Kupang, Vox NTT– Peristiwa kebakaran kampung adat di Desa Nggela, Kecamatan Wolojita, Kabupaten Ende, NTT kembali menghebohkan publik NTT. Tak butuh waktu lama, warisan leluhur ini, sekejap ludes terbakar.
Dari data yang dihimpun voxntt, 22 rumah adat, 10 rumah warga dan 1 unit balai pertemuan di Desa Nggela, Kecamatan Wolojita, Kabupaten Ende, hangus dilahap si jago merah, Senin (29/10/2018).
Kapolres Ende, AKBP Achmad Muzayin menyebutkan, peristiwa itu tidak memakan korban jiwa. Hingga kini polisi pun masih melakukan penyelidikan.
Namun, berdasarkan informasi terakhir yang diperoleh polisi, api bersumber dari rumah adat Sa’o Labo. Rumah itu ditempati Marianus Firginus.
Masyarakat yang melihat itu kemudian berusaha memadamkan api. Upaya warga tak membuahkan hasil lantaran rumah adat yang mayoritas berbahan baku lokal itu secara cepat dilahap api.
Kebakaran kampung adat ini pun merupakan peristiwa ke-7 yang ada di NTT selama kurun waktu 2010 hingga 2018.
Berikut hasil penelusuran VoxNtt.com berdasarkan jejak digital yang beredar di internet.
Kebakaran Kampung Adat di Wunga Sumba
Kampung Adat Wunga disebut sebagai kampung pertama orang Sumba.
Pada Rabu (28/7/2010) pukul 12.00 Wita, tujuh dari 12 rumah di kampung adat ini ludes dilahap api.
Juru bicara (Wunang) Kampung Adat Wunga, Nggay Mehang Tana (44), saat ditemui di Kampung Wunga, Kamis (29/7/2010), menyatakan api berasal dari salah satu rumah di kampung itu, yaitu rumah adat Marga Pahoka di bagian barat kampung.
Api cepat merambat ke seluruh bangunan dan menyambar enam rumah adat di sekitarnya. Angin kencang serta atap dan dinding bangunan yang terbuat dari alang-alang membuat warga kesulitan menjinakkan api.
Letak Kampung Wunga yang berada di puncak bukit menyulitkan masuknya bantuan. Di kampung itu tidak ada persediaan air.
Dilansir dari Detik Sumba, tiga dari tujuh rumah yang terbakar merupakan rumah adat yang baru direhap dengan dana bantuan dari seorang peneliti Jepang bernama Makoto Makoiki (Umbu Haharu). Makoto pernah melakukan penelitian dan tinggal di kampung ini tahun 1983.
Api juga melahap bahan bangunan untuk Uma Ratu (rumah induk) yang baru dibeli dengan dana bantuan dari peneliti Jepang tersebut.
Kebakaran Kampung Adat Nage di Ngada
Kamis (18/11/2010) pagi, empat rumah ludes terbakar di Kampung Tradisional Nage, Desa Dhariwali, Kecamatan, Jerebuu, Kabupaten Ngada.
Sang Bupati, Marianus Sae melukiskan peristiwa itu sebagai bencana bagi Kabupaten Ngada.
Dikutib dari PosKupang, Kamis (18/11/2010) menyebutkan, keempat rumah yang terbakar terdiri dari satu rumah tinggal serta tiga rumah adat Suku Metu, yakni Sao Sesewali, Sao Pajo Molo dan Sao Muezia.
Kebakaran terjadi sekitar pukul 08.00 Wita. Menurut bupati, peristiwa tersebut merupakan bencana bagi pariwisata Ngada. “Ini merupakan aset Kabupaten Ngada yang tak bisa dinilai dengan uang,” katanya.
Edeltrudia Sangu (37) salah seorang saksi mata dalam peristiwa kebakaran empat rumah di Kampung Tradisional Nage mengatakan sumber api berasal dari salah satu sudut rumah adat.
Saat kejadian dia sedang menjemur kopra di halaman rumah sekitar pukul 08.00 Wita.
“Tadi pagi saya jemur kopra di depan rumah, saya lihat ada api dari sudut bawah rumah,” katanya dilansir PosKupang. Api kemudian menjalar cepat ke atap.
Dia mengatakan, ketika melihat api menyala di atap rumah, dia bergegas untuk menyelamatkan harta benda di dalam rumah. Namun, upayanya tidak membuahkan hasil. Hal ini disebabkan atap rumah yang terbuat dari ilalang cepat dilahap api.
Kebakaran Rumah Adat Wologai di Ende
Hanya dalam waktu 14 menit, 22 unit rumah milik warga Wologai, Desa Wologai Tengah, Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende, ludes rata tanah dilahap si jago merah, Selasa (9/10/2012), sekitar pukul 11.45 Wita.
Dari 22 rumah yang terbakar, 18 di antaranya rumah adat sebagai aset pariwisata Kabupaten Ende, empat lainnya rumah tinggal.
Mosalaki Puu Wologai, Pius Ndewi, ditemui di antara puing-puing sisa kebakaran mengaku tidak tahu persis awal mula kebakaran itu, meskipun saat kejadian dirinya dan beberapa mosalaki lainnya sedang melakukan pertemuan dengan camat Detusoko di salah satu rumah adat.
“Sebelum kebakaran kami sempat mendengar ada orang berteriak. Kami pikir ada orang yang berkelahi. Saat mendengar teriakan bahwa ada rumah yang terbakar, kami langsung lari keluar dari perkampungan untuk menyelamatkan diri juga menyelamatkan beberapa harta benda yang bisa kami selamatkan,” cerita Pius seperti di lansir PosKupang.
