Ruteng, Vox NTT– Sejumlah anggota DPRD Manggarai menggelar konfrensi pers di ruang Komisi C, Sabtu (29/09/2018).
Dalam konfrensi pers yang dimulai sekitar pukul 09.55 itu, hadir sejumlah anggota DPRD Manggarai dan unsur pimpinan lembaga tersebut.
Konfrensi pers tersebut bertujuan untuk mengklarifikasikan dugaan anggota DPRD Manggarai, Marsel Nagus Ahang terkait adanya proyek fiktif tahun 2017.
Wakil Ketua II DPRD Manggarai, Simprosa Rianasari Gandut dalam kesempatan tersebut dengan tegas menyatakan tidak ada proyek fiktif, sebagaimana disampaikan anggota dewan Marsel Ahang.
Menurut dia, APBD dihasilkan atas pembahasan bersama antara eksekutif dan legislatif. Marsel Ahang sendiri, kata Osi Gandut, ada di dalam legislatif.
“Saya sepakat seperti apa yang disampaikan pa wakil (Wakil Ketua I DPRD Manggarai Paulus Peos-red) bahwa kalau bisa ditanya balik ke pa Marsel Ahang, tolong dia sajikan data-data yang menurut beliu itu fiktif yang mana?” tegas politisi Golkar itu dengan lantang saat merespon pertanyaan awak media.
Ia kembali menegaskan, tidak ada proyek fiktif pada di APBD tahun 2018, sebagaimana telah disampaikan Marsel Ahang di beberapa media online.
Senada dengan Osi, Wakil Ketua I DPRD Manggarai Paulus Peos mengatakan, ada suara-suara minor bahwa ada pembahasan fiktif di dewan dan tidak berpihak dengan kepada kepentingan masyarakat.
Merespon hal tersebut, Peos menyatakan, seluruh pembahasan APBD mengarah pada pencapaian rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Manggarai.
“Sehingga seluruh pembahasan, baik program kegiatan dan juga satuan biayanya mengikuti aturan Undang-undang yang ada,” ujar politisi PDIP tersebut.
Sebab itu, Peos menegaskan tidak ada pembahasan fiktif di DPRD Manggarai.
Baca Juga: Sekda Manggarai: Berita Ada Proyek Fiktif Itu Hoaks
Ia menambahkan, tak hanya bahas di DPRD Manggarai, dokumen-dokumen APBD juga nantinya akan dievaluasi di tingkat provinsi NTT.
Sementara itu, Anggota DPRD Manggarai Marsel Nagus Ahang menyatakan, proyek fiktif tahun 2017 ia sampaikan karena dikerjakan tidak seperti biasanya.
Lazimnya, kata dia, jika kontraktor mengerjakan sebuah proyek, maka tentu ada Memorandum of Understanding (MoU) terkait volume pekerjaannya.
“Pokja, PPK bersama kontraktor membuat MoU, bahwa sekian volume kerja,” ujar Ahang saat dikonfirmasi melalui telepon, Sabtu siang.
Namun demikian, lanjut dia, atas perintah Bupati Manggarai Deno Kamelus dan Ketua tim anggaran pemerintah daerah Manseltus Mitak, ada proyek yang dikerjakan lebih dari volume yang disepakati.
Menurut Ahang, kelebihan volume pekerjaan tanpa melalui pembahasan bersama DPRD. Akibatnya, APBD Perubahan tahun 2018 terpaksa harus membayar utang kelebihan volume pekerjaan tersebut.
Tentu berbeda dengan pembayaran konstruksi dalam pekerjaan (KDP). Misalnya, urai Ahang, ada unsur kalalaian kontraktor sehingga proyek tersebut tidak mencapai 100 persen.
”Seandainya salah satu kontraktor dalam pengerjaanya tidak diselesaikan pada jatuh tempo. Misalnya pengerjaan anggaran perubahan tidak diselesaikan pada tanggal 31 Desember, ya logikanya kontraktor ajukan adendum perpanjangan masa kerja,” urai politisi PKS tersebut.
Jika ini kasusnya, maka sudah pasti bahwa uang sisa yang tidak dikerjakan kontraktor masih dikembalikan ke kas Negara.
Sisa anggaran ini masih bisa digunakan di APBD Induk atau APBD Perubahan tahun berikutnya.
“Ini kan tidak dianggarkan, namun pemerintah hanya menyuruh kontraktor mengerjakab proyek lebih dari pekerjaan itu,” tukas Ahang.
Ia sendiri mempertanyakan alasan pemerintah menyuruh kontraktor mengerjakan proyek melebihi kontraknya.
Sebab bagi dia, kebijakan ini berdampak pada rasionalisasi pada beberapa item belanja di tahun berikutnya karena harus menutupi KDP.
”KDP terjadi karena keadaan politik dan lain lain, sehingga Bupati Deno berlindung di balik aturan KDP,” katanya.
Penulis: Ardy Abba