil rekomendasi BPK saat Komisi C DPRD Matim berkonsultasi soal polemik pemotongan gaji guru di Kupang beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, anggota DPRD Manggarai Timur (Matim), Heremias Dupa menyebut Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Frederika Soch seperti monster bagi para guru honor di kabupaten itu.
Menurut politisi Partai Amanat Nasional ini, Kadis Frederika cenderung bertindak semena-mena terhadap para guru.
Dia menegaskan, seorang Kadis mestinya tidak boleh bertindak semena-mena terhadap bawahannya. Misalnya, memecat para guru tanpa prosedur yang jelas.
Sebaliknya kata dia, seorang kadis harus bekerja dengan mengedepankan etika pemerintahan.
Sikap Frederika yang menurut Heremias cenderung bertindak semena-mena itu membuat Sang Kadis tak ubahnya monster.
“Jangan pecat guru pakai ancam lewat telepon atau lisan saja. Itu sangat tidak mendidik apalagi dilakukan oleh Kadis PK yang notabene adalah magister pendidikan. Kadis jadi monster bagi para guru,” ujar Heremias saat dijumpai VoxNtt.com, Senin (030/9/2018).
Dikatakan Heremias, masalah ini sebenarnya bermula dari pembayaran gaji guru honor di Matim yang tidak sesuai dengan keputusan Bupati no.HK/94 tahun 2017 tentang besaran honor THL guru.
Dalam SK tersebut gaji honor THL sebesar 1.250.000 dan guru insentif Rp 700.000.
“Komisi C tetap konsisten membayar gaji guru THL sesuai DPA induk sebesar 1.250.000 dan guru bosda 700.000,” tegas Heremias.
Namun dalam realisasinya, lanjut dia, Dinas P&K Matim mengubah APBD sebelum APBD perubahan dengan berani membayar guru THL sebesar 700.000.
Dalam perjalanannya, Bupati Manggarai Timur, Yosep Tote malah bersikap masa bodoh dan terkesan cuci tangan dengan masalah ini. Maka Komisi C meminta penjelasan dan rekomendasi dari BPK Propinsi dan tim anggaran propinsi NTT.
Dikatakan, penjelasan BPK dan tim anggaran propinsi NTT meminta dinas P&K Matim untuk segera membayar gaji guru THL dan Bosda sesuai dengan besaran seperti DPA APBD induk dan APBD 2018.
“BPK dan tim anggaran provinsi juga meminta pemerintah Matim untuk taat asas dan patuh terhadap aturan yang sudah digariskan” jelasnya.
Rekomendasi BPK dan tim anggaran provinsi ini yang kemudian ditagih Kadis Ika.
“Coba tunjukkan rekomendasinya apa, bagaimana hasilnya, apakah ada surat dari BPK yang merekomendasikan pencairan gaji guru honor? Atau jangan – jangan mereka justru sedang menghabiskan uang rakyat untuk jalan-jalan dengan alasan pergi menemui BPK, karena mereka pulang tanpa hasil, ” tegas Kadis Ika seperti dilansir dari Floreseditorial.com.
Ika menambahkan, dinas yang dipimpinnya itu tidak sedang menahan gaji para guru honorer yang dipangkas beberapa waktu lalu.
“Saya minta, agar pak Heremias dan anggota DPRD lainnya mau menandatangani nota kesepakatan bersama atas pencairan gaji tersebut nantinya,” jelas Frederika.
Penulis: Irvan K