Dalam kasus kebakaran itu, kata Pius, warga sulit menyelamatkan harta benda pribadi maupun warisan adat leluhur seperti emas, ana deo (patung manusia). Dan, yang paling utama ada ikut terbakarnya ikon perkampungan adat Wologai yakni gendang yang terbuat dari kulit manusia.
“Kali ini gendang dari kulit manusia itu tidak bisa diselamatkan karena dalam kasus kebakaran yang sama di tahun 1967 gendang tersebut berhasil diselamatkan, kali ini tidak bisa,” tutur Pius.
Kebakaran Kampung adat Tarung Sumba Barat
Sebanyak 30 unit rumah adat yang ada di kampung adat Tarung, Weetebara, Waikabubak, Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu (7/10/2017) sekitar pukul 17.00 WIB, ludes terbakar.
Di kutip dari IndonesiaSatu.co, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sumba, Yublina Marru, mengatakan sebanyak 30 unit rumah adat di kampung adat Tarung yang menjadi salah satu destinasi wisata di Pulau Sumba ini ludes terbakar.
“Kampung adat Tarung sudah menjadi salah satu destinasi wisata di Pulau Sumba. Oleh komunitas Loli, kampung adat ini adalah simbol soliditas dan solidaritas. Ini merupakan modal sosial bagi semua orang Sumba dan menjadi salah satu aset berharga. Kebakaran ini menjadi berita sedih bagi kami semua,” kata Yubi.
Secara terpisah, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Timur Marius Jelamu, menyebut bahwa penyebab kebakaran masih belum bisa dipastikan.
Namun menurut dia, dugaan kuat sambaran api bermula dari sebuah rumah adat yang baru selesai dibangun. Rumah adat baru tersebut tidak memiliki atap berpuncak seperti rumah adat Sumba pada umumnya.
“Jadi sumbernya tidak dari hubungan pendek arus listrik karena di kampung adat itu belum ada instalasi listrik,” kata dia seperti di lansir Antara.
Kebakaran Rumah Adat Gurusina Jerebu’u di Ngada
Sebanyak 27 unit rumah adat Gurusina Jerebu’u di Desa Watu Manu, Kecamatan Jerebu’u, Kabupaten Ngada hangus terbakar pada Senin, 13 Agustus 2018, sekitar pukul 17.40 Wita.
Hanya 6 rumah adat dan satu unit pos pariwisata yang luput dari kebakaran. Hal ini berkat upaya pemadaman pihak BPBD Ngada dan dibantu warga.
Tidak ada korban jiwa dalam bencana itu. Hanya saja peninggalan pusaka tidak terselamatkan.
Selain itu, kerugian material dari masing-rumah adat diperkirakan mencapai Rp 200 juta. Perkiraan ini tidak termasuk biaya ritual tahapan pembuatan rumah adat.
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Ngada, Todis Reo saat dihubungi VoxNtt.com, Selasa pagi (14/08/2018), mengungkapkan, berdasarkan infomasi yang ia dapatkan, kebakaran bermula dari salah satu rumah adat di pintu masuk kampung.
Kadis Todis menduga, api bersumber dari korsleting listrik di rumah yang dihuni pasutri tua renta. Saat kejadian, kata dia, warga kampung, baik remaja maupun orang dewasa sedang berada di desa tetangga. Mereka sedang menonton pertandingan bola antar desa dalam rangka HUT RI ke-73.
Kapolres Ngada, AKBP Firman Affandy mengatakan ada 27 dari 33 rumah adat Kampung Gurusina ludes terbakar.
Firman mengungkapkan, dugaan sementara sumber api berawal dari rumah milik Gode Firdus Nono dan rumah adat Sao Tiwu Pau.
“Dan api itu untuk sementara kita menduga akibat arus pendek,” katanya.
Kebakaran Kampung Adat Bondo di Sumba Barat
Kampung adat Bondo Maroto di Kabupaten Sumba Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, ludes terbakar, Selasa (11/9/2018) dini hari.
Kepala Badan Penangulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sumba Barat, Viktor Umbu Sulung, mengatakan, kebakaran itu menghanguskan 16 rumah adat milik masyarakat adat.
Menurut Umbu, belasan rumah adat di Desa Kalambe Kuni, Kecamatan Kota Waikabubak, Kabupaten Sumba Barat, itu merupakan salah satu kampung adat masyarakat setempat.
“Hanya satu rumah saja yang tidak terbakar dalam peristiwa itu,” kata Umbu seperti di lansir Poskupang.
Dia mengatakan, kebakaran berlangsung dengan cepat karena seluruh bangunan rumah adat beratap alang-alang.
“Api dengan cepat merembet ke semua bangunan yang ada di kampung adat itu,” kata Umbu.
Umbu mengaku belum mengetahui penyebab terjadinya kasus kebakaran 16 rumah adat Bondo Maroto merupakan salah satu situs budaya di daerah itu.
“Penyebabnya belum diketahui karena peristiwa kebakaran ini terjadi pada malam hari. Ada yang informasi yang menyatakan akibat lampu pertomax namun belum bisa dipastikan,” ungkap Umbu.
Dia mengatakan, peritiwa kebakaran itu tidak menyebabkan adanya korban jiwa namun sekitar 28 kepala keluarga kehilangan tempat tinggal.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Irvan